Oleh: Hariyanto
Hujan
sejak pagi, dan banjir melumpuhkan beberapa jalanan. Beberapa kendaraan mogok karena tak
mampu melewati genangan air. Pak Rafi,
seorang guru tua yang bersikeras datang ke rapat penting, berdiri resah di
pinggir jalan. Motornya ikut mogok,. Dia berusaha minta tolong, namun beberapa
pengenadara motor lewat begitu saja. Ia memejamkan mata sejenak, sambil menahan
dingin bertanya dalam hati apakah semua perjuangan ini ada artinya.
Tiba-tiba,
sebuah motor tua berhenti. Tanpa banyak bicara, pengendara muda bertubuh kurus
itu menawarkan tumpangan. Wajahnya samar di balik helm dan hujan. Ia hanya
berkata bahwa siap mengurus motornya dan mengantar dulu sebelum kembali. Pak
Rafi naik, masih bingung mengapa orang asing itu begitu rela menolongnya, padahal
sedari tadi berusaha minta pertolong pengendara lain tidak pernah berhasil. Sepanjang
jalan, mereka nyaris diam. Hanya suara mesin dan guyuran hujan yang
mendominasi.
Begitu tiba
di kantor dinas, si pengendara membuka helmnya. Wajah itu muncul seperti
teka-teki yang tiba-tiba terpecahkan. Damar, siswa yang dulu selalu melawan
aturan, tersenyum dengan mata berkaca. “Pak, motor Bapak saya kenali dari
platnya. Saya selalu ingat Bapak pernah bilang: hidup harus punya manfaat.” Di
tengah derasnya hujan, Pak Rafi sadar hari itu, ia tidak hanya menumpang motor,
tapi menumpang takdir baik yang tak pernah ia sangka.
Bagu Loteng, 1 Juli 2025
Jos Gandos Guru Pentigrafku
BalasHapusMaturnuwun Cak
Hapus