Minggu, 30 Juni 2024

Seni Menulis Pentigraf, Mengubah Fakta Menjadi Cerita “UNIK”




 Oleh: Hariyanto

Proyek menulis pentigraf di KPI ( Kampung Pentigraf Indonesia) menjadikan saya senang menulis cerpen 3 paragraf. Namun untuk mencatatkan diri sebagai yang terpilih dalam buku antologinya tidak mudah. Setidaknya pada tahun 2022 di proyek akhir tahun dengan tema pentigraf ruang saya belum berhasil lolos. Pada pengumuman 10 Januari 2023, karya saya tertanggal 27 September 2022 belum lolos. Itu artinya saya harus belajar lebih cermat lagi. Ada beberapa hal yang bisa menjadikan karya pentigraf tidak lolos kurasi. Tengsoe Tjahjono sang penemu pentigraf menyebutkan antara lain :

 

1. Pada umumnya karya pentigraf sudah bagus karena:

a. Sudah memenuhi format pentigraf.

       b. Materi 'ruang' sudah dihadirkan secara memadai sebagai latar konflik, sebagai pemicu lahirnya persoalan, dan sebagai bagian yang tidak bisa dipisahkan dari alur.

 

2. Terdapat pula pentigraf yang tidak berhasil sebagai karya sastra karena: a. Hanya bercerita (ada alur, tokoh, latar, dan tema) tetapi tidak mampu melukiskan/ menggambarkan/ mengekspresikan secara artistik/ estetik, b. Tidak ada konflik yang terungkap jelas, c. Tidak ada ketakterdugaan pada ending, dan d. Alur digarap secara datar, dan e. Persoalan yang diangkat masih sangat sederhana.

 

Semoga catatan ini bermanfaat untuk pembelajaran.

 

Terima ksh.

Salam 3 Jari



PENTIGRAF BUKAN SEKADAR CERITA


Pentigraf adalah karya sastra. Oleh karena itu bahan pentigraf bukan hanya cerita. Seorang pentigrafis tidak cukup bermodalkan alur, tokoh, latar, tema, dan sudut pandang saat menulis pentigraf. Jika hanya bermodalkan unsur-unsur itu dapat dipastikan pentigrafnya akan monoton dan membosankan.

Apa yang mesti dimiliki oleh seorang pentigrafis? Selain unsur-unsur narasi itu, seorang pentigrafis harus lihai mengemas, mengonstruksi, atau mengaransemen bahan-bahan itu.
Saya ambil contoh pentigraf Ken Agnibaya berikut ini.

KATAK YANG MEMECAHKAN TEMPURUNG


Ibarat katak dalam tempurung, begitulah aku selama ini. Kupuja suamiku seolah surgaku di telapak kakinya. Kulayani sepenuh hati saat pulang kerja, kusiapkan hidangan pagi pun kecupan mesra sebelum memulai harinya. Cukup sudah semesta bagiku menjadi ibu rumah tangga. Tak ingin aku bekerja demi menuruti pinta belahan jiwa.

Sayang disayang, hari ini semua berbeda. Di tengah malam buta aku ditelpon. Suamiku mengalami kecelakaan. Lukanya tak parah, lecet-lecet saja. Namun deritaku yang tak terkira karena ada perempuan lain bersamanya. Terungkap sudah. Aku sang katak memecah tempurungku, memelototi dunia.

Tanpa banyak berucap, kutinggalkan suamiku yang diam gagu. Tak ada pembelaan darinya karena semua terlalu nyata. Aku pulang ke rumah, kukemas barang sekenanya. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Kebahagiaanku masih bisa diselamatkan. "Mas, akhirnya kutemukan alasan cerai," suara telponku memecah derai tawa lelaki di seberang sana. Bujang abadi itu masih menungguku, setelah terpisahkan perjodohan bertahun-tahun lalu.

Kampung, November 2021.


Sebenarnya bahan pentigraf itu sederhana: seorang lelaki kecelakaan saat dengan perempuan lain yang tentu saja bukan istrinya. Berita seperti sering kita baca di medsos atau kita tonton di televisi.

Jika pentigraf disusun seperti cerita yang terbaca di medsos tentu tidak akan menarik sebagai sebuah karya sastra. Ken Agnibaya telah mengaransemennya sedemikian rupa. Paragraf pertama tentang istri yang berbakti kepada suami. Terkesan sebagai istri yang sangat baik. Paragraf kedua sang suami kecelakaan saat sedang dengan perempuan lain. Nah, yang menarik terletak di paragraf ketiga. Kecelakaan itu memuluskan jalan istri untuk bercerai, apalagi mantan pacar yang masih membujang setia menunggu. Akhir yang tak terduga.

Nah, beberapa pentigraf yang dikirim ke Proyek Pentigraf Ruang banyak yang hanya memiliki cerita namun lemah dalam mengemasnya. Karena itu betapa pentingnya kita untuk terus membaca karya pentigraf dari para pentigrafis lain. Dengan cara itu kita diam-diam belajar.

Selamat menunggu pengumuman Pentigraf Ruang malam ini.

Salam 3 Jari
Tengsoe Tjahjono

 

Nah belajar dari catatan itu saya mencoba merevisi karya saya yang tidak lolos, karena ada harapan dari Tengsoe Tjahjono bahwa karyanya boleh dikirim kembali setelah direvisi dan dikurasi ulang. Kesempatan emas inilah saya gunakan saat itu (Januari 2023) untuk merevisi ulang. Hasilnya adalah saya menghubungi seorang pentigrafis senior, berkonsultasi dan diskusi tentang beberapa kelemahan yang ada dan cara merubahnya. Jrenggg... jadilah karya saya dengan berbagai sentuhan. Saya berharap ketiga karya ini lolos semua mendampingi 100 pentigrafis yang sudah lolos sebelumnya. Semoga , aamiin.

 

Dan dalam tulisan kali ini dengan penuh rasa syukur saya memberitahukan bahwa semua karya saya revisi bisa lolos ketiga-tiganya, Ini hal yang luar biasa dan Sejarah dalam hidup saya karena biasanya dari 3 karya yang dikirim saya baru bisa lolos 1 atau 2 saja selama ini.

 

Kisah inilah yang ingin saya tuliskan ulang di sini agar bisa untuk pembelajaran, bahwa dalam kesempitan selalu ada peluang jika kita berusaha.  Semoga tulisan ini bisa menggugah calon pentigrafis di Grup Penulis RVL maupun di mana saja berada. Aamiin.

 

 

 

Berikut karya revisi saya  yang telah lolos ketiganya.

 

1.     Dari Sebuah Laci dan Parfum Istriku

 Oleh ; Hariyanto

 

Udara AC terasa lebih dingin dari biasanya. Badanku menggigil. Ini pertama kalinya aku memasuki ruangan serba kaca. Baru aku ketahui belakangan bahwa kaca itu tembus pandang dari sebuah sisinya. “ Bapak santai dulu di sini, jika ingin minum teh atau kopi panas ada di meja sudut. Kami akan tinggalkan Bapak untuk sementara waktu ....,” ucapan ramah itu sedikit menghangatkan suasana.

            “Ya Allah, kuatkanlah hatiku, sabarku, dan bebaskan dari segala kesulitan .” Seluruh ucapan dan doa sudah aku habiskan di ruangan penyidik KPK barusan. Ucapan-ucapan untuk menjelaskan kebenaran sambil melawan dinginnya udara ruangan.

            Kupakai baju orange dengan segunung malu dan sesal. Membiasakan diri dengan ruangan sempit dan kumuh. Panas tanpa AC seperti rumah dan kantorku dulu. Rekaman percakapan korupsi dana mega proyek di daerah tak lagi dapat kulawan. Kuakhiri catatan harianku malam ini tentang peristiwa sepuluh tahun lalu itu. Aku memandang langit-langit kamar sel, merindukan bau wangi parfum mahal istriku yang selalu dimintanya, yang membuatku melakukan semuanya.  Dia, tak pernah menjengukku sedari awal dulu, 10 tahun lamanya.

Blitar, 11 Januari 2023

 

2.     Sebuah Episode di Ruang Kelas 

Oleh : Hariyanto

    Sejarah pemberontakan Sudanco Supriyadi terhadap Jepang menggema di kelasku . Anak-anak memperhatikan dengan serius seolah ikut di dalamnya. “Peristiwa itu terjadi di sini anak-anak!” ucapku tegas dengan telunjuk tangan mengarah ke lantai kelas.

    Suasana kelas hening sejenak saat kuambil kapur di meja. Tiba-tiba kesenyapan itu terpecah., “ Tidaaaak, lariii....” teriak Jupri sambil tangannya menunjukkan ke atas. Ia pingsan.

      Di ruang UKS Jupri menceritakan melihat pasukan Jepang sedang mengejar pemberontak. Bunyi senapan dan mesiu Jepang membuatnya histeris. Kejadian hari ini adalah kesekian kalinya, di dalam kelas berbentuk bangsal rumah sakit, berplafon baja, berjendela kayu jati, dan berjeruji besi. Di atas pintu tertulis 'Dibangun pada tahun 1911’ dalam bahasa Belanda.

Blitar, 11 Januari 2023

--===o0o===--

 

3. Sesudut Senyum

Oleh : Hariyanto

 

        “Sumi, keputusanku sudah bulat!” kalimat-kalimatnya membuatku limbung dan hampir tak sadarkan diri. Talak adalah sebuah kata menyakitkan yang membuatku kehilangan harga diri. Aku ditalak tanpa kesalahan, hanya karena menikahi seorang gadis yang baru dikenalnya.

 

        Puluhan tahun setelah peristiwa itu, kuinjakkan lagi kaki ke lantai keramik yang kupilih dulu. Beberapa orang pelayat memandangiku dan bersalaman. Sebagian lainnya berbisik-bisik.  Aku berusaha sedikit tersenyum sekedar menunjukkan muka ramah. Ya, mereka tahu akulah ratu di rumah ini dulu.

 

        "Maafkan dia ya, Sum," ucap mantan kakak iparku sambil berurai air mata. Dia menyilahkanku duduk di samping jenazah yang tertutup kain putih. Aku diam. Masih tak kusangka ia mengakhiri hidupnya dengan gantung diri setelah ditinggalkan istri mudanya. Kisahnya tak seantik bisnis barang antik yang kami bangun bersama sebelum akhirnya ia membuangku. Kupandang jenazah itu dengan sedikit tersenyum. Senyum yang hanya Tuhan dan aku yang tahu maknanya.

 

Blitar, 11 Januari 2023

 

*) Artikel ini ditulis ulang pada 30 Juni 2023

 *)  Tiga karya pentigraf saya di atas adalah based on true story, tetapi sudah saya rubah menjadi narasi berkisah baru.