Kisah Sebuah Peti Putih
Oleh : Hariyanto
Kampung Tiga ini memang agak jauh
dari kota. Penduduknya juga masih jarang, karenanya rumah saling berjauhan. Pandemi
covid 19 ini benar-benar membuat warga kampung itu trauma. Hampir setiap hari warganya
meninggal dunia, terkadang 2 – 3 sehari bersamaan. Seperti biasanya warga
dimakamkan dengan protokol kesehatan. Jenazah sudah ada di peti putih dan
langsung di makamkan oleh petugas khusus. Warga dilarang mendekat. Maka kampung
yang sepi itu menjadi semakin sepi di pemakaman.
Sore ini sebuah ambulans datang dan pergi seperti
tergesa-gesa karena mengaku dari luar kota. Entah siapa yang telah diserahi
untuk memulasara jenazah dalam peti
putih itu, tidak ada yang tahu. Warga terlanjur trauma karenanya tidak ada yang
berani mendekat apalagi menjamahnya.
Alhasil peti itu tergolek sendirian di atas onggokan tanah liat dan di tepi
lubang kubur menganga. Sesekali warga hanya melihat dari kejauhan peti putih
tersebut.
Malam gelap pun tiba, peti putih itu masih tergolek di atas tanah
pekuburan, tanpa ada yang mengurusnya. Tidak ada warga berjalan melewati area
itu. Apalagi suasana pepohonan bambu
masih lebat menambah seramnya suasana.
Warga pun tertidur melupakannya. Keesokan harinya kehebohan terjadi. Seorang
petani pagi-pagi sekali mendapati peti putih itu terbuka dan kosong isinya.
Hanya ada secariik kertas tertinggal bertuliskan ,” Mengapa aku dicovidkan?”
Blitar, 24 Agustus 2021
#pentigrafikutprihatin
pandemicovid19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar