Materi PPT Pentigraf 26 Mei
2025…bismillah
MENULIS
PENTIGRAF DAN MENYAJIKANNYA
Cerpen Tiga Paragraf yang Padat dan Bermakna
Pelatihan Menulis Pentigraf Grup RVL dan GBL Senin , 26 Mei 2025
Oleh : Drs. H. Hariyanto
1.
Apa Itu
Pentigraf ?
Pentigraf adalah karya sastra fiksi “Cerpen Tiga
Paragraf” yang digagas oleh Dr. Tengsoe
Tjahjono dari Unesa Surabaya.
Ciri-Ciri Pentigraf:
* Mengangkat satu tema, satu tokoh
sentral, dan satu alur cerita
* Terdiri tepat dari tiga paragraf, tanpa
penambahan atau pengurangan
* Panjang tulisan sekitar 210 kata
* Setiap paragraf mengandung satu gagasan
utama dan satu kalimat langsung (dialog)
* Memiliki ciri khas berupa plot twist di
akhir cerita
* Elemen terdiri alur, tokoh, latar dan
tema bersatu padu
2.
Struktur
Pentigraf :
Paragarf ke 1 : Abstraksi
atau Pengenalan awal
Abstraksi adalah pengenalan cerita atau pengenalan peristiwa.
Abstraksi pada pentigraf hanya terdiri dari beberapa kalimat di awal paragraf
dan disampaikan secara padat, jelas dan tidak berbunga-bunga.Bisa juga diisi
pengenalan konflik .
Paragraf ke 2 Komplikasi
atau konflik
Komplikasi adalah munculnya konflik atau peristiwa. Komplikasi
diletakkan di bagian tengah paragraf pertama dan akhir paragraf kedua.
Dibandingkan abstraksi, komplikasi memiliki porsi lebih panjang. Alasannya
karena di bagian ini harus memuat peristiwa dan klimaks.
Paragraf ke 3 Resolusi atau
twist
Struktur
pentigraf yang terakhir adalah resolusi atau penyelesaian masalah. Resolusi
diletakkan di paragraf terakhir. Dalam penulisan pentigraf, amanat cerita disampaikan
secara tersirat, atau tidak langsung. Disini bisa dikatakan tempatnya refleksi
diri. Tujuannya agar penulis bisa mengambil Pelajaran atau nilai di dalamnya. .
Tambahkan kalimat jeda dramatis.
3.
Kedudukan
Pentigraf dalam Karya Sastra
Dalam dunia sastra Prosa fiksi ada tiga
1. Novel
2. Novelet
3. Short story
A. Short sort story
B. Long short story
Pentigraf ini bagian dari short short
story atau fiksi mini. Pentigraf bagian dari fiksi mini.
4.
Proses Menulis Pentigraf
Dalam proses menulis Pentigraf menurut Tengsoe Tjahjono (2020)
dalam buku Berumah dalam Sastra 3 dapat disejajarkan dengan seorang tukang kayu.
Untuk membuat produknya seorang tukang kayu memerlukan bahan , lalu alat untuk
mengolah bahan lalu produk berupa kursi meja, alat dapur dsb,
Dalam proses menulis bahan iru berupa
1. Pengalalaman realitas
2. Peristiwa
3. Pengalaman hidup
4. Fenomena
Semua itu disebut REALITAS FAKTUAL
Dari bahan kemudian berdasarkan
pengalaman, kecerdasannya dan kemampuannya kemudian megolahnya menjadi tulisan.
Hal itu memerlukan alat yag dimiliki setiap manusia yang disebut KEMAMPUAN dan
KETRAMPILAN BAHASA.
Setelah diolah REALITAS FAKTUAL itu
menjadi REALITAS BARU, yaitu REALITAS IMAJINASI. Begitulah proses perjalanan menulis Pentigraf.
5. Proses Mengolah PENTIGRAF
Setelah bertemu objek berupa realitias
factual pada umumnya aka nada kegelisahan dalam diri penulis,
Pikirannya bekerja , pertanyaan
bermunculan. Jika penulis tidak gelisah atas objek yang diamati, tidak akan
lahir tulisan yang baik
6. PRODUK atau hasil tulisan PENTIGRAF
Sebagai REALITAS BARU , karya sastra tidak
dapat persis dengan kenyataan. Semua itu terjadi karena sudah diolah penulis
dengan pengalaman dengan berbagai peristiwa
yang memiliki nilai lebih kompletatif dan reflekstif, bahkan lebih luas dan
kaya.
7. Tugas Penulis PENTIGRAF
BUKAN SEKEDAR MEMINDAHKAN realitas factual
ke dalam teks sastra, tetapi MENGOLAH DAN MENGANGKAT realitas faktual tersebut menjadi
realitas baru, yaitu realitas imajinatif. .
REALITAS BARU itu lebih bernilai, lebih
kaya , dan lebih dalam maknanya.
8. CONTOH KASUS Pentigraf menggambarkan Fakta
Faktual
Jika seorang penulis menemukan pemandangan seorng nenek yang tinggal di
gubug reyot di pinggir kali , maka biasanya akan menuliskan fakta terebut
sebagai fakta factual. Ini contohnya
NENEK SEBATANG KARA
Penulis : xyz
Di pinggir sungai yang airnya mengalir deras
berdirilah sebuah gubug reot yang sangat memprihatinkan. Atapnya terbuat dari
seng, terlihat bocor di sana-sini. Andaikan sungai itu meluap gubug itu pasti
ikut hanyut diseret air.
Siapa penghuni gubug
itu? Dia adalah seorang nenek tua yang tinggal sebatang kara. Orang-orang tak
mengenali nenek itu. Mereka juga tidak tahu siapa keluarganya. Mungkin saja dia
tidak mempunyai suami, apalagi anak.
Tiap hari nenek tua itu
bekerjaa memungut barang-barang bekas di bukit saampah yang terletak tidak jauh
dari gubugnya. Sungguh menyedihkan kehidupan nenek malang itu.
Tulisan ini juga disebut Pentigraf karena terdiri dari 3 paragraf, namun
masih menuliskan FAKTA REALITAS, belum menjadikannya REALITAS BARU yang sudah
diolah dengan Imajinas.. Jika diolah menjadi realitas baru maka akan menjadi berubah judulnya : HUJAN TIGA
HARI
9. Contoh Pentigraf dengan REALITAS BARU
HUJAN TIGA HARI
Penulis : xyz
“Aku masih kuat bekerja,”
kata nenek tua itu ketika Yeny, petugas Dinas sosial, yang berusaha membujuknya
untuk pindah ke tempat penampungan yang lebih layak. Kedua perempuan iu
sama-sama memandang gubug di bantaran sungai tersebut, tentu dengan pikiran
yang saling berbeda. Hujan turun sudah tiga hari ini. Air sungai pun sudah
mencapai bibir. Gubug beratag seng yang bolong di sana-sini tak mampu bertahan
dari gempuran air. Matras bekas, yang tak lagi berbentuk, basah. Bahkan, lantai
tanah itu becek oleh genangan.
“Hujan makin deras,
Ibu. Ibu ikut kami saja,” bujuk Yeny sambil mengusap wajahnya yang basah oleh
lelehan hujan. Nenek tua itu bersikukuh. Dia malah meringkuk di matras yang
basah. Dalam batinnya terbentang kalimat: “Ini rumahku. Tak akan aku
tinggalkan, apapun yang terjadi.” Yeny melirik petugas Dinas Sosial lainnya.
Ada empat leki-laki bersamanya. Keempat laki-laki itu merangsek ke dalam,
berusaha mebopong sang nenek. Nenek itu meronta. Setua itu tubuhnya terlihat
perkasa. Tak mudah membetotnya dari matras lapuk yang sudah tak berbentuk
itu.
Hujan turun sangat
lebat. Suara gemuruh terdengar dari hulu. Dalam hitungan detik air sungai itu
meluap, coklat dan keras menerjang. Yeny terkejut. Empat laki-laki itu berusaha
memegang dan menyeret nenek tua itu sekuat tenaga, melawan terjangan air. Nenek
itu lengket dengan matrasnya. Tak mudah. Pegangan itu pun terlepas. Hanya dalam
satu tarikan napas gubug itu tersapu banjir. Berantakan jadi serpihan papan dan
seng. Sebuah matras tua tampak timbul tenggelam. Entah, nenektua itu di mana.
Yeny dan empat kawannya melongo di atas mobil Dinas Sosial. Dia menangis, “Aku
telah gagal hari ini.” Hujan tidak makin reda.
10.
REFLEKSI
Bandingkan sekarang antara realitas objektif dengan teks pentigraf
“Nenek Sebatang Kara”. Tidak berbeda, bukan? Penulisnya hanya memindahkan realitas faktual tentang
kehidupan nenek tua ke dalam pentigraf.Penulis xyz belum MENGOLAHNYA menjadi
sebuah realitas baru, realitas imajinatif. Penulis baru sebatas MELAPORKAN
peristiwa atau keadaan,
Sekarang bandingkan ! Pentigraf
“Hujan Tiga Hari” telah berubah menjadi sebuah realitas baru, sebuah realitas
imajinatif. Pentigraf ini bukan sekadar transfer peristiwa. Penulis telah
sungguh-sungguh MEMBANGUN, MEMBENTUK, MENCIPTA, MENGANGKAT pengalaman
sehari-hari atau realitas objektif menjadi sebuah dunia baru yang memiliki
NILAI LEBIH dibandingkan dengan pengalaman yang telah diamatinya.
Begitu seharusnya menyajikan Pentigraf yang cantik.
Berikut contoh ke 3 Pentigraf yang hanya memodifikasi “Fakta “ di beberapa
bagian
Jansen Pengukir Angka dari Pegunungan Papua
Oleh : Hariyanto
Di pedalaman Papua, Jansen tumbuh di antara hutan
lebat dan lereng gunung. Matanya selalu berbinar ketika melihat angka, dan
tangan kecilnya begitu cekatan menghitung tanpa kalkulator. Pak Nursalam, guru
yang datang dari Jawa, melihat bakat itu sejak awal. Ia tak hanya mengajarkan
matematika, tetapi juga memberi harapan. Jansen bukan sekadar pintar ia
memahami logika lebih cepat dibanding anak-anak lain. Setiap lomba cerdas
cermat di kecamatan, namanya selalu berada di puncak daftar juara.
Saat mendaftar ke SMP di kota, panitia penerimaan
terkaget melihat hasil tes awalnya skor nyaris sempurna. Merasa perlu
memastikan, mereka mengulang tes dengan ujian langsung. Jansen tetap unggul.
Berita ini menyebar cepat, hingga pejabat kota dan provinsi turun tangan.
Bantuan pendidikan mulai berdatangan ke desa kecilnya sekolah-sekolah
diperbaiki, guru tambahan dikirim, dan anak-anak pedalaman mendapat akses lebih
baik. Jansen, anak pegunungan, telah mengubah pandangan pemerintah.
Puluhan tahun berlalu, sebuah nama tertera di undangan
seminar internasional: Prof. Jansen Nursalam, ahli matematika dunia dari Papua.
Ia berdiri di mimbar, memulai pidatonya dengan senyum tenang. "Saya dulu
hanya seorang anak yang menulis angka di tanah dengan ranting. Tapi satu guru
percaya, dan hidup saya berubah."
Penjelasan :
Pentigraf
berjudul “Jansen Pengukir Angka dari Pegunungan Papua’”sejatinya kisah
nyata, terutama gambaran pada paragraph 1 dan 2, yaitu fakta adanya siswa yang
pintar dalam mata Pelajaran Matematika, hingga bisa selalu menang dalam
perlombaan antar sekolah, Begita masuk SMP di kota saat itu ada seleksi test,
dan sterusnya, Khusus pada paragraph ke 3 penulis baru menambahkan “faktor imajinasi”
sehingga menjadi fakta baru yaitu fakta imajinasi. Amanah atau pesan yang ingin
disampaikan adalah penghormatan seorang siswa terhadap gurunya yang luar biasa,
hingga menyematkan nama gurunya di belakang nama dirinya, dan tetap mengenang
gurunya ketika suda menjadi orang ternama.
TIPS PRAKTIS
1 Dalam membuat twist /kejutan pada
paragraf ke 3 antara lain :
a. Ciptakan Pratagonis yang salah.
b. Arahkan pembaca kea rah yang salah
c. Ciptakan efek dramatis pada paragraph terakhir
d. Ciptakan narrator yang tak dapat dipercaya
e. Ciptakan kejadian yang tidak terduga
f. Ciptakan alur yang tidak selalu linier
g. Ciptakan tokoh dengan watak yang tak bisa diduga
2. Sisipkan di setiap paragraph “kalimat Jeda Dramatis.”
(termasuk jawaban point c. di atas)
Apa Kalimat Jeda Dramatis
itu ?
Kalimat dramatis adalah kalimat
yang memberikan ruang bagi pembaca untuk merasakan ketegangan, kejutan, atau
refleksi dalam cerita. Biasanya muncul di akhir paragraf atau sebelum peristiwa
besar terjadi.
Fungsi Jeda Dramatis dalam
Pentigraf
✅ Meningkatkan suspense/ketegangan sebelum twist.
✅ Memperkuat emosi tokoh dan memberikan kesan mendalam.
✅ Mengarahkan pembaca ke kejutan yang akan datang.
✅ Menekankan perubahan besar dalam cerita yang membuat
twist lebih kuat.
Contoh Jeda Dramatis dalam
Pentigraf
1️ Jeda sebelum twist terungkap:
"Suara langkah mendekat. Bayangan hitam muncul di ambang pintu.
Nafasnya tertahan—ia tahu, ini bukan orang biasa."
Efek: Membuat pembaca tegang
sebelum twist besar terjadi.
2. Jeda emosional sebelum
keputusan besar:
"Di tangannya, amplop putih itu bergetar. Ia bisa membukanya
sekarang, atau membiarkannya tetap tertutup. Tapi, apa pun isinya hidupnya
sudah berubah."
Efek: Meningkatkan ketegangan
sebelum pembaca mengetahui hasilnya.
TERIMAKASIH
SELAMAT BERLATIH, Semoga Bermanfaat. Aamiin
Bagu, Lombok Tengah, 26 Mei 2025
Biodata :
Drs. Hariyanto. Saat ini sebagai purna Guru sejak Februari 2024 lalu. Menyukai tulisan artikel Pendidikan , Puisi dan Pentigraf. Pengalaman menulis buku antara lain : Antologi “ PPDB Zonasi; Dilema Pendidikan Indonesia” (2020) buku Antologi Pentigraf bersama Tengsoe Tjahjono dkk antara lain : “Hanya Nol Koma Satu,” (2020) ; “Nama-Nama yang Dipahat Di Batu Karang,” dan “Sekian Jalan Menuju Pasar (2021)
Di tahun 2021 menulis buku tunggal “ Menggerakkan Literasi Sekolah Mengangkat Martabat Siswa.” dan” Kiat Sukses Menulis Buku, Belajar dari Para Guru.” Buku “Kisah 40 Hari Menulis Pentigraf" adalah buku solo ke 3 & 4, “Seri Guru Menulis; 100 PENTIGRAF KLASTER BICARA.” (2022) buku ke 5 : “ Merakit Asa Puisi 2.0,” ke-6 dan " Naik Tangga" adalah kumpulan Puisi 2.0 tahun 2023 serta "Belajar Menulis Puisi 2.0 dari Sang Guru."
HP. 089518958898 website : hariyanto17.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar