Jumat, 11 Juli 2025

Pentigraf : Dentuman, Warung Kopi di Tengah Candaria


 

Oleh : Hariyanto

 

Warung kopi Pak Ridwan mendadak jadi tempat sidang rakyat. Para bapak duduk melingkar, membahas tragedi hajatan minggu lalu: satu jendela rumah pecah, satu ayam mati mendadak, seorang kakek tertimpa genteng tepat  di kepalanya. Semua gara-gara sound horeg yang disebut warga sebagai "kilat dalam bentuk speaker". “Itu bukan hiburan, itu senjata sonik!” seru Bang Ujang sambil menyeruput kopi hitam, tak sadar ampasnya nyaris masuk hidung.

 

Pakde Warto menimpali, “Kalau dulu hajatan cuma bikin telinga berdenging, sekarang bikin genteng ikut joget!” Gelak tawa pecah. Bahkan bocah-bocah yang mengintip dari luar ikut tertawa saat Pak Ridwan cerita pelanggan kehilangan gigi palsu gara-gara getaran  sound horeg.

 

Namun tiba-tiba sebuah peristiwa terjadi saat bersamaa tawa mereda. Gelas-gelas di atas meja mulai bergoyang. Kopi tumpah, kursi bergeser sendiri. Wajah-wajah panik berhamburan keluar warung pak Ridwan. Bang Ujang teriak, “Sound horeg balik lagi!” Orang-orang pun pada berlarian keluar rumah, sambil berteriak kepanikan. Lama mereka baru menyadari, setelah terduduk lemas di tepi jalan bahwa telah terjadi gempa yang cukup keras. 

Senin, 07 Juli 2025

Pentigraf : Nama Ayah dan Warisan yang Tak Kuhendaki

 


Oleh: Hariyanto

 

Sejak kecil, aku selalu bangga saat teman-temanku tahu ayahku seorang polisi. Di foto-foto lama, ia tampak gagah berseragam, menggendongku di depan rumah. Ibu sering bercerita bahwa ayah adalah orang yang tegas tapi penyayang. Tapi semua berubah saat aku berusia sepuluh tahun. Ayah menghilang. Ibu hanya bilang, “Ayahmu sedang menjalani hukuman.” Aku tak mengerti.

 

Saat remaja, aku mulai mencari tahu. Internet menyimpan lebih banyak kebenaran daripada yang ibu pernah ceritakan. Ayah bukan polisi. Ia hanya pria yang menyamar, menipu banyak orang termasuk ibu. Ia menikahi ibu dengan nama palsu, seragam palsu, dan janji-janji yang tak pernah nyata. Ibu tak pernah menikah lagi. Ia terlalu malu, terlalu hancur.

 

Kini aku dewasa. Di KTP-ku, kolom “ayah” tetap terisi namanya. Tapi setiap kali kutatap nama itu, aku tak tahu harus merasa apa. Marah? Malu? Atau kasihan? Yang kutahu, aku lahir dari kebohongan. Tapi aku bertekad hidup dengan kejujuran. Karena satu-satunya warisan yang kutolak adalah seragam yang tak pernah benar-benar ia miliki.

Minggu, 06 Juli 2025

Pentigraf : Bayiku Diambil


 

Oleh: Hariyanto

 

Aku melahirkan di klinik kecil di pinggir kota, sendirian. Tak ada suami, tak ada keluarga. Bidan Rasti menyambutku dengan senyum manis dan suara lembut. Tapi setelah rasa sakit itu reda, aku tak pernah melihat bayiku. “Maaf, bayimu tak selamat,” katanya singkat. Aku menangis, tapi tak diberi kesempatan memeluknya. Bahkan jenazahnya pun tak kutemukan. Hanya selembar surat kematian yang terasa dingin di tangan.

 

Aku mencoba melupakan, tapi mimpi buruk terus datang. Lalu aku bertemu seorang relawan LSM yang mendengarkan ceritaku. Ia bilang aku bukan satu-satunya. Ada banyak ibu muda lain yang mengalami hal serupa. Kami sedang menyelidikinya dan mencari bukti-bukti kuatnya. Menyusun potongan-potongan kasus yang selama ini tersembunyi di balik senyum manis Bidan Rasti.

 

Sampai suatu hari, kami menemukan seorang bayi di kota lain. Wajahnya… seperti cermin kecil dari wajahku. Tes DNA membuktikan: dia anakku. Bidan Rasti ditangkap. Di pengadilan, ia hanya menatapku dan berkata, “Kau bahkan tak tahu cara merawatnya. Aku memberinya kehidupan  yang lebih baik padanya .” Tapi bagiku,….itu pencurian.

Sabtu, 05 Juli 2025

Pentigraf : Ijazah Palsu yang Ditahu Isteri

 


Oleh: Hariyanto

 

Damar bekerja di perusahaan negara dengan gaji besar dan fasilitas lengkap. Ia dihormati, dan dianggap cerdas, karenanya  sering diundang memberi pelatihan. Padahal, ijazah sarjana teknik yang ia gunakan saat melamar kerja dulu palsu. Tapi siapa peduli? Semua terlihat sempurna. Istrinya, Livia, hidup glamor: tas bermerek, pesta sosialita, dan liburan ke luar negeri. Semua bisa diwujudkan dengan karirnya tersebut.

 

Setiap kali audit datang, Damar sering was-was dan  cemas. Tapi anehnya  ia selalu lolos. Ia paling berani menyuap petugas, memanipulasi data,.  Sebagai penenang diri Ia  sering, mengucapkan  kalimat “Yang penting aku bekerja sungguh-sungguh.” Livia selalu tampak bahagia dan  menikmati kemewahan tanpa banyak  tanya.  Ada senyuman yang tersembunyi dibalik  gaya hidup mewah yang sering memamerkan berlian baru dan tas brandednya.

Suatu pagi, beredar kabar menghebohkan  Damar ditangkap. Bukan karena ijazah palsu, tapi karena pencucian uang dan korupsi proyek. Semua bukti mengarah padanya. Di ruang tahanan, Livia datang, tersenyum dingin. “Maafkan Aku  Mas, Aku tahu ijazahmu palsu sejak awal. Tapi aku butuh pijakan sebelum dirimu jatuh.” Damar tidak percaya dengan omongan isterinya dan ia terlambat menyadari. Sejak itu Livina tidak pernah mengunjunginya lagi.

 

Jumat, 04 Juli 2025

Pentigraf : Langkah Akhir Amira

 

Oleh: Hariyanto

 

Dua wanita muda berhijab melangkah tenang di lorong kedatangan Bandara Soekarno-Hatta. Amira dan Salwa, sahabat sejak kuliah, baru saja kembali dari Malaysia. Penampilan mereka rapi, senyum mereka ramah, tak ada yang mencurigakan. Namun, petugas bea cukai yang jeli melihat gelagat aneh saat mereka melewati pemeriksaan. Setelah pemeriksaan menyeluruh, ditemukan paket kecil narkoba tersembunyi di bagian paling sensitif tubuh mereka. Seketika suasana berubah. Amira gemetar, Salwa menangis tertahan.

 

Di ruang interogasi, cerita mereka mengalir seperti luka yang dibuka paksa. Amira, seorang ibu tunggal, berjuang sendirian membiayai pengobatan anaknya yang mengidap leukemia stadium lanjut. Salwa, yang tak tahan melihat penderitaan sahabatnya, memutuskan ikut dalam rencana gila itu. Mereka dijanjikan uang cukup untuk menutup seluruh biaya rumah sakit. Hanya satu kali perjalanan, kata si perekrut. Mereka tahu ini salah, tapi keputusasaan telah membutakan padangannya.

 

Saat penyidik menyampaikan kabar bahwa anak Amira meninggal dunia dua hari sebelum mereka tiba, tubuh Amira ambruk. Ia menjerit, memanggil nama anaknya, seolah berharap waktu bisa diputar kembali. Salwa memeluknya, menangis bersamanya. Mereka tak sempat menyelamatkan nyawa yang ingin mereka perjuangkan. Kini, yang tersisa hanyalah penyesalan dan jeruji besi yang menanti.

 

Bagu Loteng, 4 Juli 2025

Rabu, 02 Juli 2025

LATIHAN (MENULIS) PENTIGRAF



 Oleh ; Hariyanto 

           Tulisan ini terinspirasi dari tulisan  Bunda Daswatia di Grup RVL Selasa 1 Juli 2025,  yang menuturkan bahwa tugas penulis pentigraf adalah menyajikan fakta yang sudah diolah menjadi fakta baru, yaitu fakta imajinasi. Fakta baru ini memungkinkan untuk dikembangkan menjadi banyak tulisan dengan formula “matematika” yaitu menggunakan variable, dan mengubah variabelnya sehingga memungkinkan menghasilkan berbagai variable. Dengan contoh tulisan bertokoh Bu  Endang menjadi Tukang  Penambal Ban dengan tema sama kebohongan Ijazah.

Intinya “ Jika variable Bu Endang itu saya substitusikan dengan variable lain , maka saya akan menghasilkan pentigraf sebanyak variable yang saya inginkan.” Demikian tulisnya. Beliau mengaku sudah mencoba dan sukses.

Karena itu saya pun mencoba menerapkannya dan saya sebut sebagai Latihan (menulis) pentigraf.

Berikut penjelasannya .

 

Sampai saat ini saya belum menemukan buku panduan khusus  berlatih menulis pentigraf,  kecuali pedoman yang ditulis Tengsoe Tjahjono  “Berumah dalam Sastra 3’ dan “Meneroka Dapur Pentigraf.” Mungkin pembaca sudah ada yang menemukan ? Kedua buku itu ditulisa saling melengkapi, selain untuk mengenal teori sastra, juga pentigraf disajikan banyak contoh di dalamnya. Pertanyaan selanjutnya apakah kita cukup dengan membaca kedua buku lalu membuat kita piawai menulis pentigraf ? Jawabannya pasti berbeda-beda.

Ada yang belum pernah sama sekali, membaca kedua buku tersebut, nyatanya bisa menulis dengan baik, ada pula yang sudah membacanya menjadikannya lebih baik. Tetapi satu hal yang pasti adalah berlatih menulis pentigraf adalah jalan keluar paling baiknya.  Hal ini sering disampaikan oleh Tengsoe dalam berbabagai kesempatan pelatihan zoom. Berlatih dan berlatih.

Bahan tulisan sudah ada, yaitu berbagai fakta di sekitar kita, beberapa periristiwa viral, mencekam dan dramatis selalu ada setiap hari. Ada di media sosial dan kehidupan sehari-hari. Semua tersedia, dan adakah yang meragukan keberadaannya ? Selangkah lagi mengolah dengan ketrampilan bahasa dibalut pengalaman hidup, dijadikan fakta imajinasi dan disusun dalam 3 paragraf. Begitu sederhananya jalan kepenulisan sebuah pentigraf itu terjadi. 

Masih ragu menulis dan belum juga memahami sepenuhnya. Melalui grup RVL  banyak pentigrafis (= (=Sebutan penulis pentigraf) selalu bersedia memberi  solusi. Bunda Daswatia salah satunya, dapat dikatakan berkarya menulis pentigraf  setiap hari dan selalu bisa kita baca bersama. Beliau juga sering tanpa diminta menjelaskan berbagai formulanya. Bunda Astuti termasuk duo pang yang tak kalah produktifnya, mereka semua bisa menulis pentigraf sehari lebih dari 1, bahkan dalam grup latihan tak jarang 4 sampai 5 karya bisa muncul.  Dan satu catatan disini, mereka selalu berlatih dan berlatih.

Apakah ada buku panduan praktisnya? Sama seperti kegiatan menulis lainnya, penduan menulis umumnya sama, walau tujuannya berbeda, misal menulis cerpen,novel,puisi,berita dll. Dan pedoman umum ini banyak ditulis oleh founder kita Moch Khoiri dengan berbagai buku antara lain SOS ( Sopo Ora SIbuk) tetap saja harus banyak berlatih kunci untuk menjadi penulis handal termasuk pentigraf . Pesan baiknya di buku SOS antara lain :

Bagaimanapun menulis di tahap awal selalu sulit. Percayalah jika dilatih secara terus menerus akan menjadi sempurna. Niat menulis yang kuat menjadi energi dahsyat untuk melampaui rintangan dan tantangan dengan gemilang. Buku ini banyak memberikan inspirasi yang tak pernah basi. Segalanya berubah tatkala Anda berubah. Tetap semangat, jangan terlena. Menulis itu berbagi. Berbagi itu beramal jariyah. Amal jariyah ilmu tiada putus. Buku ini juga memberikan penguat, berkaryalah dengan sepenuh hati. Jangan terlalu terikat dengan aturan menulis. Mulailah menulis, biarkan mengalir sampai jauh.

Bagaimana bisa menangkap ide fakta dan sekaligus menulisnya dengan kritis dalam bentuk pentigraf ? Bagaimana model latihannya. Sebenarnya ini berdasarkan pengalaman, dan atau bahkan saya sempat membaca tulisan Bunda Daswatia di grup ini tentang kisah belajar menulisnya pada Abah Khoiri founder grup kita, Bagaiamana membuat tulisan kita semakin tajam, dan bagaimana model latihannya. Saya bocorkan rahasianya disini.

1)  Langkah pertama, buatlah satu tema tertentu dan satu topik tertentu pada tulisan pentigraf.

2)    Langkah kedua, dari pentigraf pertama, pikirkannya beberapa tokoh yang terlibat di dalamnya, termasuk badan atau pun hal pengaruh lainnya yang ada di cerita tersebut.

3)     Langkah ketiga, dari jumlah yang ditemukan di langkah 2 tersebut, jadikan sejumlah pentigrafnya. Jadi misalkan menemukan 4 tokoh atau termasuk Lembaga maka buatkan 4 pentigrafnya. Buatkan pentigraf dari sudat pandang masing-masing tokoh tersebut.Hasilnya …..? Nanti akan kita temukan tulisan  mirip ceritanya tapi akan tetap dikenali perbedaannya karena perbedaan sudut pandang.

4)      Langkah 2 dan 3 di atas bisa disederhanakan menjadi 2 jika ingin simple yaitu cerita dari sudat pandang orang 1 dan orang ke 2. Maka mulai sekarang berpikirlah jika menulis satu pentigraf, pikirkanlah satu lagi dari sudut pandang ke 2, sehingga minimal ada 2 pentigraf.

5)  Segeralah mencoba dan setelah sering berlatih insyaAllah akan menemukan ketrampilan yang menyenangkan, yaitu kemudahan mengolah pentigraf dari berbagai sudut pandang

Ini adalah resep yang mungkin tidak tertulis di buku pedoman berlatih pentigraf, tapi percayalah  sudah dilakukan oleh pentigrafis yang selalu belajar dan belajar, berlatih dan berlatih.

 

Berikut materi pentigraf untuk Latihan:

Saya sajikan 1 judul , 1 tema dan 2 sudut pandang…..Tantangannya adalah buatlah satu atau lebuh lagi dari sudut pandang yang berbeda. 

 


Pentigraf Latihan :

Judul ;  Mimbar Terlarang

Tema  : Keadilan

Penti yang sudah dibuat dari 2 sudut pandang : Pengurus Masjid dan Aparat.

Tugas buatlah 1 atau lebih dari sudut pandang yang berbeda…

Ada alternatif jawaban sudut pandang yang bisa dibuat

1.       Dari sudut pandang Pengurus masjid

2.       Dari sudut pandang Perusahaan

3.       Dari sudut pandang jamaah

 

SELAMAT MENCOBA.

SEMOGA BERMANFAAT. AAMIIN.

 

Bagu, Lombok Tengah, 3 Juli 2025.

 

LAMPIRAN  TUGAS;

 

1.       Sudut pandang Ustadz

 

Mimbar Terlarang

Karya: Hariyanto

 Aku berdiri di mimbar itu bukan untuk mencari musuh, tapi untuk menyampaikan amanah. Ayat-ayat tentang keadilan dan tanggung jawab manusia atas bumi bukan sekadar bacaanitu peringatan. Maka aku bicara tentang tambang, tentang tanah yang digadai demi keuntungan segelintir orang, tentang rakyat yang kehilangan hak atas air dan udara. Aku tahu risikonya. Tapi diam adalah pengkhianatan.

 

Ketika mereka datang malam itu, aku sudah siap. Tak ada perlawanan, hanya doa dalam hati agar kebenaran tetap hidup. Di ruang tahanan, aku mendengar kabar: ceramahku menyebar, anak-anak muda mulai bertanya, masyarakat mulai bersuara. Aku tersenyum. Ternyata, mimbar yang mereka larang justru membuka lebih banyak ruang untuk suara-suara lain tumbuh.

 

Kini aku berceramah di teras rumah, di sawah, di warung kopi. Tak ada pengeras suara, tapi ada telinga yang lebih terbuka. Aku tak menyesal. Karena aku percaya, selama bumi masih berputar dan langit masih bersaksi, kebenaran akan selalu menemukan jalannya meski harus melewati jalan terjal.


2.       Sudut Pandang Aparat

 

Mimbar Terlarang

Karya: Hariyanto

 

Aku berdiri di barisan belakang masjid saat Ustadz Rahman berceramah. Bukan karena ingin mendengar, tapi karena tugasku memantau. Ia bicara tentang tambang, tentang kerakusan, tentang keadilan yang dibungkam. Kata-katanya tajam, tapi tak ada kebencian, hanya kejujuran yang menyakitkan. Aku tahu atasan tak akan suka. Dan benar saja, malam itu perintah turun: tangkap dia, segera.

 

Aku ikut dalam tim penjemputan. Ustadz Rahman tak melawan. Ia hanya tersenyum dan berkata, “Saya sudah tahu ini akan datang.” Di dalam mobil, suasana hening. Aku ingin bertanya, ingin bilang bahwa aku hanya menjalankan tugas. Tapi entah kenapa, rasanya seperti mengkhianati sesuatu yang lebih besar dari perintah.

 

Beberapa minggu kemudian, ceramahnya viral. Nama Ustadz Rahman jadi simbol perlawanan. Dan aku, yang dulu merasa netral, mulai merasa bersalah. Aku lihat warga mulai bergerak, mahasiswa turun ke jalan, dan bahkan beberapa rekan mulai mempertanyakan perintah. Di dalam diam, aku tahu: kadang, menjaga ketertiban bukan berarti menegakkan keadilan.

 


Pentigraf : Mimbar Terlarang




 Oleh : Hariyanto

Aku berdiri di mimbar itu bukan untuk mencari musuh, tapi untuk menyampaikan amanah. Ayat-ayat tentang keadilan dan tanggung jawab manusia atas bumi bukan sekadar bacaanitu peringatan. Maka aku bicara tentang tambang, tentang tanah yang digadai demi keuntungan segelintir orang, tentang rakyat yang kehilangan hak atas air dan udara. Aku tahu risikonya. Tapi diam adalah pengkhianatan.

 

Ketika mereka datang malam itu, aku sudah siap. Tak ada perlawanan, hanya doa dalam hati agar kebenaran tetap hidup. Di ruang tahanan, aku mendengar kabar: ceramahku menyebar, anak-anak muda mulai bertanya, masyarakat mulai bersuara. Aku tersenyum. Ternyata, mimbar yang mereka larang justru membuka lebih banyak ruang untuk suara-suara lain tumbuh.

 

Kini aku berceramah di teras rumah, di sawah, di warung kopi. Tak ada pengeras suara, tapi ada telinga yang lebih terbuka. Aku tak menyesal. Karena aku percaya, selama bumi masih berputar dan langit masih bersaksi, kebenaran akan selalu menemukan jalannya meski harus melewati jalan terjal.

Bagu Loteng, 2 Juli 2025

Selasa, 01 Juli 2025

Pentigraf : Pengantar Tanpa Nama



Oleh: Hariyanto

 

Hujan sejak pagi, dan banjir melumpuhkan beberapa  jalanan. Beberapa kendaraan mogok karena tak mampu melewati genangan air.  Pak Rafi, seorang guru tua yang bersikeras datang ke rapat penting, berdiri resah di pinggir jalan. Motornya ikut mogok,. Dia berusaha minta tolong, namun beberapa pengenadara motor lewat begitu saja. Ia memejamkan mata sejenak, sambil menahan dingin bertanya dalam hati apakah semua perjuangan ini ada artinya.

 

Tiba-tiba, sebuah motor tua berhenti. Tanpa banyak bicara, pengendara muda bertubuh kurus itu menawarkan tumpangan. Wajahnya samar di balik helm dan hujan. Ia hanya berkata bahwa siap mengurus motornya dan mengantar dulu sebelum kembali. Pak Rafi naik, masih bingung mengapa orang asing itu begitu rela menolongnya, padahal sedari tadi berusaha minta pertolong pengendara lain tidak pernah berhasil. Sepanjang jalan, mereka nyaris diam. Hanya suara mesin dan guyuran hujan yang mendominasi.

 

Begitu tiba di kantor dinas, si pengendara membuka helmnya. Wajah itu muncul seperti teka-teki yang tiba-tiba terpecahkan. Damar, siswa yang dulu selalu melawan aturan, tersenyum dengan mata berkaca. “Pak, motor Bapak saya kenali dari platnya. Saya selalu ingat Bapak pernah bilang: hidup harus punya manfaat.” Di tengah derasnya hujan, Pak Rafi sadar hari itu, ia tidak hanya menumpang motor, tapi menumpang takdir baik yang tak pernah ia sangka.


Bagu Loteng, 1 Juli 2025