Selasa, 01 Juli 2025

Pentigraf : Pengantar Tanpa Nama



Oleh: Hariyanto

 

Hujan sejak pagi, dan banjir melumpuhkan beberapa  jalanan. Beberapa kendaraan mogok karena tak mampu melewati genangan air.  Pak Rafi, seorang guru tua yang bersikeras datang ke rapat penting, berdiri resah di pinggir jalan. Motornya ikut mogok,. Dia berusaha minta tolong, namun beberapa pengenadara motor lewat begitu saja. Ia memejamkan mata sejenak, sambil menahan dingin bertanya dalam hati apakah semua perjuangan ini ada artinya.

 

Tiba-tiba, sebuah motor tua berhenti. Tanpa banyak bicara, pengendara muda bertubuh kurus itu menawarkan tumpangan. Wajahnya samar di balik helm dan hujan. Ia hanya berkata bahwa siap mengurus motornya dan mengantar dulu sebelum kembali. Pak Rafi naik, masih bingung mengapa orang asing itu begitu rela menolongnya, padahal sedari tadi berusaha minta pertolong pengendara lain tidak pernah berhasil. Sepanjang jalan, mereka nyaris diam. Hanya suara mesin dan guyuran hujan yang mendominasi.

 

Begitu tiba di kantor dinas, si pengendara membuka helmnya. Wajah itu muncul seperti teka-teki yang tiba-tiba terpecahkan. Damar, siswa yang dulu selalu melawan aturan, tersenyum dengan mata berkaca. “Pak, motor Bapak saya kenali dari platnya. Saya selalu ingat Bapak pernah bilang: hidup harus punya manfaat.” Di tengah derasnya hujan, Pak Rafi sadar hari itu, ia tidak hanya menumpang motor, tapi menumpang takdir baik yang tak pernah ia sangka.


Bagu Loteng, 1 Juli 2025

Minggu, 22 Juni 2025

RESENSI BUKU : Berumah dalam Sastra 3 : Eksplorasi Sastra Mini di Era Kekinian

 


Oleh ' Drs. Hariyanto

Resensi Buku: 

Berumah dalam Sastra 3 : Eksplorasi Sastra Mini di Era Kekinian

Judul                                     Berumah dalam Sastra 3
Penulis                                  Tengsoe Tjahjono
Penerbit                               Tankali, Sidoarjo
Tahun Terbit                        2020
Jumlah Halaman                 135 halaman + viii


Buku Berumah dalam Sastra 3 memperkenalkan konsep sastra mini berbasis angka tiga, yaitu Pentigraf (cerpen tiga paragraf), Tatika (cerita tiga kalimat), Putiba (puisi tiga bait), dan Putibar (puisi tiga baris). Karya ini tidak hanya menawarkan bentuk sastra yang ringkas, tetapi juga relevan dengan kebutuhan generasi digital yang cenderung mengonsumsi konten singkat dan padat.

Struktur dan Isi Buku

Sesuai judulnya “Berumah dalam Sastra 3” penulis memilih gaya penulisan layaknya memasuki sebuah “rumah” dengan gambaran bagian rumah dari depan, pentu depan lalu bilik-biliknya. Selain itu gaya penulisan ini ditulis dengan mode pertanyaan pada setiap babnya dan ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang banyak muncul dari penulisan sastra 3 yang penulis maksudkan. Untuk lebih jelasnya kita masuki bagian demi bagian isi bukunya.

Buku ini terbagi menjadi lima bagian utama:

Bab 1 Pintu Depan

Dalam sub judul Pintu Masuk dijelaskan yang dimaksud sastra 3 adalah karya sastra yang memakai format 3 dalah hal ini ada 4 genre yaitu cerpen 3 paragraf, cerita 3 kalimat, puisi 3 bait dan puisi 3 baris. Dalam Sub bab Mengapa 3 dijelaskan tentang filosofi angka tiga dalam berbagai aspek kehidupan termasuk agama, mulai dari struktur sosial hingga tradisi linguistik dari adat Fakfak di Papua yaitu “Satu Tungku Tiga Batu”, sampai Batak di Sumatera yang memiliki karakter 3 warna hitam,putih , merah  lalu kalangan  Jawa dengan istilah angka khusus pada tiga sebutan , 25, 50 dan 60.  Tengsoe Tjahjono mengungkapkan bahwa angka tiga bukan sekadar bilangan, melainkan simbol yang hidup dalam kebudayaan.

 Dalam penjelasan mengenai mengapa sastra 3 antara ada alasan keringkasan bentuk sastra di zaman serba cepat ini dan menjawab kebutuhan penulis dan pembaca untuk menulis praktis dan membaca cepat.

 Masuk sub bab Tuang Tengah dengan pertanyaan Bagaimana proses menulis karya sastra penulis mengibaratkan seorang tukang kayu dalam berkarya, Menulis sastra menurutnya kepintaran mengolah bahan dari kehidupan ini dengan alat Bahasa menjadi karya unik dengan cara mengolah fakta realitas menjadi realitas baru yang sudah dibumbui imajinasi. Realitas baru itu disebut REALITAS IMAJINATIF.

Bab 2 Bilik Pentigraf

Setelah Panjang lebar mengupas bagaimana sebuah karya bernilai sastra, bagaimana seorang penulis mempersiapkan bahan dan mengolahnya dengan baik, maka kita memasuki bilik pentigraf..
Membahas pentigraf sebagai cerita pendek tiga paragraf memiliki aturan berikut :

Jumlah kata Maksimal 210 kata. Hanya boleh ada  satu kalimat langsung dalam setiap  paragraf. Memiliki plot twist yang mengejutkan atau ketakterdugaan.  Mengapa harus 210 kata, inilah mungkin sebagai ciri khas dari pentigraf versi Tengsoe disamping ciri utama genre short-short story atau sekelas falsh fiction yang mempunyai jumlah kata 250 – 1000kata. Ukuran  210 kata untuk pentigraf ini diharapkan tetap mengusung elemen narasi seperti alur, tokoh dan latar. Elemen tersebut hadir tidak berdiri sendiri namun hadir secara utuh,padu dan saling berkelindan ( hal. 61)

Justru ukuran 210 kata ini yang sering membuat penulis tidak sadar menuliskannya berlebih.  Selanjujtnya hanya ada 1 kalimat langsung dalam setiap paragraph, ini dimaksudkan agar penulos tidak terjebak dalam dialog  berkepanjangan dan menyimpang dari tema .

Ciri berikutnya pentigraf memiliki twist yang mengejutkan di bagian akhir cerita. Twist ini sering berupa kejutan atau ketakterdugaan dan ada di bagian akhir atau paragraf ke 3. DI bilik ke 2 pentigraf ini juga disajikan sebuah pentigraf sebagai contoh untuk membuat kejutan atau ketakterdugaan.  Diantara cara membuat kejutan antara lain, membuat tokoh protagonis yang salah, menuliskan alur yang tidak linier, atau tokoh dengan watak yang tak dapat diduga. Apakah boleh menulis pentigraf ditulis secara monolog ? Inilah salah satu hal yang dijelaskan di buku ini bahwa pentigraf yang hanya 3 paragraf ini jika tidak berhati-hati penulis sering terjebak seperti menulis puisi atau menulis monolog. Bagaimana mengatasinya ? Jangan kuatir di buku ini pula disajikan contoh mengatasinya antara lain dengan menyisipkan 1 dialog  di antara paragraf.  DI bilik pentigraf ini juga disajikan 5 contoh pentigraf. Contoh ini sangat bermanfaat untuk pembaca yang ingin memahami dan mendalami pentigraf.

Bab 3. Bilik Tatika

Menjelaskan Tatika, yaitu narasi tiga kalimat yang tetap memerlukan unsur cerita lengkap (tokoh, alur, dan tema). Ciri teknis Tatika antara lain terdiri atas 3 kalimat yang ditulis berkesinambungan dalam satu paragraf. Panjang tatika antara 70 – 75 kata. Focus pada satu tokoh. Ada kejutan di dalamnya. Hanya boleh ada 1 kalimat langsung di dalamnya. Penulis diharapkan menggunakan kata secara efektif karena hanya 3 kalimat. Sekali lagi penulis tatika diinngatkan untuk tidak terjebak dalam karya monolog atau puisi , apalagi jika memakai sudut pandang “Aku.” Sebagai pencerita.

Untuk memudahkan pemahaman tatika di buku ini disajikan 6 contoh tatika, disamping beberapa tatika dalam bab pembahasan.

Bab 4. Bilik Putiba

Model puisi 3 bait dimaksud ada 2 versi.Pertama model 3 bait bebas yaitu dalam tiga bait jumlah barisnya tidak dibatasi, tiap bait mengandung satu ide pokok dan tetap memasukkan unsur diksi, irama seperti pada umumnya.

Versi kedua adalah model tiga bait puisi tiga, dengan ciri terdapat 3 baris dalam setiap bait, terdapat 3 kata dalam setiap baris, mengandung 1 ide pokok di setiap bait dan mengandung unsir diksi dan irama yang terpadu.

Disajikan 9 putiba di bilik ini dan ini cukup untuk bahan pembelajaran, disamping beberapa contoh dalam pembahasan.

Mana yang lebih baik diantara 2 versi tersebut ? Tentu saja semua baik bergantung tujuan. Terdapat gagasan yang tidak dipaksa diolah dalam bentuk putiba tiga, namun lebih cocok jika ditulis dalam bentuk putiba bebas (hal. 101)

Bagaimana gagasan dalam puisi ? Dalam puisi , gagasan disampaikan dengan balutan kata-kata yang diolah dengan rasa, Jadi pikiran dan perasaan berkelindan dalam puisi.

Bagaimana menafsirkan puisi ?

Puisi sebagaimana karya sastra lainnya merupakan dunia simbul, dunia lambing. Karena sebagaidunia lambang puisi  memerlukan  penafsira. Jadi puisi yang baik selalu mengundang penafsiran. Perbedaan penafsiran tidaklah salah senyampang itu didukung oleh data teks. Putiba yang baik selalu mengandung kekayaan makna, kekayaan tafsir, bukan hanya sebuah tafasir Tunggal. ( hal. 108 )

 

Bab 5. Putibar
Menguraikan puisi tiga bait (Putiba) dan tiga baris (Putibar) dengan penekanan pada kedalaman gagasan, bukan sekadar ekspresi perasaan.Ada 2 versi putibar bebas dan putibar tiga.  Ciri teknis putibar bebas adalah terdiri 3 baris dengan jumlah kata  setiap baris menimal 7 kata. Tetap mengandung diksi dan irama dalam perpaduan.. Sedangkan ciri putibar tiga adalah dalam tiga baris itu setiap barisnya terdiri 3 kata.

Berikut 1 contoh putibar tiga karya Herry Lamongan  (hal. 121)

KEPASTIAN

Seperti janji masa

Kitab kan tiba

Di saat senja

 

Di buku ini disajikan 28 contoh putibar di luar contoh yang ada dalam pembahasan. Contoh ini lebih dari cukup untuk memahami dan mendalami  materi puisi khusus putibar.

 

Setelah memasuki 5 ruangan dan bilik di buku ini kita pasti merasakan “semangat baru” dalam menulis berbagai genre, dalam hal ini pentigraf , tatika,putiba dan putibar. Semua serba 3, smua serba singkat, namun padat makna. Semua terasa baru dan sangat menantang, walau sebenarnya pentigraf sudah diperkenalakn oleh Tengsoe sejak tahun 80-an.

 

Buku ini lahir dari beberapa pertanyaan maka pola penulisannya seperti menjawab pertanyaan. Singkat padat dan jika agak Panjang pembahasannya  tetap fokus dan bahasanya ringan mudah dipahami. Sungguh beruntung memiliki buku ini, karena setiap halamannya selalu menggugah pembaca untuk segera menulisnya, baik itu pentigraf maupun genre lainnya.

 

Dalam konteks generasi yang terbiasa dengan konten singkat (seperti tweetreel, atau story), bentuk sastra mini ini memiliki beberapa keunggulan antara lain efisiensi waktu
Pembaca dapat menikmati karya sastra tanpa harus berinvestasi waktu lama.

Kelebihan Buku

  • Pembahasan Komprehensif
    Tengsoe tidak hanya menjelaskan teknik penulisan, tetapi juga memberikan contoh dan analisis mendalam untuk setiap bentuk sastra 3 yang dimaksud. Apalagi saat menjelaskan pentigraf tentang bagaimana ketakterdugaan dalam pentigraf. Beliau mencontohkan satu pentigraf namun berisi beberapa “kejutan” di dalamnya. Inilah salah satu keunggulan bahasan pentigrafnya.  
  • Bahasa yang Terstruktur
    Gaya penulisan formal namun mudah dipahami, cocok untuk pembaca dari berbagai kalangan. Karena tulisannya disusun dengan gaya seperti menjawab pertanyaan, sehingga buku ini seperti hendak menjawab seluruh pertanyaan dengan singkat namun jelas dan dengan beberapa contoh relevan.

Kekurangan Buku,

 Ada satu  catatan yang mungkin terlupakan oleh penulisnya.  Ketika menjelaskan tugas penulis sastra  dalam hal ini pentigraf yaitu mengubah realitas menjadi realitas baru, imajinatif dan lebih kreatif. Harusnya ditambahkan contoh 2 pentigraf yang pertama sajian pentigraf fakta nyata, berupa deskripsi dan kedua pentigraf berisi fakta imajinatif dari pentigraf yang pertama. Contoh pentigraf ini pernah beliau bacakan dalam sebuah zoom beberapa tahun lalu, namun tidak disajikan dalam buku ini.

Buku ini termasuk “buku teori” yang memuat 4 genre sekaligus dalam pembelajaran sastra. Pembahasan yang penting seperti ini harusnya dicetak dalam kertas buku HVS agar terjaga mutu kertasnya, terlihat putih bersih dan berkesan sebagai buku pembelajaran. Kenyataan buku yang saya resensi ini dicetak dalam kertas kuning. Terlihat buram tampilannya.

Simpulan

Berumah dalam Sastra 3 adalah karya penting yang menjembatani tradisi sastra dengan kebutuhan kontemporer. Buku ini tidak hanya cocok untuk penikmat sastra, tetapi juga bagi generasi muda yang ingin mengeksplorasi kreativitas menulis dalam format yang efisien.


Bagu, Loteng, 22 Juni 2025

Senin, 09 Juni 2025

Pentigraf : Wajah-Wajah Kusut




Oleh : Hariyanto

 

HP di tangan Barjo bergetar, mengusik pikirannya yang sudah kalut. "Barjo, bagaimana bisa kamu seceroboh ini? Viral! Gerakan menentang penambangan makin menggila!" Suara di seberang terdengar penuh amarah, disertai dentuman meja yang menggema seperti longsoran bukit. Barjo terdiam, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Kesalahannya kini membesar, menjadi badai yang tak bisa dihentikan.

 

Sekali lagi, ia harus turun gunung melobi pejabat di Ibukota dan para penguasa di lapangan. Gelombang protes bergaung dari penjuru negeri, menyuarakan kehancuran pulau kecil yang dulu indah dan megah. "Stop penambangan nikel!" spanduk bertebaran, meneriakkan harapan yang dulu juga pernah ia miliki.

 

Di tengah kerumunan, Barjo menangkap bayangan dirinya di kaca mobil yang melintas. Wajahnya semakin kusut, garis-garis lelah makin menegas, seakan mencerminkan tanah yang tergerus oleh keserakahan. Kemiskinan masih membayangi, sementara tekanan dari bos besarnya menghimpit tanpa ampun. Ia bukan lagi pejuang kemajuan, melainkan pion yang terjebak dalam permainan yang menghancurkan ; baik bagi pulau itu maupun dirinya sendiri.

 

Bagu Loteng, 9 Juni 2025

 






Sumber : Kompas TV, 7 Juni 2025

Materi : Menulis Pentigraf Zoom RVL dan GBL 26 Mei 2025


Materi PPT Pentigraf 26 Mei 2025…bismillah

 

MENULIS PENTIGRAF DAN MENYAJIKANNYA

Cerpen Tiga Paragraf yang Padat dan Bermakna

Pelatihan Menulis Pentigraf Grup RVL dan GBL Senin , 26 Mei 2025

 

Oleh : Drs. H. Hariyanto

 

1.      Apa Itu Pentigraf ?

Pentigraf  adalah karya sastra fiksi “Cerpen Tiga Paragraf” yang  digagas oleh Dr. Tengsoe Tjahjono dari Unesa Surabaya.

Ciri-Ciri Pentigraf:

* Mengangkat satu tema, satu tokoh sentral, dan satu alur cerita

* Terdiri tepat dari tiga paragraf, tanpa penambahan atau pengurangan

* Panjang tulisan sekitar 210 kata

* Setiap paragraf mengandung satu gagasan utama dan satu kalimat langsung (dialog)

* Memiliki ciri khas berupa plot twist di akhir cerita

* Elemen terdiri alur, tokoh, latar dan tema  bersatu padu

 

2.      Struktur Pentigraf :

Paragarf ke 1 : Abstraksi  atau  Pengenalan awal  

Abstraksi adalah pengenalan cerita atau pengenalan peristiwa. Abstraksi pada pentigraf hanya terdiri dari beberapa kalimat di awal paragraf dan disampaikan secara padat, jelas dan tidak berbunga-bunga.Bisa juga diisi pengenalan konflik .

Paragraf ke 2 Komplikasi  atau konflik

Komplikasi adalah munculnya konflik atau peristiwa. Komplikasi diletakkan di bagian tengah paragraf pertama dan akhir paragraf kedua. Dibandingkan abstraksi, komplikasi memiliki porsi lebih panjang. Alasannya karena di bagian ini harus memuat peristiwa dan klimaks.

Paragraf ke 3 Resolusi  atau twist 

 Struktur pentigraf yang terakhir adalah resolusi atau penyelesaian masalah. Resolusi diletakkan di paragraf terakhir. Dalam penulisan pentigraf, amanat cerita disampaikan secara tersirat, atau tidak langsung. Disini bisa dikatakan tempatnya refleksi diri. Tujuannya agar penulis bisa mengambil Pelajaran atau nilai di dalamnya. . Tambahkan kalimat jeda dramatis.

 

3.    Kedudukan Pentigraf dalam Karya Sastra

Dalam dunia sastra Prosa fiksi ada tiga

1. Novel

2. Novelet

3. Short story

        A. Short sort story

        B. Long short story

Pentigraf ini bagian dari short short story atau fiksi mini. Pentigraf bagian dari fiksi mini.

4.      Proses  Menulis Pentigraf

Dalam proses menulis Pentigraf menurut Tengsoe Tjahjono (2020) dalam buku Berumah dalam Sastra 3 dapat disejajarkan dengan seorang tukang kayu. Untuk membuat produknya seorang tukang kayu memerlukan bahan , lalu alat untuk mengolah bahan lalu produk berupa kursi meja, alat dapur dsb,

Dalam proses menulis bahan iru berupa

1. Pengalalaman realitas

2. Peristiwa

3. Pengalaman hidup

4. Fenomena

Semua itu disebut  REALITAS FAKTUAL

Dari bahan kemudian berdasarkan pengalaman, kecerdasannya dan kemampuannya kemudian megolahnya menjadi tulisan. Hal itu memerlukan alat yag dimiliki setiap manusia yang disebut KEMAMPUAN dan KETRAMPILAN BAHASA.

Setelah diolah REALITAS FAKTUAL itu menjadi REALITAS BARU, yaitu REALITAS IMAJINASI. Begitulah proses  perjalanan menulis Pentigraf.

 

5.      Proses Mengolah PENTIGRAF

Setelah bertemu objek berupa realitias factual pada umumnya aka nada kegelisahan dalam diri penulis,

Pikirannya bekerja , pertanyaan bermunculan. Jika penulis tidak gelisah atas objek yang diamati, tidak akan lahir tulisan yang baik

 

6.      PRODUK atau hasil tulisan PENTIGRAF

Sebagai REALITAS BARU , karya sastra tidak dapat persis dengan kenyataan. Semua itu terjadi karena sudah diolah penulis dengan pengalaman  dengan berbagai peristiwa yang memiliki nilai lebih kompletatif dan reflekstif, bahkan lebih luas dan kaya.

7.      Tugas Penulis PENTIGRAF

BUKAN SEKEDAR MEMINDAHKAN realitas factual ke dalam teks sastra, tetapi MENGOLAH DAN MENGANGKAT realitas faktual tersebut menjadi realitas baru, yaitu realitas imajinatif. .

REALITAS BARU itu lebih bernilai, lebih kaya , dan lebih dalam maknanya.

 

8.      CONTOH KASUS Pentigraf menggambarkan Fakta Faktual

Jika seorang penulis menemukan pemandangan seorng nenek yang tinggal di gubug reyot di pinggir kali , maka biasanya akan menuliskan fakta terebut sebagai fakta factual. Ini contohnya

NENEK SEBATANG KARA 

Penulis : xyz

    Di pinggir sungai yang airnya mengalir deras berdirilah sebuah gubug reot yang sangat memprihatinkan. Atapnya terbuat dari seng, terlihat bocor di sana-sini. Andaikan sungai itu meluap gubug itu pasti ikut hanyut diseret air. 

         Siapa penghuni gubug itu? Dia adalah seorang nenek tua yang tinggal sebatang kara. Orang-orang tak mengenali nenek itu. Mereka juga tidak tahu siapa keluarganya. Mungkin saja dia tidak mempunyai suami, apalagi anak. 

       Tiap hari nenek tua itu bekerjaa memungut barang-barang bekas di bukit saampah yang terletak tidak jauh dari gubugnya. Sungguh menyedihkan kehidupan nenek malang itu.

 

Tulisan ini juga disebut Pentigraf karena terdiri dari 3 paragraf, namun masih menuliskan FAKTA REALITAS, belum menjadikannya REALITAS BARU yang sudah diolah dengan Imajinas.. Jika diolah menjadi realitas baru maka  akan menjadi berubah judulnya : HUJAN TIGA HARI

 

9.      Contoh Pentigraf dengan REALITAS BARU

 

HUJAN TIGA HARI 

Penulis  : xyz

        “Aku masih kuat bekerja,” kata nenek tua itu ketika Yeny, petugas Dinas sosial, yang berusaha membujuknya untuk pindah ke tempat penampungan yang lebih layak. Kedua perempuan iu sama-sama memandang gubug di bantaran sungai tersebut, tentu dengan pikiran yang saling berbeda. Hujan turun sudah tiga hari ini. Air sungai pun sudah mencapai bibir. Gubug beratag seng yang bolong di sana-sini tak mampu bertahan dari gempuran air. Matras bekas, yang tak lagi berbentuk, basah. Bahkan, lantai tanah itu becek oleh genangan.

         “Hujan makin deras, Ibu. Ibu ikut kami saja,” bujuk Yeny sambil mengusap wajahnya yang basah oleh lelehan hujan. Nenek tua itu bersikukuh. Dia malah meringkuk di matras yang basah. Dalam batinnya terbentang kalimat: “Ini rumahku. Tak akan aku tinggalkan, apapun yang terjadi.” Yeny melirik petugas Dinas Sosial lainnya. Ada empat leki-laki bersamanya. Keempat laki-laki itu merangsek ke dalam, berusaha mebopong sang nenek. Nenek itu meronta. Setua itu tubuhnya terlihat perkasa. Tak mudah membetotnya dari matras lapuk yang sudah tak berbentuk itu. 

         Hujan turun sangat lebat. Suara gemuruh terdengar dari hulu. Dalam hitungan detik air sungai itu meluap, coklat dan keras menerjang. Yeny terkejut. Empat laki-laki itu berusaha memegang dan menyeret nenek tua itu sekuat tenaga, melawan terjangan air. Nenek itu lengket dengan matrasnya. Tak mudah. Pegangan itu pun terlepas. Hanya dalam satu tarikan napas gubug itu tersapu banjir. Berantakan jadi serpihan papan dan seng. Sebuah matras tua tampak timbul tenggelam. Entah, nenektua itu di mana. Yeny dan empat kawannya melongo di atas mobil Dinas Sosial. Dia menangis, “Aku telah gagal hari ini.” Hujan tidak makin reda. 

 

10.   REFLEKSI

Bandingkan sekarang antara realitas objektif dengan teks pentigraf “Nenek Sebatang Kara”. Tidak berbeda, bukan? Penulisnya  hanya memindahkan realitas faktual tentang kehidupan nenek tua ke dalam pentigraf.Penulis xyz belum MENGOLAHNYA menjadi sebuah realitas baru, realitas imajinatif. Penulis baru sebatas MELAPORKAN peristiwa atau keadaan,

Sekarang bandingkan !  Pentigraf “Hujan Tiga Hari” telah berubah menjadi sebuah realitas baru, sebuah realitas imajinatif. Pentigraf ini bukan sekadar transfer peristiwa. Penulis telah sungguh-sungguh MEMBANGUN, MEMBENTUK, MENCIPTA, MENGANGKAT pengalaman sehari-hari atau realitas objektif menjadi sebuah dunia baru yang memiliki NILAI LEBIH dibandingkan dengan pengalaman yang telah diamatinya.

Begitu seharusnya menyajikan Pentigraf yang cantik.

 

Berikut contoh ke 3 Pentigraf yang hanya memodifikasi “Fakta “ di beberapa bagian

Jansen Pengukir Angka dari Pegunungan Papua

Oleh : Hariyanto

 

 

Di pedalaman Papua, Jansen tumbuh di antara hutan lebat dan lereng gunung. Matanya selalu berbinar ketika melihat angka, dan tangan kecilnya begitu cekatan menghitung tanpa kalkulator. Pak Nursalam, guru yang datang dari Jawa, melihat bakat itu sejak awal. Ia tak hanya mengajarkan matematika, tetapi juga memberi harapan. Jansen bukan sekadar pintar ia memahami logika lebih cepat dibanding anak-anak lain. Setiap lomba cerdas cermat di kecamatan, namanya selalu  berada di puncak daftar juara.

 

Saat mendaftar ke SMP di kota, panitia penerimaan terkaget melihat hasil tes awalnya skor nyaris sempurna. Merasa perlu memastikan, mereka mengulang tes dengan ujian langsung. Jansen tetap unggul. Berita ini menyebar cepat, hingga pejabat kota dan provinsi turun tangan. Bantuan pendidikan mulai berdatangan ke desa kecilnya sekolah-sekolah diperbaiki, guru tambahan dikirim, dan anak-anak pedalaman mendapat akses lebih baik. Jansen, anak pegunungan, telah mengubah pandangan pemerintah.

 

Puluhan tahun berlalu, sebuah nama tertera di undangan seminar internasional: Prof. Jansen Nursalam, ahli matematika dunia dari Papua. Ia berdiri di mimbar, memulai pidatonya dengan senyum tenang. "Saya dulu hanya seorang anak yang menulis angka di tanah dengan ranting. Tapi satu guru percaya, dan hidup saya berubah."

 

 

Penjelasan :

 

Pentigraf  berjudul “Jansen Pengukir Angka dari Pegunungan Papua’”sejatinya kisah nyata, terutama gambaran pada paragraph 1 dan 2, yaitu fakta adanya siswa yang pintar dalam mata Pelajaran Matematika, hingga bisa selalu menang dalam perlombaan antar sekolah, Begita masuk SMP di kota saat itu ada seleksi test, dan sterusnya, Khusus pada paragraph ke 3 penulis baru menambahkan “faktor imajinasi” sehingga menjadi fakta baru yaitu fakta imajinasi. Amanah atau pesan yang ingin disampaikan adalah penghormatan seorang siswa terhadap gurunya yang luar biasa, hingga menyematkan nama gurunya di belakang nama dirinya, dan tetap mengenang gurunya ketika suda menjadi orang ternama.

 

TIPS PRAKTIS
1  Dalam membuat twist /kejutan pada paragraf ke 3  antara lain :

a.       Ciptakan Pratagonis yang salah.

b.       Arahkan pembaca kea rah yang salah

c.       Ciptakan efek dramatis pada paragraph terakhir

d.       Ciptakan narrator yang tak dapat dipercaya

e.       Ciptakan kejadian yang tidak terduga

f.        Ciptakan alur yang tidak selalu linier

g.       Ciptakan tokoh dengan watak yang tak bisa diduga

2. Sisipkan di setiap paragraph “kalimat Jeda Dramatis.” (termasuk  jawaban point c. di atas)

  Apa Kalimat Jeda Dramatis itu  ?  Kalimat  dramatis adalah kalimat yang memberikan ruang bagi pembaca untuk merasakan ketegangan, kejutan, atau refleksi dalam cerita. Biasanya muncul di akhir paragraf atau sebelum peristiwa besar terjadi.

 Fungsi Jeda Dramatis dalam Pentigraf

Meningkatkan suspense/ketegangan sebelum twist.

Memperkuat emosi tokoh dan memberikan kesan mendalam.

Mengarahkan pembaca ke kejutan yang akan datang.

Menekankan perubahan besar dalam cerita yang membuat twist lebih kuat.

 

 Contoh Jeda Dramatis dalam Pentigraf

1️ Jeda sebelum twist terungkap:

"Suara langkah mendekat. Bayangan hitam muncul di ambang pintu. Nafasnya tertahan—ia tahu, ini bukan orang biasa."

 Efek: Membuat pembaca tegang sebelum twist besar terjadi.

 

2.  Jeda emosional sebelum keputusan besar:

"Di tangannya, amplop putih itu bergetar. Ia bisa membukanya sekarang, atau membiarkannya tetap tertutup. Tapi, apa pun isinya hidupnya sudah berubah."

 Efek: Meningkatkan ketegangan sebelum pembaca mengetahui hasilnya.

 

 

TERIMAKASIH

 

SELAMAT BERLATIH, Semoga Bermanfaat. Aamiin

 

Bagu, Lombok Tengah, 26 Mei 2025

 

Biodata :

Drs. Hariyanto. Saat ini sebagai purna Guru sejak Februari 2024 lalu. Menyukai tulisan artikel Pendidikan , Puisi dan Pentigraf. Pengalaman menulis  buku antara lain :   Antologi “ PPDB  Zonasi; Dilema Pendidikan Indonesia” (2020) buku Antologi Pentigraf   bersama Tengsoe Tjahjono dkk antara lain  :   “Hanya Nol Koma Satu,” (2020) ; “Nama-Nama yang Dipahat Di Batu Karang,”    dan   “Sekian Jalan Menuju Pasar  (2021)

Di tahun 2021 menulis buku tunggal “ Menggerakkan Literasi   Sekolah   Mengangkat Martabat    Siswa.”     dan” Kiat Sukses Menulis Buku, Belajar dari Para Guru.” Buku “Kisah 40 Hari Menulis Pentigraf" adalah buku solo ke 3 &  4, “Seri Guru Menulis; 100 PENTIGRAF  KLASTER BICARA.” (2022)   buku ke 5 : “ Merakit Asa Puisi 2.0,”  ke-6 dan " Naik Tangga" adalah kumpulan Puisi 2.0 tahun 2023 serta "Belajar Menulis Puisi 2.0 dari Sang Guru."

HP. 089518958898    website  : hariyanto17.blogspot.com