Pada tanggal 17 Mei 2021 diperingati
sebagai Hari Buku Nasional dan Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional ke-41
tahun.
Bagaimana sejarah penetapan Hari Buku Nasional (Harbuknas) yang bertepatan
dengan Peringatan Ulang Tahun Perpustakaan Nasional? Berikut penjelasan
singkatnya.
Hari Buku Nasional (Harbuknas) diperingati pada 17 Mei setiap tahunnya.
Peringatan ini bertujuan untuk mendorong tumbuhnya budaya literasi, terutama
minat baca dan menulis di kalangan masyarakat Indonesia.
Peringatan Harbuknas dicetuskan pertama kali oleh Menteri Pendidikan Abdul
Malik Fadjar pada 2002. Penetapan Harbuknas pada 17 Mei berdasarkan nilai
sejarah hari berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 17 Mei
1980. Perayaan Harbuknas memupuk harapan terhadap meningkatnya minat baca dan
tulis masyarakat Indonesia.
Berbicara tentang minat baca rakyat
Indonesia yang sangat rendah. Pada Maret 2016, Central Connecticut State
University merilis survei minat baca pada tiap-tiap negara di dunia. Hasilnya,
Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara yang disurvei.
Selain itu , UNESCO juga menyatakan bahwa minat baca Indonesia sangat
memprihatinkan, presentasenya hanya 0,001%. Artinya, hanya ada 1 dari 1000
orang yang rutin membaca.
Lebih miris lagi, Word Bank merilis laporan pada 2018 yang menyatakan bahwa
dari penduduk Indonesia yang rutin membaca, lebih dari setengahnya, yaitu 55%
mengalami buta huruf fungsional. Buta huruf fungsional bukan berarti tidak
melek kata atau tidak bisa membaca, namun “kurang” bisa memahami informasi yang
dicerna. Sudah sedikit yang berminat membaca, ternyata yang rutin membaca pun
kurang memahami konten bacaan mereka.
Nyatanya, di zaman teknologi serba maju saat ini, masih ada sekitar 1,93%
penduduk Indonesia yang buta huruf, berdasarkan laporan BPS 2020. Di masa
pandemi Covid-19, angka buta huruf di Indonesia mengalami kenaikan. Terbukti,
dari survei BPS 2019, angka buta huruf Indonesia adalah sebanyak 1,78%. Namun,
di masa pandemi 2020, ada kenaikan tipis menjadi 1,93%. Artinya, masih ada
sekitar 5.237.053 penduduk Indonesia yang buta huruf, tidak bisa membaca
aksara.
Para penduduk buta huruf itu sebagian besar tersebar di enam provinsi di
Indonesia, mencakup Papua (21,9%), Nusa Tenggara Barat (7,46%), Nusa Tenggara
Timur (4,24%), Sulawesi Selatan (4,22%), Sulawesi Barat (3,98%), dan Kalimantan
Barat (3,82%).
Berdasarkan data BPS juga, angka buta huruf di Indonesia, khususnya di
wilayah perdesaan dua kali lipat lebih tinggi daripada perkotaan. Selain itu,
untuk jenis kelaminnya, jumlah buta aksara perempuan lebih tinggi daripada buta
huruf laki-laki.
Berdasarkan laporan survei Programme for International Student Assesment
(PISA) dan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Sebagai misal, dalam laporan survei PISA 2018, nilai siswa Indonesia masuk ke
jajaran terendah untuk pengukuran kemampuan membaca matematika, dan sains. Pada
kategori kemampuan membaca, Indonesia menempati peringkat ke-6 dari bawah (74)
dengan skor rata-rata 371. Turun dari peringkat 64 pada tahun 2015.
Berdasarkan fakta-fakta di atas bisa kita simpulkan bahwa ada sesuatu yang
krisis yang perlu kita sadari, yaitu krisis literasi dasar Baca Tulis. S Hasil
survey terindikasi bahwa siswa kita terendah dalam minat baca, maka sebenarnya
dari sini pulalah kita mencarikan solusi mengurai minat baca, membangkitkan
minat baca dan lalu sambil disinergikan dengan menulis. Maka diantara beberapa
literasi seperti numerasi, tehnologi dll maka literasi baca tulislah harusnya
dijadikan solusinya saat ini.
Karena itu mari kita jadikan Peringatan Hari Buku Nasional sekaligus HUT
Perpustakaan nasional ke-41 tahun 2021 menjadi semangat untuk giat membaca dan
menulis. Ini harus disepahamkan kepada semua guru dan pegiat literasi mari kita
galakkan giat membaca dan menulis.
Menulislah Setiap Hari Buktikan Apa yang Terjadi demikian satu judul buku Om Jay pegiat literasi seorang guru di Jakarta
sekaligus pengurus PGRI. Dalam silaturahmi virtual malam ini (18/5) oleh YPTD
(Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan) penerbit buku bayar seikhlasnya di Jakarta
berkumpullah para pegiat literasi, yang menyuarakan hal sama......banyak
membaca baik tersurat maupun tersirat dan menulislah.
Alhamdulillah di bulan Maret 2021 ini buku solo perdana saya terbit melalui
YPTD ini dengan judul .” Menggerakkan Literasi Sekolah Mengangkat Martabat Siswa.”
Insyaallah di bulan berikutnya saya bersama Bu Sri Sugiastuti atau Bu Kanjeng
berinisiatip menulis buku antologi berjudul,:Menggerakkan Literasi Mencerdaskan
Generasi.” Dalam proses semoga bisa terbit di Juni 2021 ini.
Jadi sekali lagi jadikan moment ini untuk menggerakkan siswa dan keluarga
untuk membaca dan menulis agar bisa dijadikan buku, Selanjutnya buku akan disimpan di Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Karena setiap buku karya yang diterbitkan di
Indonesia akan diterbitkan ISBN-nya oleh Perpustakaan nasional sebagai lembaga
yang berwenang. Buku itu menjadi bernilai abadi karena dilindungi oleh negara.
Blitar, 18 Mei 2021
By. hariyanto
Salam literasi selalu semangat untuk budayakan literasi dimanapun kita berada. Selanat hari buku nasional dan hut ke 41 Perpussnas.semoga selalu jaya membawa Indonesia maju
BalasHapusMeningkatkan literasi baca tulis mendapat tantangan tersendiri di masa pandemi. Selamat Pak atas terbitnya buku. Menjadi satu kontribusi di hari buku nasional.
BalasHapusMeningkatkan minat baca ditengah gempuran teknologi digital merupakan tantangan tersendiri. Saya garis bawahi tulisan bpk "krisis literasi dasar" .
BalasHapusSemoga kita semua dapat menjadi pengerak literasi dilingkungan kita semua. Selamat Pak, atas lahirnya buku solo. Keren