Mengenal Buku
100 Pentigraf Klaster Bicara (4) :
Bisakah
Pentigraf Diajarkan Di Sekolah ?
Oleh : Hariyanto
Bisakah Pentigraf diajarkan di sekolah ? Ini pertanyaan yang
mengandung “literasi “ di dalamnya. Jika sekolah mengembangkan literasi, pasti
sudah paham betul akan tahapan Gerakan Literasi Sekolah. Penggeraknya baik guru
maupun Kepala Sekolah pasti akan melihat 3 tahapan dalam pengembangan literasi
sekolah yaitu : 1) Pembiasaan, 2) Pengembangan dan 3) Pembelajaran.
Ketiganya seolah
terpisah namun sejatinya bisa dilakukan bersamaan. Memang pembiasaan itu
hal sangat penting sebelum langkah berikutnya. Justeru langkah menarik minat
baca inilah yang menjadi tantangan terberat saat ini. Gambaran hasil survey
yang menemukan fakta minat baca pelajar Indonesia sangat rendah harus dijawab
dengan program nyata. Setidaknya contoh dari guru dan warga sekolah untuk
menunjukkan perilaku berliterasi harus dimunculkan. Bukan sekedar action
“gaya-gayaan” namun membaca harus dijadikan budaya. Hanya di masa sekarang
membaca tidak harus buku kertas, dan bisa digantkan dengan e book membaca tanpa
kertas.
Jika tahap pembiasaan membaca sudah tertanam, maka pada tahap
pengembangan kita bisa bicara banyak hal. Sebagai contoh belajar menulis puisi
dan atau cerpen. Disinilah Pentigraf atau cerpen tiga paragraf menjadi sangat
memungkinkan diajarkan di sekolah.
Ada banyak faktor yang bisa dicatat sebagai keunggulan
“mengajar” pentigraf di sekolah antara lain :
1)
Cerpen ini terdiri dari 3 paragraf adalah sangat
singkat. Kemudahan ini yang bisa dijadikan faktor “penyemangat” menulis.
2)
Tulisan berbentuk pentigraf bisa dilatih dari banyak
kegiatan seperti kegiatan selepas membaca biasanya siswa disuruh membuat
resume. Nah, resume bisa diwujudkan dengan jumlah 3 paragrafnya. Hal berkenaan menuju
kesempurnaan pentigraf akan dilatihkan secara terus menerus.
3)
Contoh pentigraf banyak ditemukan di media melalui
internet. Bahkan Kampung Pentigraf Indonesia sudah menerbitkan 6 buku kumpulan
ratusan pentigraf pilihan. Hal ini bisa dijadikan contoh penulisan yang bisa
dipelajari di sekolah dan di rumah.
4)
Pentigraf bisa ditulis dengan berbagai tema. Sangat
luwes dan fleksivbel. Bahkan penggunaan majas dan peribahasa bisa dijadikan
pentigraf sekaligus pembelajaran sastra.
Berikut pengalaman seorang guru yang optimis bisa
membelajarkan pentigraf di sekolah yang penulis kutip dari Tribunnews.com bisa
dijadikan renungan dan semangat. Selengkapnya bisa ditelusuri pada link ini
: https://suryamalang.tribunnews.com/2021/11/14/pentigraf-makin-populer-siswa-bisa-belajar-bikin-cerita-fiksi
SURYAMALANG.COM, MALANG - Sarasehan memperingati lima
tahun Kampung Pentigraf Indonesia (KPI) diadakan di Warung Joglo Jati,
Sawojajar II Kabupaten Malang, Minggu (14/11/2021).
Pentigraf
adalah cerpen tiga paragraf. Temanya adalah "Memanen Pentigraf di Kampung
Digital".
Pembicaranya
Ardi Wina Saputra MPd dari Unika Widya Mandala Madiun "Meneroka Komunitas
Sastra Digital dalam KPI"
Serta
Prof Dr Djoko Saryono MPd, Gubes UM "Merintis Ekosistem Hibrid Fiksi
Indonesia, Berkebebasan dan Berkebahagiaan".
Menurut
Tengsoe Tjahjono, Lurah KPI, kini peminat pentigraf makin banyak dan dari
berbagai kalangan.
"Bahkan
juga ada jagal sapi dan profesi lainnya. Guru-guru apalagi," kata Tengsoe
di sela kegiatan.
Dikatakan,
dengan diberikan di sekolah, siswq bisa belajar bagaimana menulis fiksi, alur,
tema dengan mudah.
"Meski
hanya tiga paragraf, tapi tetap ada narasinya, alurnya ada. Dan di paragraf
ketiganya ada ketidakdugaan/kejutan," jelas dia.
Untuk
anak-anak milenial yamg suka serba cepat, maka ini disukai.
Dari
sarasehan itu juga ada cerita guru yang yang menyampaikan jika siswanya senang
dengan menulis pentigraf.
Dikatakan
Tengsoe, pentigraf punya prospek bagus.
"Saya
kerap ada undangan dari guru-guru tentang pentigraf. Masa depan pentigraf bagus
karena ada peningkatan apresiasi dari banyak kalangan. Saya pikir ini menjawab
tantangan zaman ini," katanya.
Sedang
untuk menerbitkan karya-karya pentigraf masih di penerbitan indie karena belum
bisa menembus penerbit mayor. Tapi penerbit indie juga punya power.
"Pesan
saya untuk mereka yang tertarik pada pentigraf, jika menulis fiksi, maka
cara belajar cepat adalah dengan pentigraf. Jika sudah belajar bagus, maka bisa
menulis lebih panjang lagi," papar dia.
Dalam
pentigraf ada formatnya sebagaimana menulis puisi, cerpen. Ini harus dipatuhi.
Pentigraf
dikenalkan lagi oleh Tengsoe sejak 2014 hingga sekarang.
"Trend-nya
baik. Berarti memang banyak orang rindu ruang untuk menulis," jawabnya.
Seorang guru juga memaparkan pengalamannya;
Pentigraf dinilai lebih sederhana dan mudah dibuat. Setidaknya, itulah yang dirasakan Nurul Khurriyah, kepala SMP Islam Krembung, Sidoarjo. Mahasiswa doktoral Pendidikan Bahasa dan Sastra Unesa itu kini mempelajari pentigraf. Dia berencana mengajarkan cara menulis pentigraf kepada anak-anak di sekolah yang dirinya pimpin serta SMK Islam Krembung, tempatnya bekerja. ’’Ini alternatif untuk mengekspresikan diri ke dalam bentuk karya. Ketika para siswa itu bisa mengaktualisasikan diri, rasa percaya diri mereka akan tumbuh,” ujar perempuan yang hobi menulis puisi dan esai itu. (Jawa Pos.com)
Pegiat
pentigraf adalah Hendrika dari Malang. Ia memang suka menulis.
Setelah
bertemu Tengsoe dan pegiat lainnya, setidaknya paham dengan pentigraf dan
tantangannya bagaimana menyampaikan cerita dalam tiga paragraf.
"Jika
bikin cerpen kan mengalir saja. Tapi di pentigraf harus 210 kata dalam toga
paragraf dan ada kejutan cerita di akhir paragrafnya," kata warga Bandulan
ini.
Ia
menyebut dalam membuat pentigraf kategori tidak sulit juga tidak gampang.
Jika
lebih dari 210 kata, ia edit lagi. Sehingga perlu memilih kata yang efisien.
Tokohnya
juga harus satu karena ruangnya sempit. Ide-ide yang didapatnya untuk jadi
cerita dari lingkungan sekitar.
Kadang
melihat tukang becak bisa jadi ide.
Kadang
karyanya dijadikan status WA dan dikomen oleh teman-temannya. Ia berharap
masyarakat senang membaca dan menulis.
Pentigraf adalah salah satu genre.
Sedang Joko Saryono mengatakan, dunia digital adalah sebuah
peremajaan kembali dari berbagai lapisan kebudayaan lampau.
Karena di dalam dunia digital bermukim banyak sastra. Dalam
dunia digital, sastra lisan menguat kembali.
"Kelisanan dapat ruang baru di dunia digital sebagai
kelisanan sekunder. Maka sastra lisan bisa apa saja. Yang bangkit kembali tak
hanya sastra lisan tapi manuskrip. Pondok pesantren juga menggebu-gebu untuk
melakukan digitalisasi manuksrip," papar Kepala Perpustakaan Universitas Negeri Malang (UM) ini.
Dikatakan, pentigraf bukan sastra digital. Tapi juga bukan
sastra naskah. Ia melihat pentigraf hidup berdampingan dengan dunia digital.
Sedang Ardi berharap tetaplah pentigraf dalam pola pikir
keaksaraannya dan diunggah atau bermedia/hidup bersama dunia digital.
Tapi untuk menjadi digital, infrastruktur digital tidak bisa
dilakukan dengan sekejap.
"Untuk berbagi kebahagiaan, bentuk sekarang ini paling
nyaman. Jika dipaksakan, nanti teman-teman malah tidak berani dan mahal.
Angan-angan boleh tapi tidak jadi keharusan. Malah bisa alih wahana jadi
visual, audio," papar Joko.
Ia menyatakan banyak kenal teman-teman difabel yang juga
perlu menikmati karya sastra.
"Kita berpikir kenormalan saja. Ketika sastra cetak
muncul, kenapa tidak ada sastra audio. Bagaimana teman-teman yang buta, tidak
mendengar. Sehingga jika ada alih wahana, maka akan bermanfaat," tandas
Joko.
Kelahiran Kampung Pentigraf Indonesia (KPI) tidak dapat
dilepaskan dari kebutuhan silaturahmi para pentigrafis (sebutan bagi penulis
pentigraf).
Ini ia gulirkan dan tulis sejak tahun 1980-an di koran lokal
Suara Indonesia Malang.
Pada tahun 2015-an melalui facebook, ia mulai menulis lagi
dan ia bagikan di dinding akun FB-nya. "Ternyata banyak kawan yang
tertarik dengan pola fiksi seperti itu.
Bahkan, sebelum KPI terbentuk, antologi pentigraf pertama
lahir dari KPK Deo Gratis, yaitu Pedagang Jambu Biji dari Phnom Penh (Juni,
2017).
Nah tunggu apalagi ? Menulislah pentigraf dan jangan ragu
mengajarkannya di sekolah. Setidaknya siswa menjadi lebih mengenal dunia sastra
negeri sendiri.
Salam Literasi,
Blitar, 2 Desember 2021
Hariyanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar