Kamis, 27 Januari 2022

MENGENAL PUISI 2.0 YANG SEDERHANA PENUH MAKNA (bagian 1)

 


Oleh. Hariyanto

Saya mengenal puisi 2.0 ini di pertengahan tahun 2021. Sebelumnya tidak tahu sama sekali. Hanya berbekal ajakan menulis antologi puisi dengan ciri khusus jumlah kata yang minim dan bertemakan : kematian. (mengingat kematian). Seram kedengarannya, tetapi ini kita diajak merenung tentang diri kita sambil mengingatkan bahwa kita akan kembali pada-Nya. Deadline pengumpulan naskah tinggal 3 hari saja, saya pun mencoba menuliskannya.

Alhamdulillah dalam waktu sekitar 2 bulan buku pun terbit dengan judul Di Ujung Jalan dengan sampul hitam pekat......

Sekitar September akhir saya dimasukkan oleh kurator naskah dalam satu grup khusus membahas Puisi 2.0 bersama pengagasnya Endang Kasupardi.  Di dalam grup kita dipacu untuk bisa berkarya setiap hari. Targetnya 3 bulan harus bisa menghasilkan sejumlah karya puisi 2.0 dan bisa diterbitkan sebagai buku solo di tahun 2022. Secara tidak langsung anggota grup yang kurang dari 20 peserta terpacu menulisnya. Saya sendiri dengan jatuh bangun menulis dan menulis. ( terakhir Januari 2022 ini saya sudah mengumpulkan 200 lebih puisi 2.0 dan saya siapkan untuk calon buku solo saya).

Puisi 2.0  yang mensyaratkan tidak lebih dari 20 kata ini begitu ringkas. Bentuknya sederhana karena hanya melihat satu obyek untuk satu judul puisi.....motto PUISI 2.0 adalah

ü  SATU PUISI

ü  SATU OBYEK

ü  SATU SUDUT PANDANG

Puisi 2.0 ini  digagas oleh Dr. Endang Kasupardi saat menyelesaikan studi S3 di UPI 2010. 

Puisi ini lahir sebagai antisipasi jawaban atas perkembangan zaman yang serba cepat dan digital dengan tingkat kesibukan orang yang luar biasa. Dengan  kondisi ini ke depan tidak ada lagi waktu untuk menulis atau membaca dan menikmati puisi yang panjang. Bagamana caranya dalam waktu terbatas orang masih sempat menikmati puisi, maka solusinya harus dibuat puisi yang hemat kata tapi bermakna. Atas dasar itulah lahir puisi yang hanya maksimal 20 kata tapi bermakna.

Isi puisi adalah tentang obyek benda nyata, yang ditulis dengan fokus. Penulisan fokus ini membuat seseorang menjadi lebih “teliti” agar tidak salah menjadi menggambarkan dirinya sendiri. Boleh menggambarkan sikapnya terhadap benda tersebut, namun biasanya ada di akhir baitnya. Itu pun dapat dibenarkan karena menyangkut aspek “rasa” Dengan perbandingan 60 : 40 rasio penggambaran obyek dengan logika dan ilmiah sebanyak 60 % dan 40 % aspek rasa.

Fokus pada obyek tertentu tentu membuat puisi seperti kelihatan “sederhana” baik dalam kata dan bahasanya, dan juga isinya. Namun puisi sederhana ini yang diibaratkan sebuah tesis ini adalah abstraknya; harus tetap mampu menggambarkan obyek atau peristiwa menyeluruh. Sehingga kata dan bahasa sederhana harus diberi kelebihan dengan memunculkan majas, atau diksi dan rima. Tidak lupa pada pemenggalan kalimat secara tepat. Dengan cara itulah puisi kecil dan sederhana ini menjadi lebih bernilai, berbobot dan “berjiwa.”

Menurut pengalaman penulis sebagai guru di SD, puisi 2.0 ini cocok dan sesuai diajarkan pada siswa SD kelas tinggi , 4 5 6. Bentuknya yang sederhana dengan pembatasan jumlah kata tidak lebih 20 kata maka siswa menjadi tidak terbebani. Apalagi tidak dituntut harus langsung bagus dengan menggunakan majas dan irama, dan diksi. Prinsipnya mengenalkan puisi sederhana kepada siswa adalah menyuruh siswa tidak takut menuliskan. Pokok ditulis saja, dalam kasus puisi 2.0 ini asal tidak melebihi 20 kata. Prinsip ini akan membuat siswa percaya diri dan pada akhirnya mempu menulis puisi secara lebih baik lagi.

Begitu pula Dr. Endang Kasupardi….selalu menekankan kepada yang berminat dengan puisi 2.0 agar tulis saja sebanyak-banyaknya. Pada saatnya nanti akan menemukan formulanya dan bentuk puisi yang indah. Bukan sekedar indah namun sudah bernilai sastra dengan diksi kuat dan majas serta irama tertentu.

Maka prinsip tulis-tulis-tulis  menjadi model motivasi dengan sedikit merubah redaksi menjadi: kuantitas-kuantitas-kuantitas baru KUALITAS. Itulah rangkaian kata yang sering diberikan oleh Dr. Endang Kasupari penggagas Puis 2.0.

Lalu malam ini untuk ikut serta dalam penulisan bertema menelisik hal positip dari sebuah keburukan dalam grup menulis LAGERUNAL, maka saya beri bocoran....bahwa situasi sulit masa pandemi disebut bencana global. Itu juga hal menyakitkan dan buruk dari satu sisi dan dari sini  justeru melahirkan banyak kreasi....inilah sisi baiknya. Contohnya saya pribadi justeru bisa mewujudkan impian yang lama bisa menerbitkan buku solo lebih dari 1 di tahun 2021.

Lalu kesulitan lain yang membawa berkah adalah ketika menjelaskan puisi ke siswa, kita sering seperti berdiri di kelas seorang diri. Tidak ada dukungan dari sesama guru, atau bahkan mereka rerata tidak punya hoby menulis puisi. Maka dengan puisi 2.0 ini saya menemukan kekuatan dan kepercayaan bahwa kesederhanaan puisi ini mempunyai dampak baik pada siswa jika diajarkannya. Antara lain siswa menjadi terbiasa “fokus” pada satu obyek. Melatih siswa lebih teliti terhadap ciri satu benda. Nah......itulah manfaat  yang selalu memotivasi diri. Secara perlahan,,....ya perlahan guru lain pun mulai “melirik” bahwa puisi ini mempunyai nilai fungsi baik bagi siswa. Bagi guru jelas memacu menerbitkan buku sendiri atau antologi bersama siswanya dan diterbitkan ber ISBN.

Berikut ini ada beberapa contoh puisi 2.0 dari tulisan beberapa sahabat yang bisa dijadikan panuan dan referensi penulisan puisi 2.0.

 

CERITA HUJAN

Oleh , Lestari

dan

awan pun menitik

menjadi butir-butir air

yang menggelincir dari ujung genting

lalu

mengalir menuju hilir

 

TERBANGUN

Oleh. Rasopset

cahaya menyelinap

melalui celah jendela

lalu

melepaskan lelap

yang terkuncidalam

mimpi

LEGENDA SINGASARI

Oleh. Hariyanto

keris sakti itu

ada wajah

mpu gandring

dan ken arok

membangun tahta baru

di atas batu hitam

berlumur darah

balas dendam

 

Sekian dan semoga bermanfaat.

SALAM LITERASI

Blitar, 27 Januari 2022

Hariyanto


Cover Calon buku bersama siswa, Sedang dipersiapkan terbit. Mohon doa restunya,

8 komentar: