Tentangan menulis antologi bertema
Menggerakkan Literasi Mencerdaskan Generasi saya buka selamat satu bulan full
di bulan Mei.
Tantangan menulis Antologi kali ini adalah tantangan bergengsi. Ada
dua misi sekaligus yang diemban penulisnya, pertama membawa nama sekolah, kedua
misi mulia telah menggerakkan literasi sekolah dan mencerdaskan generasi. Saya
menemukan banyak hal luar biasa dalam kegiatan ini. Mereka yang mampu menjawab
tantangan sekitar 25 guru, selebihnya masih proses yang diragukan finalnya
karena belum mampu menghalau “sibuk.”
Untuk menuliskan masalah literasi sekolah,
memang harus ada kesamaan konsep dasar dari masalahnya yaitu minat baca yang kurang .Konsep sesuai temuan
survey PISA. Konsep ini harus dipahami
sama, bahwa negeri kita menghadapi namanya “krisis literasi.” Literasi apa saja, tetapi yang paling mendasar literasi ini adalah literasi baca tulis.
Tidak heran kiranya saat ini kurikulum saat ini mengarah adanya pelaksanaan AKM ( Assesmen Kompetensi
Minimal) di setiap sekolah. Terdapat dua kompetensi
mendasar yang diukur AKM: literasi membaca dan literasi matematika (numerasi).
Baik pada literasi membaca dan numerasi, kompetensi yang dinilai mencakup
keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan
konsep serta pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah serta
mengolah informasi.
Literasi membaca didefinisikan
sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan
berbagai jenis teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas individu sebagai
warga Indonesia dan warga dunia dan untuk dapat berkontribusi secara produktif
kepada masyarakat.
Numerasi adalah kemampuan
berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk
menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan
Dari sini kita bisa memahami konsep
dasar literasi membaca, yang bertujuan akhir mengembangkan kapasitas individu
agar berkontribusi positip kepada masyarakatnya. Ini artinya jika literasi
sukses maka masyarakat sukses. Luar biasa kan !
Logika berpikir demikian harus
dipahami oleh para pegiat literasi yang termasuk guru, Kepala Sekolah, Aktivis
pendidik, dan para keluarga yaitu orangtua dari siswa.
Apakah gerakan literasi sekolah
ini sebuah impian ?
Ibu Emi Sudarwati guru
dari SMP di Bojonegoro perah inobel bidang SORAK (Seni, Olah
Raga, Agama, bimbingan Konseling dan Muatan Lokal) pada tahun 2015 dan menjawab
semuanya bahwa literasi sekolah bukan mimpi. Literasi itu hidup dan harus
dibangun dengan sepenuh hati, secara terus menerus
dan sambil memasukkan nilai-nilai karakter baik untuk kehidupan di abad ini.
Beliau sudah membuktikan mampu menulis ratusan buku bersama siswa-siswanya.
Jangan ragu memajukan
literasi sekolah. Banyak ide yang bisa dibangun mengawali gerakan literasi
sekolah. Bisa melalui gerakan literasi kelas (GLK) bisa dari kepeloporan Kepala
Sekolah untuk memulainya bisa dengan menggabungkan menghafal kitab suci, bisa
dengan kegiatan membaca 30 menit setiap hari, mengapresiasi karya guru dan
siswa, dan jalan lainnya.
Setidaknya buku nantinya menggambarkan
hasil kegiatan Literasi Sekolah yang telah dialami oleh beberapa sekolah. Misi
utamanya adalah pembelajaran sepanjang hayat. Karena ini praktek Pendidikan
Sepanjang Hayat. Kelasnya ada dimana saja, waktunya kapan saja, targetnya
semampunya, tujuannya sesuai kebutuhannya. Penilaiannya harus mampu menilai
dirinya sendiri. Jika ujian di sekolah suka ngintip pekerjaan teman, kan tidak
mungkin dirumah dilakukan. Begitu menilai dirinya dengan standart baik maka
hasilnya akan baik. Itulah sejatinya Pendidikan Sepanjang Hayat, sedangkan
literasi yang sadar membaca dan menulis secara mandiri adalah roh dari
penididikan itu. Long Life Education.
Salam Literasi
Blitar, 6 Mei 2021
hariyanto
Betul sekali... Master Haryanto. Dengan berbagi pengalaman dari guru2 tentang literasi di sekolah. Kita banyak ilmu pengetahuan yg keren...
BalasHapusBanyak cara untuk meningkatkan kemampuan literasi. Ini adalah langkah nyata memulai dari sebuah buku. Mantap Pak Hariyanto.
BalasHapus