Oleh ; Hariyanto
Sampai saat ini saya belum menemukan buku panduan khusus berlatih menulis pentigraf, kecuali pedoman yang ditulis Tengsoe Tjahjono “Berumah dalam Sastra 3’ dan “Meneroka Dapur Pentigraf.” Mungkin pembaca sudah ada yang menemukan ? Kedua buku itu ditulisa saling melengkapi, selain untuk mengenal teori sastra, juga pentigraf disajikan banyak contoh di dalamnya. Pertanyaan selanjutnya apakah kita cukup dengan membaca kedua buku lalu membuat kita piawai menulis pentigraf ? Jawabannya pasti berbeda-beda.
Ada yang belum pernah sama sekali, membaca kedua buku tersebut, nyatanya bisa menulis dengan baik, ada pula yang sudah membacanya menjadikannya lebih baik. Tetapi satu hal yang pasti adalah berlatih menulis pentigraf adalah jalan keluar paling baiknya. Hal ini sering disampaikan oleh Tengsoe dalam berbabagai kesempatan pelatihan zoom. Berlatih dan berlatih.
Bahan tulisan sudah ada, yaitu berbagai fakta di sekitar kita, beberapa periristiwa viral, mencekam dan dramatis selalu ada setiap hari. Ada di media sosial dan kehidupan sehari-hari. Semua tersedia, dan adakah yang meragukan keberadaannya ? Selangkah lagi mengolah dengan ketrampilan bahasa dibalut pengalaman hidup, dijadikan fakta imajinasi dan disusun dalam 3 paragraf. Begitu sederhananya jalan kepenulisan sebuah pentigraf itu terjadi.
Masih ragu menulis dan belum juga memahami sepenuhnya. Melalui grup RVL banyak pentigrafis (= (=Sebutan penulis pentigraf) selalu bersedia memberi solusi. Bunda Daswatia salah satunya, dapat dikatakan berkarya menulis pentigraf setiap hari dan selalu bisa kit abaca Bersama. Beliau juga sering tanpa diminta menjelaskan berbagai formulanya. Bunda Astuti terasuk duo pang yang tak kalah produktifnya, mereka semua bisa menulis pentigraf sehari lebih dari 1, bahkan dalam grup Latihan tak jarang 4sampai 5 karya bisa muncul. Dan satu catatan disini, mereka selalu berlatih dan berlatih.
Apakah ada buku panduan praktisnya? Sama seperti kegiatan menulis lainnya, penduan menulis umumnya sama, walau tujuannya berbeda, misal menulis cerpen,novel,puisi,berita dll. Dan pedoman umum ini banyak ditulis oleh founder kita Moch Khoiri dengan berbagai buku antara lain SOS ( Sopo Ora SIbuk) tetap saja harus banyak berlatih kunci untuk menjadi penulis handal termasuk pentigraf . Pesan baiknya di buku SOS antara lain :
Bagaimanapun menulis di tahap awal selalu sulit. Percayalah jika dilatih secara terus menerus akan menjadi sempurna. Niat menulis yang kuat menjadi energi dahsyat untuk melampaui rintangan dan tantangan dengan gemilang. Buku ini banyak memberikan inspirasi yang tak pernah basi. Segalanya berubah tatkala Anda berubah. Tetap semangat, jangan terlena. Menulis itu berbagi. Berbagi itu beramal jariyah. Amal jariyah ilmu tiada putus. Buku ini juga memberikan penguat, berkaryalah dengan sepenuh hati. Jangan terlalu terikat dengan aturan menulis. Mulailah menulis, biarkan mengalir sampai jauh.
Bagaimana bisa menangkap ide fakta dan sekaligus menulisnya dengan kritis dalam bentuk pentigraf ? Bagaimana model latihannya. Sebenarnya ini berdasarkan pengalaman, dan atau bahkan saya sempat membaca tulisan Bunda Daswatia di grup ini tentang kisah belajar menulisnya pada Abah Khoiri founder gruo kita, Bagaiamana membuat tulisan kita semakin tajam, dan bagaimana model latihannya. Saya bocorkan rahasianya disini.
1) Langkah pertama, buatlah satu tema tertentu dan satu topik tertentu pada Tulisa pentigraf.
2) Langkah kedua, dari pentigraf pertama, pikirkannya beberapa tokoh yang terlibat di dalamnya, termasuk badan atau pun hal pengaruh lainnya yang ada di cerita tersebut.
3) Langkah ketiga, dari jumlah yang ditemukan di Langkah 2 tersebut, jadikan sejumlah pentigrafnya. Jadi misalkan menemukan 4 tokoh atau termasuk Lembaga maka buatkan 4 pentigrafnya. Buatkan pentigraf dari sudat pandang masing-masing tokoh tersebut.Hasilnya …..? Nanti akan kita temukan tulisan mirip ceritanya tapi akan tetap dikenali perbedaannya karena perbedaan sudut pandang.
4) Langkah 2 dan 3 di atas bisa disederhanakan menjadi 2 jika ingin simple yaitu certita dari sudat pandang orang 1 dan orang ke 2.
5) Segeralah mencoba dan setelah sering berlatih insyaAllah akan menemukan ketrampilam yang menyenangkan, yaitu kemudahan mengolah pentigraf dari berbagai sudut pandang
Ini adalah resep yang mungkin tidak tertulis di buku pedoman berlatih pentigraf, tapi percayalah sudah dilakukan oleh pentigrafis yang selalu belajar dan belajar, berlatih dan berlatih.
Berikut materi pentigraf untuk Latihan:
Saya sajikan 1 judul , 1 tema dan 2 sudut pandang…..Tantangannya adalah buatlah satu atau lebuh lagi dari sudut pandang yang berbeda.
Pentigraf Latihan :
Judul ; Mimbar Terlarang
Tema : Keadilan
Penti yang sudah dibuat dari 2 sudut pandang : Pengurus Masjid dan Aparat.
Tugas buatlah 1 atau lebih dari sudut pandang yang berbeda…
Ada alternatif jawaban sudut pandang yang bisa dibuat
1. Dari sudut pandang Ustadz
2. Dari sudut pandang Perusahaan
3. Dari sudut pandang jamaah
SELAMAT MENCOBA.
SEMOGA BERMANFAAT. AAMIIN.
Bagu, Lombok Tengah, 2 Juli 2025.
LAMPIRAN TUGAS;
1. Sudut pandang Pengurus masjid
Mimbar Terlarang
Karya: Hariyanto
Aku yang dulu mengundang Ustadz Rahman ke masjid kami. Ceramahnya selalu penuh makna, jamaah makin ramai, dan suasana masjid hidup kembali. Tapi hari itu, saat ia bicara tentang tambang dan keadilan, aku tahu kami sedang melangkah di tanah yang retak. Ia menyebut nama-nama besar, menyentil kekuasaan, dan aku bisa merasakan udara di dalam masjid berubah tegang.
Keesokan harinya, telepon dari pejabat datang. Nada mereka halus, tapi jelas: “Jangan undang dia lagi.” Lalu aparat datang, dan Ustadz Rahman dibawa pergi. Aku merasa seperti pengecut saat menghapus namanya dari daftar penceramah. Beberapa jamaah bertanya, tapi aku hanya menjawab, bahwa kita cari yang lebih aman. Dalam hati, aku tahu itu bukan jawaban, tapi pelarian.
Kini, ceramahnya tersebar di mana-mana. Masjid kami kembali sepi, bukan karena tak ada penceramah, tapi karena tak ada keberanian. Dan aku, yang dulu merasa menjaga ketertiban, mulai sadar bahwa aku telah mengorbankan kebenaran demi kenyamanan. Mungkin mimbar itu memang terlarang bagi suara jujur tapi justru karena itulah, suaranya tak pernah benar-benar hilang.
2. Sudut Pandang Aparat
Mimbar Terlarang
Karya: Hariyanto
Aku berdiri di barisan belakang masjid saat Ustadz Rahman berceramah. Bukan karena ingin mendengar, tapi karena tugasku memantau. Ia bicara tentang tambang, tentang kerakusan, tentang keadilan yang dibungkam. Kata-katanya tajam, tapi tak ada kebencian, hanya kejujuran yang menyakitkan. Aku tahu atasan tak akan suka. Dan benar saja, malam itu perintah turun: tangkap dia, segera.
Aku ikut dalam tim penjemputan. Ustadz Rahman tak melawan. Ia hanya tersenyum dan berkata, “Saya sudah tahu ini akan datang.” Di dalam mobil, suasana hening. Aku ingin bertanya, ingin bilang bahwa aku hanya menjalankan tugas. Tapi entah kenapa, rasanya seperti mengkhianati sesuatu yang lebih besar dari perintah.
Beberapa minggu kemudian, ceramahnya viral. Nama Ustadz Rahman jadi simbol perlawanan. Dan aku, yang dulu merasa netral, mulai merasa bersalah. Aku lihat warga mulai bergerak, mahasiswa turun ke jalan, dan bahkan beberapa rekan mulai mempertanyakan perintah. Di dalam diam, aku tahu: kadang, menjaga ketertiban bukan berarti menegakkan keadilan.