Istilah “Merdeka
Belajar”adalah satu program yang diluncurkan Kemendikbud pada pertengahan
Desember 2019 lalu, mendapatkan momentumnya saat ini. UN yang akan dihapuskan
di tahun 2021 ternyata dihapus di tahun 2020 karena adanya Pandemi Covid 19.
Sistem pembelajaran pun berganti BDR (Belajar dari Rumah) bagi siswa dan Guru
menyelenggarakan dengan dalam jaringan (Daring) dan Luar Jaringan (Luring) bagi
yang tidak ada akses internet. Kebijakan demi kebijakan pun muncul untuk
mempercepat adanya pembelajaran yang efektif dan efisien.
Guru pun akhirnya dituntut kreatif menyikapi keadaan ini.
Guru harus lebih rajin belajar demi “ merdeka belajar’ dalam arti
seluas-luasnya. Guru harus sadar bahwa belajar terjadi sepanjang hayat. Sudah
semestinya ilmu ‘daring’ dikejar untuk dapat memberikan pembelajaran secara
menyenangkan dan tidak membosankan. Demi siswa dan pendidkan pada umumnya.
Penyampaian materi
pun harus yang essensial, ala “merdeka belajar”, yakni numeralisai (berhitung),
literasi dan pendidikan karakter. Seharusnya dalam situasi saat ini kita mampu membentuk karakter seperti gotong royong
ke arah yang sama : literasi. Program
literasi harus diarahkan pada siswa gemar membaca. Sehingga adanya kesadaran membaca buku akan mempercepat pemahaman
atas materi guru. Karena siswa akan
membacanya dengan senang hati.
Hal lain ‘merdeka belajar” yang perlu digaris bawahi
adalah pertama ,Ujian Sekolah Berstandar Nasional, UN dihapuskan,
sehingga sekolah bebas menentukan model penilaian, dan juga bentuk assessment
yang digunakan. Sekolah otonom menentukan alat penilaian yang betul-betul bisa
mengukur progress siswanya. Semestinya penilaian ini menjadi lebih enjoy, bisa
dinikmati dengan senang hati baik oleh guru maupun siswa. Jangan lagi orientasi
nilai yang memacu semangat belajar,
tetapi orientasi menguasai kompetensi itulah tendensi semestinya. Menguasai
kompetensi harus menjadi tujuan utama pembelajaran dan dikemas dengan baik
dalam assementnya.
Bagi guru istilah merdeka assessment, berarti merdeka
menilai. Siswa senang, guru senang.
Siswa tidak tertekan batinnya apalagi stress lalu bunuh diri. Guru pun
menyiapkan tugas sembari menilai sehari-hari sesuai kompetensi yang ingin
diraihnya. Tetapi kenyataan kadang terbalik. Lembaran dan buku-buku LKS berisi
latihan soal bertebaran di sekolah, dan siswa kembali asyik mencari jawabnya.
Belajar sekedar mencari jawab soal. Kembali belajar menjadi berorientasi : n i l a i. bukan kompetensi. Inilah tantangannya.
Kedua, “Merdeka Belajar” adalah pembuatan RPP 1
lembar. Jika hal ini disikapi secara professional, pastilah akan membawa
langkah positip yaitu efektif dan efisien. Karena RPP sebenarnya hanya membutuhkan
3 komponen pokok di dalamnya yaitu, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran
dan assesment Tetapi lagi-lagi langkah di
lapangan masih ditemukan RPP 1 lembar disertai berpuluh halaman lampiran
evaluasi. ‘Merdeka Belajar” harusnya
menjadi slogan efektivitas, bukan sebaliknya justeru menjadi beban baru bagi guru.
Membelenggu kreativitas guru. Ini tantangan berikutnya.
Pandemi Covid 19 juga menyuguhkan tantangan baru yaitu
PJJ dengan pembelajaran daring. Guru harus terus belajar, berkreasi tiada
henti, menekuni semua ketrampilan yang mendukung tercapainya pembelajaran daring
efektif dan menyenangkan. Dalam era new normal seperti ini setidaknya ada 6
kompetensi yang perlu dikuasai guru dalam pembelajaran daring seperti paparan
Namin. AB sholihin yaitu : Kemampuan 1) Public Speaking, 2)Ice Breaking, 3)
Penggunaan Tehnologi(melek IT), 4) Mendesign kelas pembelajaran dan media
pembelajaran , 5) Model-model pembelajaran, dan 6) Ilmu parenting/ilmu
pengasuhan. Kesempatan Work Form Home dan BDR saat ini adalah kesempatan emas
yang mungkin tidak akan terulang lagi dalam hidup kita. Kesempatan bagi guru
untuk menguasai berbagai kompetensi di atas.
Sementara dalam penerapan di lapangan , dalam program
Kemendiknud “ Guru Belajar” disebutkan dengan 5 M ; 1) Memanusiakan hubungan, 2) Memahami konsep , 3) Membangun
keberlanjutan, 4) Memilih tantangan, 5) Memberdayakan konteks.
Kesimpulan
dari ‘merdeka belajar” bagi guru adalah mereka yang kreatif menuntut ilmu
pembelajaran efektif, demi kemajuan siswanya. Bagi siswa mereka belajar kreatif
dengan alat tehnologi mengembangkan pengetahuan dan pengalaman untuk
bekal hidupnya di masa depan.
Semoga
bermanfaat. Aamiin.
Blitar, 7 November 2020
Sumber Bacaan :
1. “Merdeka
Belajar”, Kemendikbud, Desember 2019
2. “Cara Kreatif Mengajar Daring”, oleh Namin AB. Ibnu Sholihin founder motivator pendidikan.com dalam paparan zoom PGRI bertajuk “ Membuat PJJ Tidak Lagi Membosankan.” pada 28 Oktober 2020
✔✔ Catatan : Tulisan ini adalah artikel lomba dalam rangka Hari Guru Nasional di MGI Media Guru Indonesia, dan pernah dimuat di web Gurusiana.
#
Tak ada UN, sepertinya kemerdekaan belajar telah tampak ya Pak. Beban mental anak-anak dan sudut pandang nilai mulai berubah. Hehehe
BalasHapusTrmks Pak ulasannya. Salam hangatku
Terimakasih Bang Ozy atas kunjungannya
HapusBagus, Pak Haryanto. Semoga tetap semangat menjadi pendidik. Oa,saya belum berani posting di gurusiana, loh.
BalasHapusIni naskah lomba kok Pak...ya lomba di Gurusiana, berharap masuk dan dibukukan. Mohon doanya nggih.
Hapus