PENTIGRAF BU
SRI PERAWAT TAMAN
Oleh. Hariyanto
Orang pasti
tidak menyangka kalau beliau seorang guru, karena setiap pagi sebelum
pembelajaran beliau melepas sepatu, berganti sandal biasa dan dengan sebuah
pisau memangkas beberapa daun di taman
sekolah. Pekerjaan itu dilakukan setiap hari bahkan setiap jam kosong ketika
istirahat. Semua tanaman di sekolah seolah menjadi taman di rumahnya sendiri.
Semua tanaman tidak lepas dari sentuhan tangannya.
Pandangan Anton siang ini mengarah pada pot bunga di
depannya. Lama duduk di kursi teras kantor,
mengamati pot bunga Kuping Gajah. Daunnya lebar ada 5 buah, masih hijau namun kelihatan
suram agak berdebu. Tanah di bawahnya juga mulai mengering kurang siraman air.
Hemmm,....dia merasa bersalah telah berpikir salah tentang Bu Sri. Buang-buang
waktu, selalu berkutat dengan tanaman. Dia pun acap menyindir dengan
pekerjaannya yang tidak perlu. Biarkan saja, kenapa harus dirawat kan ada
penjaga sekolah. Itu yang sering disarankan kepada Bu Sri 5 bulan lalu, yang
kini sudah pensiun.
Hari ini
seperti ada satu penyesalan di dada Anton. Kepala Sekolah muda itu
memperhatikan daun Kuping Gajah kusam, dengan wajah kusam. Rumput pun mulai
tumbuh disela akar, tidak banyak tetapi mengganggu pemandangan. “Maafkan saya
Bu Sri.” Anton mendesah panjang, membayangkan wajah Bu Sri. Beliau bagaikan
dewi Sri penjaga tanaman padi, yang baru dia sadari.
Blitar, 14 Maret 2021
@by hariyanto - blitar
Catatan :
Pentigraf ini menjadi salah satu pentigraf yang dimuat di
buku Antologi Pentigraf KPI 2021 yang berjudul “Nama-Namaa yang Dipahat di Batu
Karang.”
Pentigraf ini adalah best true, yaitu kisah seorang teman
guru yang memang gemar berkebun danmerawat tanaman bunga di sekolah. Kebiasaan
itu dijalaninya sampai beliau pensiun.
Kesabarannya merawat tanaman, benar-benar membuat tanaman
menjadi indah dipandang mata. Baik tanaman di luar kelas dan ruangan maupun di
dalam teras dan di ruangan. Kapan pun ada waktu luang di sekolah , seperti di
saat istirahat atau jam sebelum pelajaran, beliau selalu terlihat merawat
tanaman.
Setelah kisah itu dijadikan pentigraf, maka “drama”
perseteruan dengan guru muda yang menjadi KS adalah kisah imaginasi semata.
Kisah yang sudah diolah menjadi sebuah cerita fiktif. Dan seperti itulah
sejatinya sebuah pentigraf itu terlahir. Bisa berasal dari kisah nyata, bisa
juga dari imaginasi semata.
Selamat menikmati
Salam literasi
Blitar, 4 Desember 2021
Hariyanto
Jos Maren. Lanjut
BalasHapus