Oleh. Hariyanto
Di
Pertengahan Maret 2020 adalah awal pembelajaran
yang dilakukan secara daring (dalam jaringan) dan Luring (luar Jaringan). Ini merupakan sejarah baru bagi bangsa Indonesia. Bukan
karena kita sudah menjadi bangsa yang
mapan dalam penguasaan“high tech” tetapi
kita dipaksa masuk dalam situasi
darurat yang ditimbulkan oleh Pandemi
virus Corona-19 yang melanda di
banyak negara. Sehingga
dunia pendidikan memberlakukan belajar secara daring ini.
Salah satu ciri pembelajaran daring adalah
menggunakan HP Android dan menggunakan bantuan listrik dan akses internet.
Model pembelajaran daring ini adalah hal baru untuk sebagian besar guru dan
siswa. Di awal masa Pandemi model daring ini dipadukan dengan model luring (
belajar di luar jaringan) seperti melalui TV atau radio, atau membaca buku.
Keadaan ini memaksa guru dan siswa untuk mempelajari banyak hal baru, sekitar
pemakaian tehnologi, aplikasi dan berbagai metode pembelajaran terpadu. Kondisi
ini juga turut membuat orangtua menjadi “kebingungan” karena mendadak berperan
menjadi “guru” di rumah menemani putra-putrnya belajar.
Dalam
praktiknya model pembelajaran daring banyak menemui hambatan di lapangan
seperti keterbatasan kepemilikan HP Android. Keterbatasan pulsa dan listrik
serta keterbatasan jaringan internet. Pemerintah pun memberikan bantuan pulsa
bagi guru dan siswa. Keterbatasan penguasaan tehnologi pembelajaran pun
akhirnya banyak dibantu dengan adanya webinar dari berbagai instansi untuk
membantu guru dan orangtua.
Masalah
lainnya muncul adalah kebosanan dalam belajar yang dialami oleh para siswa.
Penggunaan HP Android yang kurang terkontrol ,menyebabkan siswa menjadi lebih
banyak bermain game, banyak melihat tayangan you tube atau menjadi tidak fokus
belajar. Permasalahan ini tentu memerlukan pemecahan bersama terutama oleh
orangtua dan guru.
Bagi
sebagian besar guru di sekolah kami pembelajaran daring masih menggunakan
aplikasi WA sebagai alat utama berkomunikasi. Dengan berbagai cara para guru
mencari model yang paling sesuai untuk pembelajaran bersama siswa, Pada tataran
sederhana melalui WA grup para guru bisa menyampaikan pembelajaran melalui
panggilan video (Video Call). Halini efektif untuk mengetahui perkembangan
membaca siswa atau belajar mengaji untuk guru Pendidikan Agama Islam.
Bagi
beberapa guru juga memanfaatkan tehnologi HP untuk praktik membuat video
pembelajaran, misalnya membuat video tutorial, atau menjelasakan sejarah virus
Covid-19. Beberapa siswa ternyata sudah mampu membuat video. Di sekolah kami
hal ini masih bisa dilakukan untuk kelas atas terutama di kelas 6. Dalam hal
penggunaan aplikasi form untuk evaluasi, serta aplikasi zoom ini juga telah
dilakukan terutama oleh guru-guru yang masuh muda.
Semua
model daring tersebut masih juga menemui masalah seperti siswa yang tidak mempunyai
HP Android karena dipakai oleh orangtuanya bekerja. Masalah lainnya adalah
kecenderungan siswa yang semakin “bosan” dalam belajar. Kondisi ini menjadi
tantangan terutama bagi guru untuk menjadi
lebih kreatif. Sebagian guru pun akhirnya berkenalan dengan berbagai
aplikasi seperti form, quizzy, zoom.
Guru zaman Now (bukan Neng Omah Wae) harus banyak berkreasi
dengan teknologi. Semua itu diharapkan agar siswa
dan orangtua menjadi ikut kreatif. Disamping itu siswa juga bisa dilatih berbagai karakter selama
stay at
home dan belajar
di rumah antara lain: dengan mengisi survei karakter,
untuk mengetahui life skill yang dilaksanakan siswa selama
di rumah. Aspek karakter yang bisa dinilai
dan diberikan dalam bentuk
tugas di rumah antara lain: karakter religius
yaitu keaktifan beribadah di rumah dan aspek sosial yaitu menjaga
jarak, memakai masker serta kepatuhan akan himbauan
pemerintah; tolerasi, disiplin
, kerja keras, kreatif, mandiri
, demokratis, peduli lingkungan dan lain-lain.
Kenyataannya siswa yang selalu rutin
dan patuh mengerjakan tugas Bapak Ibu Gurunya adalah siswa yang mendapat perhatian
secara baik dari kedua
orang tuanya. Sedangkan siswa yang tidak mempunyai
orangtua dalam hal ini ikut paman atau nenek kakeknya,
termasuk orangtua yang sibuk bekerja siang hari, sering abai terhadap
pendidikan anaknya. Hal ini sangat
memengaruhi keberhasilan Pembelajaran daring
seperti saat ini.
Perhatian orang tua terhadap
anaknya, termasuk dalam hal nilai kejujuran juga sangat
berpengaruh. Karena masih banyak
ditemukan kasus tugas dan pekerjaan tulis dikerjakan orang tua. Sementara
banyak juga siswa yang membuat
alasan palsu mengatas
namakan orangtua, termasuk
akibat lalainya orang tua mengawasi sang anak.
Tatkala
kondisi dan kebijakan Pemerintah menghadapi pandemi Covid 19 ini berubah, maka
muncullah kebijakan seperti PPKM ( Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat)
yang bertujuan memberikan pembatasan orang agar tetap menggunakan protokol
kesehatan, Kebijakan baru pun memunculkan istilah PTM terbatas yaitu
Pembelajaran Tatap Muka Terbatas dengan menggunakan protokol kesehatan secara
ketat. Ada istilah belajar dengan kapasitas 50 % adan 100 % tergantung level
PPKM suatu wilayah. Jam pembelajaran pun masih sangat kondisional.
Dalam
kondisi PTM terbatas 50 % dengan keterbatasan waktu pertemuan kami pernah
memberikan pembelajaran literasi di sekolah. Ada tahapan pembiasaan yaitu
membangkitkan minat baca. Pada tahap ini kami erhasil melakukannya secara daring,
yaitu membaca buku cerita anak secara digital, dan melaporkannya melalui form.
Ini kami lakukan pada awal tahun 2021 sampai Juli 2021 dengan sangat baik. Praktik
ini kami lakukan setiap hari Senin sampai Kamis secara on line. Siswa
disediakan lebih 100 buku carita anak digital, dan siswa pun membaca serta
melaporkannya jumlah halaman yang telah dibaca. Pada tahap pengembaangan siswa
diberi tugas menuliskan hal baik disisi form rekap baca.
Pada tahap
pengembangan berikutnya siswa diarahkan
untuk membuat pantun atau puisi pendek. Pembimbingan penulisan puisi pendek ini
kami lakukan disela-sela PTM terbatas, selanjutnya siswa berkarya ditulis
dibuku literasinya, dan ada saatnya dikkumpul jadi satu di form.
Hasilnya
beberapa karya tercipta, dan dengan berbagai arahan termasuk tidak menjiplak
karya orang lain. Karya yang tercipta dari puisi pendek seperti Puisi 2.0 { yang hanya mensyaratkan
maksimal 20 kata) cenderung menjadi karya orisinil siswa, karena sulit mencari
contoh di internet. Beberapa redaksi kita berikan arahan untuk membetulkannya.
Dari kegiatan ini siswa selain belajar menciptakan puisi, juga langsung belajar
memperkaya kosakata. Hasil akhir dari kegiatan ini adalah menerbitkan karya
siswa dalam bentuk buku ber ISBN terutama untuk kelas atas 4, 5, dan 6. Saat ini sedang dalam proses editing naskah
dan persiapan penerbitan bukunya.
Keberhasilan pembelajaran daring untuk menumbuhkan
kreativitas siswa sesungguhnya akan tercipta jika ada kreativitas guru dan kerjasama
yang baik bersama orangtua, Karena kreativitas guru dan orangtua sangat
mempengaruhi munculnya kreativitas siswa.
Blitar, 4 Januari 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar