Oleh
; Hariyanto
Pekan ini ramai
diberitakan tentang beberapa penulis di Amerika menggugat open AI pemilik robot
chat berbasis kecerdasan buatan chat GPT. Open AI dituduh menyalah gunakan
hasil karya mereka untuk melatih chat GPT. ChatGPT
adalah sebuah chatbot AI berupa model bahasa generatif yang menggunakan
teknologi transformer untuk memprediksi probabilitas kalimat atau kata
berikutnya dalam suatu percakapan ataupun perintah teks. (Wikipedia)
Beberapa
penulis ternama yang menggugat OpenAI bersama-sama adalah Michael Chabon, David
Henry Hwang, Matthew Klam, Rachel Louise Snyder, dan Ayelet Waldman.
Berdasarkan
dokumen gugatan di pengadilan federal San Francisco yang dikutip Reuters, para penulis menyatakan OpenAI
menyalin hasil karya mereka tanpa izin untuk mengajarkan ChatGPT cara merespons
perintah (prompt) manusia.
Gugatan dari
sekelompok penulis tersebut adalah gugatan ketiga yang atas OpenAI, perusahaan
yang didanai dan sebagian sahamnya dimiliki oleh Microsoft. Selain OpenAI,
Microsoft, Meta, dan Stability AI juga menghadapi gugatan hak atas karya
intelektual terkait metode pelatihan AI mereka.
OpenAI dan
perusahaan pengembang AI lainnya menyatakan metode mereka sah karena mengikuti
prinsip "fair use" (penggunaan yang wajar) menggunakan material yang
dikumpulkan dari internet.
ChatGPT
diluncurkan pada 30 November 2022 oleh OpenAI, pembuat DALL-E 2 dan Whisper AI.
Awalnya layanan diluncurkan secara gratis, dengan rencana monetisasi layanan
nanti. Pada 4 Desember 2022, ChatGPT sudah memiliki lebih dari 1 juta pengguna.
Sejarah. awalnya pada Desember 2015, Elon
Musk, Sam Altman, dan para investor lainnya mengumumkan
pembentukan OpenAI dan menjanjikan lebih dari US$1 miliar untuk usaha tersebut.
Kemunculannya
sejak 2022 lalu itu ternyata mendapat respon positip dari seluruh dunia karena
kemudahannya di akses disamping kecepatannya. Seiring perkembangannya tersebut
ternyata banyak menimnbulkan benturan seperti gugatan para penulis Amerika
tersebut.
Mengapa mereka para penulis menggugat ?
Karena
mereka para penulis sudah menganggap robot AI telah mengambil beberapa bagian
karya mereka dan menjiplaknya setelah dirangkum. Mereka menuduh Chat GPT bisa
secara akurat merangkum hasil karya mereka kemudian menciptakan teks yang
menjiplak gaya penulisannya. Jenis datanya bervariasi dalam jumlah besar
seperti menggunakan berbagai jenis teks, seperti artikel, buku,
situs web, dan banyak lagi.
Karena
hebohnya berita tersebut salah satu stasiun TV Swasta mengangkatnya topik yang
menggigit “ CHATGPT MAKIN EKSIS, SIAP
BEGAL KARYA TULIS?” videonya pun semakin viral. Dalam acara livenya TV tersebut
menghadirkan 2 narasumber yaitu Prof.
Yusuf Irianto, guru besar FISIP Universitas Erlangga dan Ahmad Fuadi seorang
Novelis muda berbakat.
Dari
pendapat mereka berdua ada kesamaan pendapat bahwa chatGPT adalah salah satu
bentuk tehnologi, pada dasarnya untuk membantu tugas manusia. Maka sebagai alat
tehnologi AI ini harus dianggap sebagai patner yang bisa membantu meringankan
tugas-tugas kita. Bukan dianggap ancaman atau lawan. Karena kemajuan tehnologi
pada dasarnya sesuatu yang pasti terjadi. Hal itu juga tergantung pada
manusianya memandang, apakah hal itu sebagai sesuatu untuk kebaikan atau
sebaliknya.
Setidaknya
dampak negatif harus dihindari, seperti menganggap data yang disajikan sebagai
data yang sudah matang. Harusnya tetap dianggap sebagai data mentah yang perlu
diolah, sehingga jika terjadi pada mahasiswa di Perguruan Tinggi tidak boleh
mengambil mentah-mentah lalu mengakui sebagai karyanya. Disamping itu tentu
saja Perguruan Tinggi sudah memiliki perangkat tersendiri untuk memeriksa
sebuah karya tulis dan ada nilai toleransinya atas kesamaan data yang ada untuk
dianggap sebagai karya bukan plagiat. Demikian ringkas penjelasan Prof. Yusuf
Irianto, sedangkan Ahmad Fuadi menambahkan untuk tidak mengakuinya sebagai
miliknya atas kutipan-kutipan yang didapat dari AI chatGPT. Khusus untuk bentuk tulisan fiksi tentu akan
lebih sulit lagi AI menirunya, karena ada nilai rasa, emosi untuk ada pada
manusia dan keluar dari hati.
Sarannya
kepada penulis lebih baik fokus pada kreativitasnya, pada emosional dirinya,
personalitynya menyangkut gaya dan perasaan sesuai hatinya. Gunakan chatGPT saat ide “menthok” agar bisa dicarikan ide dasarnya lalu diolah.
Ganjang-ganjing
atau huru-hara berita chatGPT yang mulai berkembang dan menimbulkan gejolak ini
, Presiden Jokowi urun rembug, meminta warganya untuk tidak takut AI, karena manusia punya hati, mesin tidak punya.
Kesimpulan
singkat adalah kita sebagai pengguna tehnologi AI seperti chatGPT harus tetap
memperhatikan sisi positipnya. Gunakan hal itu untuk membantu kita mempercepat
pekerjaan dan meningkatkan kualaitas diri. Jangan jadikan ancaman tetapi
jadikan patner. Besok kita coba sedikit
mengeksplor kemampuan chatGPT dalam membuat puisi. (Bersambung)
Blitar,
15 September 2023
Terima.kas8h atas infonya.
BalasHapusTerimakasih atas kunjungannys Cak Inin
Hapus