Sang Jelita yang Terlupakan
Oleh : Hariyanto_
Dulu, ia
begitu dicintai. Keindahannya tak tertandingi, hadir dengan kelembutan yang
menenangkan. Anak-anak bermain di sisinya, tawa mereka berpadu dengan kesejukan
yang ia berikan. Tak seorang pun ingin melihatnya kotor, apalagi menyakitinya.
Ia mengalir dalam kehidupan, menjadi bagian dari setiap hari, memberi tanpa
meminta. Namun, waktu perlahan mengubah semuanya.
Sepuluh tahun
berlalu. Tak ada lagi penghormatan, tak ada lagi bisikan syukur. Yang dulu
indah kini dilupakan. Ia dihina, dicaci, dilempari kotoran tanpa ampun. Bau
busuk menempel di tubuhnya, luka-luka menggenang di sudut-sudutnya. Hingga
suatu malam, seorang ibu melempar limbah ke arahnya, menggerutu, "Nih,
terima kotorannya! Pantas untukmu!"
Esok pagi,
kampung mendadak sibuk. Ada lomba kebersihan, dan sosok yang dulu mereka
abaikan kini dirawat kembali. Kain-kain kotor ditarik dari tubuhnya, sampah
diangkat satu per satu. Ia kembali bersinar, mengalir tanpa hambatan. Seorang
juri berdiri di tepinya ; ibu yang semalam mengumpat. dan membuang limbah. Ia
menatap air yang mengalir jernih, tak lagi menggenang dalam kebusukan. Dengan
suara bergetar, ia berbisik, "Maaf… aku telah menyakitimu."
Loteng, 24 Mei 2025
Ada beberapa Pelajaran penting pada pentigraf kali ini
yaitu;
1.
Kita Belajar melukiskan tokoh sentral
yang bukan manusia . Tokoh sentralnya di pentigraf ini adalah bukan manusia tetapi Sungai kecil di Tengah kampung yang
dimetaforakan dengan Sang Jelita. Hal ini mengisyaratkan bahwa menulis pentigraf
tidak harus membayangkan menusia semata, tetapi bisa dari benda-benda mati,
atau hewan. Hal ini perlu dipahami oleh penulis pentigraf agar mempunyai
wawasan luas dalam menuangkan ide-idenya.
2.
Hal kedua kita belajar menggunakan
kalimat jeda dramatis. Kalimat ini sangat penting terutama untuk membuat cerita menarik yang mempunyai efek membuat
ketegangan atau kejutan dalam cerita, terutama untuk cerita selanjutnya.
Kalimat ini penting untuk dipahami bagi seorang penulis cerita pendek, novel
maupun puisi, dalam hal ini pentigraf. Problem utama penulis adalah
terburu-buru dalam menyelesaikan kisah ceritanya. Kalimat Jeda Dramatis ini
adalah semacam “rem” untuk membuat cerita sedikit bernapas, dan tidak terkesan
buru-buru.Lalu kalimat berikutnya siap disajikan kejutan-kejutan penting yang
dipasang di paragraf ke 3 atau twistnya.
Coba praktikkan dan rasakan.
Berikut daftar Kalimat Jeda Dramatis dan Efeknya dari
pentigraf di atas,untuk Latihan menulis pentigraf.
1.
“Namun, waktu perlahan mengubah
semuanya." Efeknya : Menyiapkan peralihan dari kebahagiaan ke
kehancuran.
2.
"Tak ada lagi penghormatan, tak
ada lagi bisikan syukur.” Efeknya : Menguatkan kesan ironi dan perubahan
drastis.
3.
"Hingga suatu malam, seorang ibu melempar
limbah ke arahnya…" Efeknya : Momen
klimaks, mempersiapkan pembaca untuk dampak emosional.
4.
"Esok pagi, kampung mendadak
sibuk." Efeknya : Kontras tajam dengan keadaan sebelumnya,
membangun harapan baru.
5.
"Seorang juri berdiri di
tepinya—ibu yang semalam mengumpat." Efeknya :
Twist kejutan, menyentuh kesadaran dan refleksi karakter.
6.
"Dengan suara bergetar, ia
berbisik, 'Maaf… aku telah menyakitimu.'" Efeknya : Akhiran yang penuh makna, membawa amanah pesan
moral cerita.
Kesimpulan penggunaan kalimat jeda dramatis dalam
cerita ini adalah memperkuat emosi,
membangun suspense, dan memberikan kejutan serta refleksi mendalam bagi
pembaca. Dengan perubahan ritme dan tekanan emosi, cerita terasa lebih hidup
dan bermakna.
Semoga bermanfaat.
Loteng, 24 Mei 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar