Pengantar dalam sebuah buku bisa
menjadi sesuatu yang luar biasa. Penulis
sering menemukan banyak ilmu baru dan bahkan inspiriasi dari sebuah kata
pengantar sebuah buku. Di dalamnya
selalu ada motivasi maupun ilmu yang
menyegarkan. Dalam hal ini Abah Moch Khoiri selaku founder RVL sering
menuliskan pengantar buku yang sangat inspiratif.
Disini kita ingin mencoba
mendapatkan hal luar biasa dalam contoh sebuah pengantar mengenai puisi 2.0 .
Sebuah pengantar dari Sang Penggagas
Puisi 2.0 Dr. Endang Kasupardi yang diberinya judul “DIAM DALAM PENDAR SUNYI,”
khusus untuk buku karya Bu Kanjeng berjudul “Pesona Cakrawala Aksara. Kumpulan
Puisi 2.0 Bu Kanjeng.” (2023)
Dalam pengantar tersebut Sang
Penggagas menjelaskan tentang Puisi 2.0 yang sejatinya berawal dari media
pembelajaran untuk siswa dalam menulis puisi yang diartikan menuangkan pikiran
dan perasaannya dengan kata dan bahasa indah. Jika dituntut harus sempurna,
maka zaman yang serba cepat dan banyak orang tidak sempat membaca begitu
panjang, tentu hal yang sulit. Orang tidak bisa lagi membaca puisi panjang maka
dilahirkanlah puisi 2.0 yang bercirikan tidak lebih dari 20 kata .
Dengan merujuk pada karya sastra
layaknya puisi maka penggunaan gaya bahasa, diksi, rima dsb tetap digunakan.
Pengungkapan kata itu bisa lahir maupun batin. Riil maupun abstrak. Penulisan
puisi yang biasa di tahap awal menggunakan objek nyata lambat laun mampu
menuliskan hal abstrak. Sehingga dalam pembahasannya menulis puisi 2.0 mempunya
9 fase. Setiap fase menuju ke arah kompleksitas tinggi. Bagaimana pembahasan
selanjutnya marilah kita ikuti tulisan beliau berikut
Oleh
Dr.
Endang Kasupardi, M.Pd.
Semula, penyusunan genre Puisi 2.0 (P2.0) adalah usaha sadar
agar puisi tidak menjadi barang unik dan antik yang dipelajari siswa di
sekolah. Belajar sastra dan menampilkan karya sastra pada buku pelajaran sastra
dari sastrawan berbagai angkatan. Bahkan tidak sedikit para Penulis sastra,
agar masuk pada materi pembelajaran menamakan diri angkatan-angkatan kekinian
sehingga para penulis sastra memiliki nama angkatan kepenyairannya. Hal itu
beralasan, sebab materi pelajaran fokus pada sastra angkatan dan dianggap bahwa
karya itu adalah karya yang sudah stabil dan berasal dari Sastrawan yang sudah
mapan tentang karya sastranya. Namun akibat dari semua itu, sastra dan
perkembangan kesusastraan hanya berdasar pada angkatan yang dipelajari dan
ketika para pembelajar mengungkapkan isi hati dan pikiran pada bentuk sastra
(misalnya puisi atau cerita pendek) masih dianggap, curhat atau orang orang
melow yang lebih mengutamakan rasa, bukan dinilai tentang hasil sastranya.
Apakah itu sudah masuk pada sastra yang bisa dipelajari?
Para pembelajar kemudian ragu akan materi pelajarannya jika
yang dipelajari adalah tulisan tulisan orang-orang kini dengan kekiniannya.
Padahal hasil dari orang kini dan kekinian adalah karya sastra yang dihasilkan
sesuai perkembangan jamannya sebagaimana esensi dari karya sastra yang terjadi
adalah gambaran perkembangan sesuai jamannya.
Hal itulah, maka, sastra yang dipelajari sebagai sistem
perkembangan sastra tidak begitu berjalan dengan baik, selain mereka, para
pembelajar tetap berpandangan bahwa sastra -- khususnya puisi – karya-karya
angkatan adalah karya yang sebenarnya puisi yang sudah stabil dengan nama besar
para pengarangnya. Padahal karya mereka, benar sudah stabil tapi jika terus
dipelajari, untuk mencapai stabil perlu tahapan-tahapan pembelajaran.
Puisi 2.0 adalah sarana imajiner yang disajikan untuk
membentuk perangkat keterampilan
mengolahtuangkan pikiran dengan rasa pada bentuk ungkapan yang dituliskan
pengarangnya sehingga p2.0 memiliki tahapan mulai dari bentuk dzohir hingga batin.
Dari bentuk ril hingga abstrak. Disini p2.0 memiliki 9 tahapan penyusunan
pembelajaran, yang diharapkan para penulis pemula memiliki keterampilan dari
bentuk nyata sampai bentuk abstrak dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya
pada bentuk puisi.
Pemikiran mendasar inilah yang diharapkan pada puisi 2.0
dalam mencapai kemahiran bersastra dengan batas kata sebanyak-banyaknya 20
kata.
Lepas dari itu, buku puisi 2.0 yang disusun oleh Ibu
Kangjeng, dari catatan saya sebagai penggagas puisi 2.0 dan memberikan pengatar
pada setiap buku p2.0 yang terbit, merupakan buku puisi 2.0 yang ke 50.
Hasil dari puisi bu Kanjeng ini, sudah menemukan jati diri
bentuk puisi dari type 1 sampai type 3, dari 9 type yang ada. Ini merupakan
perkembangam bagus, karena semula p2.0 adalah sarana belajar untul menyusun
puisi yang panjang dan stabil, tapi dengan type p2.0 yang disusun bu Kanjeng
juga sudah baik dan stabil. Penulis sudah mampu mengungkapkan pikiran dan
perasaan pada pembatasan kata yang disajikannya.
Saya ambil puisi karya bu Kanjeng dalam.buku ini.
Pada type 1 ada puisi yang berjudul
SARAPAN
bubur
ayam
mengundang
selera
disantap
dengan si dia
mengaliri
urat
nadi
asupan
gizi
menambah
semangat
menapaki
kehidupan
Puisi yang dihasilkannya, berdasar pada peristiwa makan
bubur ayam, tidak salah diungkapkannya. Nyata terjadi. Tapi kita tidak
merasakan keringnya ungkapan, ini bagus dan tidak dapat disangkal bahwa ini
adalah sebuah kebenaran peristiwa.
Ada banyak puisi yang memiliki napas sama yang dihasilkan bu
Kanjeng, dan ini adalah perkembangan keterampilan yang dimilikinya akan
berkembang dengan baik dalam memahami p2.0.
Puisi 2.0 dengan karakter abstrak bisa dilihat pada puisi
yang berjudul DIAM
tanpa
jeda
membaca
langit
membisu
dalam
hening malam
menjalar
karsa
raih
bintang
tiada
suara
berpendar
sunyi
jumud
Disini, Penulis menunjukkan sikap sedang dan sudah
berkontemplasi menerjemahkan hal abstrak, DIAM. hasil ungkapannya membawa
pembaca untuk merasakan bawa diam yang dialami penulis, karena ia melihat ada
pendar sunyi yang terus bergetar dalam dirinya. Ini juga bagus dalam
menguraikan perasaannya.
Akhirnya, Saya sebagai penggagas puisi 2.0 mengucapkan
selamat kepada bu Kanjeng yang sudah berusaha menyelami genre puisi 2.0. Dan
selamat pula sudah dapat mewujudkannya menjadi sebuah buku yang sangat baik
ini.
Berkaryalah
dengan seksama.
Terima
kasih
Semoga
Bermanfaat. Aamiin,
Blitar,
21 Desember 2023
Salam
Alhamdulillah. Saya merasa bersyukur, ketika saya mau belajar dan Allah mudahkan proses tulisan ini menjadi buku. Terima kasih kepada Pak Har dan juga Pak Endang penggagas puisi p.2.0
BalasHapusNggih sama2 Bunda. Setiap kemauan keras mendapatkan hasil positip . Ini contohbyang nyata.
BalasHapusSelamat bu Kanjeng karya buju P2.0 terwujud
BalasHapus