Oleh : Hariyanto
Aku berdiri di mimbar itu bukan untuk mencari musuh,
tapi untuk menyampaikan amanah. Ayat-ayat tentang keadilan dan tanggung jawab
manusia atas bumi bukan sekadar bacaanitu peringatan. Maka aku bicara tentang
tambang, tentang tanah yang digadai demi keuntungan segelintir orang, tentang
rakyat yang kehilangan hak atas air dan udara. Aku tahu risikonya. Tapi diam
adalah pengkhianatan.
Ketika mereka datang malam itu, aku sudah siap.
Tak ada perlawanan, hanya doa dalam hati agar kebenaran tetap hidup. Di ruang
tahanan, aku mendengar kabar: ceramahku menyebar, anak-anak muda mulai
bertanya, masyarakat mulai bersuara. Aku tersenyum. Ternyata, mimbar yang
mereka larang justru membuka lebih banyak ruang untuk suara-suara lain tumbuh.
Kini aku berceramah di teras rumah, di sawah,
di warung kopi. Tak ada pengeras suara, tapi ada telinga yang lebih terbuka.
Aku tak menyesal. Karena aku percaya, selama bumi masih berputar dan langit
masih bersaksi, kebenaran akan selalu menemukan jalannya meski harus melewati
jalan terjal.
Bagu Loteng, 2 Juli 2025
Sebuah Pentigraf yang kaya akan nilai yang tersirat
BalasHapusTerimakasih Pak....salam
HapusMantab
BalasHapusMaturnuwun Cak
Hapus