Jumat, 03 Desember 2021

Mengenal Buku 100 Pentigraf Klaster Bicara (5) : Penggagas Pentigraf Sekaligus Penyair Berikut Contoh Karyanya

 



Mengenal Buku 100 Pentigraf Klaster Biara (5) :

Penggagas Pentigraf Sekaligus Penyair Berikut Contoh Karyanya

Oleh : Hariyanto

 

Profil Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd yang ada di Wikipedia Indonesia  perlu di update. Setidaknya posisi beliau sebagai penggagas pentigraf dan penyair yang produktif sampai tahun ini belum muncul dideskripsinya. Jika diamati disana seperti gambaran profil tahun 2015 an.

Disana  karya beliau khususnya karya puisi banyak ditampilkan melalui tautan link luar dan harus diakui belum dimuat contoh  karya pentigrafnya.  Karena itu disini penulis mencoba memberikan beberapa contoh karya pentigrafnya.

Sebagai pentigrafis sekaligus founder Kampung pentigraf Indonesia, beliau memiliki karya di 6 buku terbitan KPI. Diantara pentigrafnya yang sempat penulis tampilkan disini adalah yang termuat di buku “ Nama-Nama yang Dipahat Di Batu Karang ,” dan beberapa yang  masih terlepas di grup WA. Berikut beberapa pentigrafnya :

 

JALAN TOBAT

Sepagi ini gerimis sudah turun. Hawa kotaku yang sudah

dingin, semakin dingin terasa. Gigitannya terasa menembus

jaket parasit yang aku kenakan. Gerobak tetap aku dorong

menelusuri jalan kecil di perumahan. Apa pun yang terjadi

sampah-sampah harus terangkut dan bersih. Pekerjaan

ini sudah aku jalani selama hampir sepuluh tahun. “Pak,

berteduh dulu,” seru Bu Sutri dari teras rumahnya. Aku hanya

mengangguk sambil tersenyum. Gerimis bukan penghalang

bagiku. Gerobak yang semakin berat pun terus kudorong.

“Apa jadinya kampung ini tanpa Bapak,” begitu sering

kudengar. Bagiku yang kukerjakan bukanlah apa-apa. Tugasku

memang mengumpulkan sampah, lalu membuangnya ke

tempat pembuangan sampah yang terletak di timur pasar.

Tiba di ujung jalan kudapati banyak orang berkerumun.

Ternyata ada pencuri menjebol gembok pagar. Sebuah Vario

pun raib.

Aku tertegun, nyaris terdiam. Bayangan tiga belas tahun

lalu pun melintas. Pagi-pagi begini aku nyaris jadi daging

cacah setelah dihajar penduduk sebab ketahuan njambret

kalung siswi yang mau berangkat ke sekolah. Di kantor polisi

aku mengaku sudah menjambret lebih dari 40 kali. Pagi itu

pagi sialku. Siswi itu berani menendangku sambil berteriak.

Kudorong lagi gerobak sampahku. Aku niatkan ini sebagai

jalan tobatku. Biar kubuang sampah di kelam jiwaku.

Malang, 14 Mei 2021

Tengsoe Tjahjono

 

 

SANG PEMURAH

Tiap pagi kami bertiga sudah menunggu di ujung gang.

Mungkin orang-orang masih tidur, kami sudah menunggu

kehadirannya. Setelah kumandang adzan subuh selesai,

yang kutunggu datang, berbaju kuning dengan gerobak yang

didorongnya.

“Oh, kalian sudah menungguku, ya?” sapanya. Kami meng-

ang guk nyaris bersamaan. Sambil berjalan di belakangnya,

kami mendengarkan ceritanya. Tentang anaknya yang hanya

satu, yang kini sedang belajar jauh di ibu kota. Mengapa harus

punya anak lebih dari seorang, biayanya sangat besar untuk

merawat dan membesarkannya, katanya sambil ketawa kecil.

Kami hanya mengangguk-angguk. Di tiap rumah ia berhenti,

mengambil sampah di tempat sampah, memasukkan ke

gerobaknya. Selalu ia berhenti di ujung gang. Dikeluarkanlah

nasi dan ikan asin yang dibawanya, meletakkan di piring seng

yang sudah disiapkan. Kemudian, menyilakan kami bertiga

makan. Sungguh luar biasa.

Subuh ini kami bertiga sudah menunggu seperti biasanya.

Adzan subuh sudah berlalu begitu lama. Kami mulai

gelisah, saling pandang di antara kami. Kami susuri gang itu

tanpanya. Tiap tempat sampah kami buka, masih penuh tak

tak tersentuh. Tiba-tiba pemilik rumah keluar. Sambil marah-

marah sebuah sandal dilemparkan ke kami, “Minggat. Kucing

hanya bisa bikin kotor!” Untung kami bisa menghindar, dan

berlari menjauh. Kenapa Sang Pemurah itu tidak datang pagi

ini? Semoga besok pagi kami tidak sia-sia menunggu.

Malang, 14 Mei 2021

‘Ada karya beliau juga termasuk fresh yang penulis dapat di grup dan belum pernah diterbitkan...karena bertagar #pentigrafperibahasa.

 

MIMPI ARJUNA

Tengsoe Tjahjono

 

Srikandi dikenal sebagai perempuan yang cerdas, lincah, dan cekatan. Karenanya tak heran jika ia sangat aktif dalam kegiatan mahasiswa. Ingat Srikandi ingat burung srigunting, yang terbang melintas dengan ekor tajam membelah udara.

 

Arjuna jatuh cinta. Tentu hal ini sangat biasa. Hanya saja Arjuna tidak termasuk kategori mahasiswa pintar. Hari-harinya dihabiskan di Sanggar Minat. Melukis dan memainkan gitar. Liriknya ditulis dalam bahasa yang amburadul, melodinya ngawur.

 

"Kau itu seperti pungguk merindukan bulan," ujar teman-temannya. Arjuna tidak peduli. Dia tetap jatuh cinta pada Srikandi, tetap melukis, tetap menyanyi, tetap tidak pandai. Hanya Srikandi tetiba jatuh hati. Hidup itu absurd seperti melodi Arjuna. Dan Srikandi terhanyut pada lirik yang dipenuhi teka-teki seperti misalnya siapa ayah dan ibunya. Duapuluh tahun ia tinggal di Rumah Cinta, semenjak ia ditemukan di tong sampah dengan tali pusar membelit kakinya. Srikandi menemukan cinta di jantung Arjuna.

 

Sarangan 18 Nov 21

Karya berikutnya sebagai penyair adalah puisi. Ada puisi yang bercorak Korea karena dituliskan sewaktu menjadi dosen di Korea,  Selebihnya karya sampai tahun 2015. Sementara karya terbaru antara 2020 – 2021 ada beberapa yang saya kutip dari https://sastra-indonesia.com/2021/02/7-puisi-tengsoe-tjahjono/. Selebihnya saya dapat dari grup WA bersama beliau. Seperti karya puisi berjudul KUASA ETALASE.....merupakan puisi terbaru yang menjadi salah satu nominasi Cipta Puisi 2021.

Beberapa penghargaan dan karyanya yang sudah tercatat di Wikipedia Indonesia antara lain :

Penghargaan

·         5 Besar Lomba Cipta Puisi Nasional Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta, 1983[4]

·         10 Besar Lomba Cipta Puisi Sanggar Minum Kopi Denpasar Bali, 1992[4]

·         10 Besar Lomba Cipta Puisi Yayasan Selakunda Tabanan Bali, 1998[4]

·         Sastrawan Berprestasi Jawa Timur, 2012[4]

Karya Sastra

·                     Sajak-sajak Tengsoe Tjahjono

·         Kritik Sastra 

·         Memasuki labirin sajak-sajak

·         Puisi Mangrove

·         Puis-puisi untuk Aceh

·         Puisi-puisi Tengsoe Tjahjono 'Edisi Korea

·         Puisi Hompimpa 

·         Berkolaborasi dengan Swara Akustik 

·         Yang Bertamu Adalah Ilham (antologi puisi)

 

Karya bercorak Korea, karena ditulis di Korea antara lain :

KRONIK PAGI SEPANJANG SUBWAY

 

/1/

 

Dari mana jejak tiba. Bergegas. Jaket-jaket bergelembung oleh dengus, juga mata

tanpa cahaya. Siapa bercakap-cakap. Tak ada.

 

Beriringan diusung elevator ke pintu-pintu bawah tanah, ditimbun kerja

dilesakkan ke dalam kereta yang melaju perkasa

 

/2/

 

Duduk atau berdiri. Musik menundukkan telinga lewat handphone yang selalu menyala

Pikiran-pikiran lenyap dalam gerbong. Tak ada yang bicara. Angin pun tak

 

Satu setasiun, dua setasiun, tubuh didorong keluar-masuk

Lenyap pada seribu tangga yang gigil

 

/3/

 

Tanda-tanda panah ke kiri atau ke kanan. Laju. Pintu. “Ohoi, jangan tersesat,”

jebakan-jebakan angka, huruf-huruf tak terbaca, pada hatimu bicara. Syal dileher

menjerat jejak yang tak menemu ruang

 

(letakkan telapakmu di udara. Rasakan bekunya)

 

/4/

 

Mata itu bicara, tapi bisu. Tak ada peluit. Juga sinyal. Para pejalan menunggu waktu berkunjung

Hanya waktu disesaki oleh senyap. Gempita terkurung tembok besi, bisikanmu nyaris

tak sampai

 

“Hwarangdae, stasiun terdekat apartemenku, tak juga berkata-kata, memberikan seribu tangga

ke rintih sepatu.”

 

/5/

 

Seorang tua duduk di sebuah kursi panjang. Nafasnya menunggu, walau aku tak mengerti siapa yang

dinanti. Riuh lalu-lalang bergemuruh pada otak. Tak berkejap dipandangnya.

 

“Aku menunggu gunung, tepatnya sebuah bukit, ada soju di bangku-bangku kayu. Aku ingin mabok mencungkili masa lalu.”

 

Seoul, 30 Maret 2014

 

 

 

PINTU

 

Kukenal kamu sebagai pintu. Kukenali karena bentukmu.

Melewatimu harus menunduk, bayang-bayang separoh badan

Hanya debu, hanya debulah aku

 

Lalu kamu ajak aku bersila pada dataran papan hangat. Energi

mengalir dari batin ditumbuk dalam lesung yang tersedia di sudut

“Bukankah kelembutan itu sebuah pintu abadi?” Pintu lain dari

gerbangmu

 

tak ada yang bisa mengekalkan buka atau tutup

salammu selalu bersambut

dalam bayang separoh tubuh 

Seoul, 30 Maret 2014

 

Selanjutnya puisi tahun 2020 an antara lain :

 

Tengsoe Tjahjono

MASKER

 

Udara dipenuhi debu bakteri. Bertaburan dan bertebaran,

berdesak-desak menyerbu tenggorok dan paru

Juga berita busuk, kabar burung, dan ungkapan nyinyir

berduyun-duyun menyesaki ruang-ruang publik

membangun opini keliru tentang puisi

 

Pakailah maskermu, pakai segera

Debu tak lebih buruk dari kasak-kusuk

Ia itulah pisau yang membabi buta ditusukkan

pada bagian tubuh paling rawan: hati

 

Pakailah maskermu, pakai saja

Virus tak lebih buruk dari sikap iri

Ia akan membangun jalan-jalan duri

Siasat jahat untuk menelikungmu

 

Udara dipenuhi bubuk bakteri. Jamur di dinding,

di pepohonan, di sudut-sudut paling pribadi

menumbuh dan terus menumbuh ketika kebencian

tak pernah bisa dipadamkan oleh naluri

berkecambah menyesaki hari-hari

 

Pakailah maskermu, sebab itu jalan menghindar

paling sopan dari sergapan berita sampah

Bau kentut tak lebih buruk dari kata-kata asing

yang dikonstruksi dan dimanipulasi

demi ambisi semu

 

29 Maret 2020

 

PUISI DI KELOPAK ANGGREK

Pagi merekah di kelopak anggrek
Membawa pesan puisi. Matahari mencair, menghanyutkan kata-kata.
Sehangat teh tanpa gula.
Seliat pelukan

Pada lembar daun, puisi menyiapkan
ruang berbincang: burung-burung
dan cahaya, jalan dan persimpangan, batu-batu dan tapak kaki, rindu dan sepi
: Paradoks-paradoks ini dinamika asyik sekali

Pada kuncup bunga puisi abadi menulis
Seabadi anggrek yang dikenal sepanjang waktu
Tentang jejak bersama
Melintasi musim-musim

22 Des 2020

Sedangkan karya tahun 2021 antara lain :

 

Tengsoe Tjahjono

ABSURDITAS SEBUAH KOTA

 

Ah, Jakara, jalan-jalan berseliweran di relung tubuhmu. Menggotong jutaan jantung yang memompakan darah ke segala penjuru. Orang-orang selalu tiba dari laut, sungai, gunung, dan angkasa, membuktikan mimpi yang diobral di televisi. Menonjok-nonjok perut dan dadamu. Kamu rasakan mual yang akut, muntah di Ciliwung yang bau.

 

Andai ada ratusan Jakarta, bertebaran tak hanya di Jawa, bisa jadi mimpi bisa dibagi. Jakarta tak lagi menjadi mangkok absurd yang diperebutkan, sebab setiap orang sudah memiliki mangkoknya masing-masing. Hanya sayangnya Jakarta hanya satu, lampu pijar yang selalu dikerubuti laron-laron. Bercahaya dan membakar. Tumpukan sayap teronggok di gorong-gorong

 

Kamu di mana? Di sekitaran Jembatan Semanggi, Kota Tua, Pelabuhan Sunda Kelapa, Slipi atau Pacenongan. Senyummu di mana? Keringatmu menyumbat pintu air. Jakarta banjir air mata. Kardus, seng, kresek, timbul tenggelam di antara harapanmu yang mengabu dan samar

 

Ya, ya, siapa suruh kamu datang. Andai Jakarta bukan merkuri. Wajahmu tak kan memucat kini.

 

2021

 

 

 

SUARA SEPATU

Lama tak kudengar detak sepatu itu
Melewati lorong, di antara rimbun mawar dan kersik angin
Sebelum pintu dibuka kala fajar

Detak itu seirama detak jantung
Annelies yang datang dengan kereta
Melampaui ladang-ladang
Sebelum berpeluk dengan mimpi

Aku memang bukan Minke
Tak terbaca pada peta sejarah
Hanya suara sepatu itu
Tak habis-habis ditunggu

2021

Termasuk yang menjadi nominasi Cipta Puisi 2021 di bawah ini :

Tengsoe Tjahjono

KUASA  ETALASE

Ternyata pasar tidak memerlukan lahan khusus

Etalase dengan lampu warna-warni

Menyala bergantian di mata dan hatimu

 

Di gawai pasar meriah sepanjang waktu

Tidak mengenal jam buka atau jam tutup

Tidak terganggu jalanan macet atau tempat parkir

Sambil tiduran kamu tinggak klik

Dan saldo berkurang dari rekeningmu

 

Hari ini ada diskon khusus, bebas ongkir, atau bonus

Matamu pun tak terpejam

Melompat-lompat dari satu pasar ke pasar lain

Dirajam kuasa etalase

Pikiranmu mendadak dungu

 

Kucing yang berburu ikan asin

Tiba-tiba pingsan di tempat sampah

Perutnya mabuk, muntah potongan-potongan kepala

Berpuluh-puluh

 

Laron gugur dicecar pijar lampu

Sayapnya terbakar jadi abu

 

Di sudut kamar tumpukan sepatu dikemul debu

Di almari lipatan baju bagai timbunan batu-batu

Di kulkas makanan membusuk dan bau

Di hatimu sebuah kesepian panjang  memahat catatan

 

Etalase dengan lampu warna-warni

Bius yang ditiupkan pada ruang sepi

Cahaya itu membakarmu

 

Matikan, matikan saja gawai

Saat lonceng berdentang dua belas kali

Ketika bius mulai ditebarkan

Pada matamu yang masih terjaga

 

16 September 2021

 

Nah itulah beberapa karya yang penulis abadikan di blog ini semoga dapat dinikmati.

Penulis hanya sekedar menyajikan untuk dinikmati dan mengenai kritk sastranya tentu ada ahlinya tersendiri.

Salam Literasi,

Blitar, 3.12.2021

HARIYANTO

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar