Oleh : Hariyanto
Pagi itu, kantor megah di pusat kota mendadak
ramai bukan karena rapat penting, tapi karena penyergapan KPK. Seorang pejabat
tinggi yang selama ini dielu-elukan karena “prestasi pembangunan” digiring
keluar dengan rompi oranye. Di balik meja kerjanya yang mewah, ditemukan bukti
suap ratusan miliar, lengkap dengan daftar nama yang ikut menikmati remah-remah
kekuasaan. Aroma parfum mahal bercampur dengan bau busuk pengkhianatan.
Yang membuat geger bukan hanya jumlah uang yang
disita, tapi ekspresi sang pejabat saat keluar dari gedung: tersenyum. Senyum
yang tidak tahu malu, seolah sedang menerima penghargaan, bukan digiring ke
tahanan. Kamera menyorot wajahnya, dan dalam hitungan menit, media sosial
meledak. “Senyum setan,” tulis netizen. “Mungkin dia pikir ini audisi
sinetron,” Warganet tak lagi marah,
mereka muak.
Di ruang tahanan, ia duduk tenang, masih dengan senyum tipis. “Saya hanya menjalankan sistem,” katanya pada wartawan. Ironisnya, sistem yang ia maksud adalah sistem amplop, sistem bisik-bisik, sistem tutup mata. Di luar, rakyat masih antre beras subsidi. Tapi di dalam, senyum itu tetap abadi seperti noda yang tak bisa dicuci dari wajah kekuasaan.
Bagu, Lombok Tengah, 27 Agustus 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar