Minggu, 25 Mei 2025

Pentigraf : Belajar Melukis Tokoh Sentral dan Kalimat Jeda Dramatis



Sang Jelita yang Terlupakan

Oleh : Hariyanto_

 

Dulu, ia begitu dicintai. Keindahannya tak tertandingi, hadir dengan kelembutan yang menenangkan. Anak-anak bermain di sisinya, tawa mereka berpadu dengan kesejukan yang ia berikan. Tak seorang pun ingin melihatnya kotor, apalagi menyakitinya. Ia mengalir dalam kehidupan, menjadi bagian dari setiap hari, memberi tanpa meminta. Namun, waktu perlahan mengubah semuanya.

 

Sepuluh tahun berlalu. Tak ada lagi penghormatan, tak ada lagi bisikan syukur. Yang dulu indah kini dilupakan. Ia dihina, dicaci, dilempari kotoran tanpa ampun. Bau busuk menempel di tubuhnya, luka-luka menggenang di sudut-sudutnya. Hingga suatu malam, seorang ibu melempar limbah ke arahnya, menggerutu, "Nih, terima kotorannya! Pantas untukmu!"

 

Esok pagi, kampung mendadak sibuk. Ada lomba kebersihan, dan sosok yang dulu mereka abaikan kini dirawat kembali. Kain-kain kotor ditarik dari tubuhnya, sampah diangkat satu per satu. Ia kembali bersinar, mengalir tanpa hambatan. Seorang juri berdiri di tepinya ; ibu yang semalam mengumpat. dan membuang limbah. Ia menatap air yang mengalir jernih, tak lagi menggenang dalam kebusukan. Dengan suara bergetar, ia berbisik, "Maaf… aku telah menyakitimu."

 

Loteng, 24 Mei 2025

 

Ada beberapa Pelajaran penting pada pentigraf kali ini yaitu;

 

1.      Kita Belajar melukiskan tokoh sentral yang bukan manusia .   Tokoh sentralnya di pentigraf ini  adalah bukan manusia tetapi  Sungai kecil di Tengah kampung yang dimetaforakan dengan Sang Jelita. Hal ini mengisyaratkan bahwa menulis pentigraf tidak harus membayangkan menusia semata, tetapi bisa dari benda-benda mati, atau hewan. Hal ini perlu dipahami oleh penulis pentigraf agar mempunyai wawasan luas dalam menuangkan ide-idenya.

2.      Hal kedua kita belajar menggunakan kalimat jeda dramatis. Kalimat ini sangat penting terutama untuk  membuat cerita menarik yang mempunyai efek membuat ketegangan atau kejutan dalam cerita, terutama untuk cerita selanjutnya. Kalimat ini penting untuk dipahami bagi seorang penulis cerita pendek, novel maupun puisi, dalam hal ini pentigraf. Problem utama penulis adalah terburu-buru dalam menyelesaikan kisah ceritanya. Kalimat Jeda Dramatis ini adalah semacam “rem” untuk membuat cerita sedikit bernapas, dan tidak terkesan buru-buru.Lalu kalimat berikutnya siap disajikan kejutan-kejutan penting yang dipasang di paragraf ke 3 atau twistnya.

Coba praktikkan dan rasakan.

Berikut daftar Kalimat Jeda Dramatis dan Efeknya dari pentigraf di atas,untuk Latihan menulis pentigraf.

1.      “Namun, waktu perlahan mengubah semuanya." Efeknya  :  Menyiapkan peralihan dari kebahagiaan ke kehancuran.

2.      "Tak ada lagi penghormatan, tak ada lagi bisikan syukur.” Efeknya : Menguatkan kesan ironi dan perubahan drastis.

3.       "Hingga suatu malam, seorang ibu melempar limbah ke arahnya…" Efeknya : Momen klimaks, mempersiapkan pembaca untuk dampak emosional.

4.      "Esok pagi, kampung mendadak sibuk." Efeknya :  Kontras tajam dengan keadaan sebelumnya, membangun harapan baru.

5.      "Seorang juri berdiri di tepinya—ibu yang semalam mengumpat." Efeknya : Twist kejutan, menyentuh kesadaran dan refleksi karakter.

6.      "Dengan suara bergetar, ia berbisik, 'Maaf… aku telah menyakitimu.'" Efeknya :  Akhiran yang penuh makna, membawa amanah pesan moral cerita.

 

Kesimpulan penggunaan kalimat jeda dramatis dalam cerita ini adalah  memperkuat emosi, membangun suspense, dan memberikan kejutan serta refleksi mendalam bagi pembaca. Dengan perubahan ritme dan tekanan emosi, cerita terasa lebih hidup dan bermakna.

 

Semoga bermanfaat.

 

Loteng, 24 Mei 2024

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar