Ditta Widya Utami, S.Pd.Gr. adalah salah satu guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat. Lahir di Subang, 23 Mei 1990. Menikah dengan Muhammad Kholil, S.Pd.I. dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Muhammad Fatih Musyfiq. Selain aktif di MGMP, penulis juga aktif di bidang literasi.
Sebagai guru IPA ternyata Ditta WU mempunyai prestasi banyak dalam bidang
kepenulisan. Beberapa buku tunggal sudah diterbitkan dan selebihnya buku
bersama (Antologi). Beberapa penghargaan literasi juga diperolehnya antara lain
:
Peraih Parasamya Susastra Nugraha (100 Guru Penulis Jawa Barat) - 2020Peraih Parasamya Suratma Nugraha (Penggerak literasi) - 2020Penghargaan dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Disarpus) Kab. Subang sebagai donatur buku - 2020Penghargaan Bupati Subang (2020) diusulkan Disdikbud Kab. SubangPenghargaan Bupati Subang (2021) diusulkan Disarpus Kab. Subang
Karya tunggal antara lain :
Precious (2017-2019), a novel 12 chapter - Mengapa Tak Kau Tanyakan Saja (2019), a short story 10 chapter - Djogja Backpacker (2019), a short story 5 chapter -Buku "Lelaki di Ladang Tebu" (2020), kumpulan cerpen pendidikan (silahkan cek Instagram @dittawidyautami untuk melihat testimoninya) Buku "Membongkar Rahasia Menulis" (2021), kumpulan tulisan selama mengikuti lomba blog PGRI bulan Februari Buku "Sepenggal Kisah Corona : Memoar Perjalanan Hidup Selama Satu Tahun Pandemi" (proses cetak)
Buku karya bersama antara lain :
Jejak Langkah Guru Subang (2019) - kumpulan best practice, MGMP IPA Subang Guru di Ladang Ilmu (2019) - kumpulan cerpen karya guru, Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat (KPPJB) Sepenggal Kisah di Ruang Cipta Pentigraf (2020) – KPPJB Dari Mata Air Hingga Muara (2020) - Literasi Subang Bihari dan Berwibawa (Lisangbihwa) Pelangi Jiwa (2020) - kumpulan kisah inspiratif, KPPJB Pena Digital Guru Milenial (2020) - kisah para guru blogger, PGRI Menyongsong Era Baru Pendidikan (2020) - bersama Prof. Eko Indrajit Pola Pembelajaran yang Efektif dari Rumah (2020) - Hasil Lomba Blog Hardiknas (PGRI) Sumbu Saihu Lisangbihwa (Jan 2021) - antologi puisi Saihu, Saihula, Saihudan bersama Lisangbihwa
Dendang Asa
Dalam Untaian Kata (Jan 2021) - antologi pentigraf bersama KPPJB Regional Subang Meniti
Asa : Kumpulan Kisah Awal Menjadi Guru (Feb 2021) - KPPJB
Alamat beliau :
Email : dittawidyautami@gmail.com
Blog : Blogspot dan Kompasiana
YouTube : ditta widya utami Instagram/Twitter : @dittawidyautami LinkedIn
: Ditta Widya Utami
Pembahasan
pertama adalah mengenal hubungan antara tehnik menulis dan mental penulis.
Gambarnya adalah berikut :
Teknik
menulis yang saya maksud mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari
pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan
utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis. Sedangkan
mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu
sendiri.
Untuk mental
seorang penulis menurut Ditta sedikitnya ada 5 :
1. Siap konsisten
2. Siap Dikritik
3. Siap Belajar
4. Siap Ditolak
5. Siap menjadi “unik”
Semua itu
sudah dirangkum dalam sebuah outline atau mind map berikut
Sebelum
membahas mental penulis perlu diketahui dahulu 4 jenis tipe penulis :
1. Dying writer
2. Dead man
3. Sick people
4. Alive
Penjelasannya
:
Tipe pertama
adalah Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini
adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang
penulis.
Seolah hidup
segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah
mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik,
tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dsb)
Tipe ini
bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra
agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis.
Tipe kedua
adalah Dead Man. Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini "mati".
Tidak diketahui keberadaannya. Terkubur di folder laptop. Terbungkus lembaran
diary. Atau notes yang ada di hp. Belum terpublish.
Tekniknya
ada (sudah mampu menulis), hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik
dsb) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau
artikel. Padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.
Tipe ketiga
adalah Sick People. Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah
teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah
berani mempublish tulisannya.
Mereka sudah
siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar
masih terdapat kekurangan dalam tulisannya.
Misal typo,
penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dsb.
Obat bagi
kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis.
Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh.
Karena
semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga
bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya.
Terakhir
tentu saja kategori terbaik, yaitu Alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup
dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya
bernyawa. Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli"
menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya. Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli
ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali
mereka.
Misal saat
menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan
akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis
bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan. Ciri yang paling kentara dari
kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal
nasional, di media massa, dsb.
Kelompok
Alive ini termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi
tantangan menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis,
dsb) Omjay, Mr. Bams, Bu Kanjeng, Pak H.
Thamrin, moderator hebat kita kali ini Bu Aam, bahkan Bapak dan Ibu yang selalu
bisa membuat resume bisa dikatakan dalam kategori ini. Apakah kita bisa menjadi
alive? TENTU BISA! Yang penting terus aktif menulis dan pupuk mental
penulisnya.
Bapak dan
Ibu yang mengisi kuesioner pasti tahu bahwa salah satu pertanyaan saya adalah
"Apa yang Anda takutkan ketika menulis/mempublish tulisan?"
Ternyata
dari 30 jawaban yang masuk, sebagian besar bisa dikategorikan menjadi 2 macam
ketakutan, yaitu :
1. Takut
terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan, tidak
sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta
ketakutan lain yang sejenis)
2. Ketakutan
yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut dicemooh,
diejek, tidak dibaca, dsb.
Sedangkan 3
orang lainnya menyatakan tidak memiliki ketakutan. Nah inilah yang patut kita
contoh.
Teknik
menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan
terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk
dibaca oleh orang lain. Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau
meningkatkan teknik dan mental menulis kita.
Nah, masuk
ke bahasan kedua tentang Naluri Penulis, saya akan berangkat dari pengertian
naluri menurut KBBI online.
na·lu·ri n 1
dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak
disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; 2 Psi perbuatan atau reaksi
yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan
hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup;
Penulis
sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui
"tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang
melalui goresan tintanya.
Orang yang
memiliki naluri penulis, akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa
menghasilkan karya berupa tulisan. Ada banjir yang melanda, dilihat di depan
mata banyak orang mengungsi dsb, kemudian tergerak membuat tulisan.
Itu adalah
contoh sosok yang memiliki naluri penulis.Ada lagu syahdu yang bisa menjadi
renungan, ia tuangkan dalam bentuk tulisan. Ini pun contoh naluri penulis.
Kenali diri
Anda dan lingkungan Anda, lalu buatlah tulisan. Maka karya karya yang kita
hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita. Nah, ini ada oleh oleh
dari saya terkait hasil kuesioner yang mungkin bisa jadi bahan renungan untuk
kita semua.
Berbicara
mengenai sikap mental menulis perlu diupgrade terus seperti harus memasang
target waktu capaian dll. Saran saya upgrade niat/target menulisnya. Membuat
resume di pelatihan ini kan tidak dibatasi waktu. Itulah enaknya pelatihan ini.
Artinya, jika belum sempat menulis hari ini, kita masih bisa menulis resume
esok atau lusa. Meski baiknya di hari yang sama agar materinya masih hangat di
kepala.
Agar tidak
cepat down, buat target yang lebih besar. Misal jika mulanya hanya ingin
membuat resume, upgrade jadi membuat buku dari resume. Maka, meski telat, insya
Allah kita akan tetap semangat membuat resume karena punya target yang lebih
besar. Semakin detail tujuan/target semakin bagus. Catumkan saja kapan buku
resume akan dicetak, penerbit mana, berapa halaman, dsb. Insya Allah memotivasi
untuk selalu menulis.
Nah untuk
Bapak/Ibu yang sibuk, tapi masih ingin menulis, saran saya selalu bawa catatan
atau alat untuk mencatat sesuai kenyamanan bapak/ibu. Ide bisa datang dari mana
saja toh? Seperti Omjay yang bahkan sedang antri pun masih bisa membuat
tulisan.
Kalau kita
membawa catatan, setiap ada ide, minimal tuliskan garis garis besarnya. Pikiran
pokok yang akan kita tuangkan. Bisa di buku catatan, hp, atau laptop (sesuai
nyamannya bapak/ibu). Bisa juga dengan merekam suara bapak dan ibu. Yang
penting, pokok atau ide idenya dituangkan dulu.
Kalau sudah
ada ide pokoknya, maka di waktu luang bisa kita kembangkan menjadi tulisan.
Bagus sekali
cerita tentang mental penulis dan teknisnya. Ternyata dua hal itu sangat
berhubungan. Karena kasusnya ada yang
seseorang sudah down duluan dalam menulis karena tidak menguasai teknik
menulisnya. Intinya seorang penulis yang sukses harus mempunyai mental baja.
Seperti apa mental baja itu berikut saya kutipkan artikel om Jay di bulan
Ramadhan tahun 2021 ini.
Puasa Ramadhan hari kesebelas
membuat saya termenung sejenak. Menjadi seorang penulis itu harus memiliki
mental baja. Tidak cepat putus asa untuk mendapatkan mahkotanya.
Buku adalah mahkota seorang penulis. Tidak mudah meraihnya bila anda
tidak fokus mengerjakannya. Saya mencicilnya dengan cara menulis setiap hari.
Atau membuat resume dari pakar yang sudah berpengalaman dalam dunia tulis
menulis.
Puasa di hari kesebelas ini, membuat saya yakin akan semakin banyak guru yang
akan menjadi penulis hebat. Mereka mau belajar bersama dan mampu mengalahkan
dirinya untuk tidak malas dalam menulis. Teruslah bekerjasama dalam jaringan
guru-guru hebat Indonesia. Saya temukan mereka di acara HUT PGRI bersama
presiden Jokowi.
Jangan keluar dari barisan. Ikuti aba-aba para mentor menulis yang
baik hati. Jadilah makmum yang baik. Ikuti perintah imam agar tidak salah dalam
mengerjakan tugasnya. Mereka mengajar dengan hati dan itulah yang membuat
mereka menjadi orang besar.
Dulu saya belajar kepada para penulis hebat. Saya menjadi murid
mereka. Tidak bisa mengerti materinya, saya banyak bertanya. Hasilnya banyak
buku yang sudah saya terbitkan. Baik di penerbit mayor maupun di penerbit
indie.
Kalau nanti sudah menjadi penulis ternama, jangan lupa untuk berbagi
ilmunya. Jangan seperti kacang yang lupa akan kulitnya. Sebab di atas langit
ada langit. Tidak ada orang hebat dan sukses yang bekerja sendirian.
Teruslah berbagi ilmu dan pengalaman. Teruslah menjadi orang yang rendah hati
dan mau berbagi. Tanggalkan baju kesombonganmu dan kosongkan gelasmu untuk
menambah ilmu. Isi selalu pikiranmu dengan pikiran yang positif supaya hasilnya
positif.
Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Mereka adalah pembaca
yang lahap. Teruslah membaca karya tulis orang lain. Manfaatkan bulan Ramadhan
ini dengan aktivitas yang mendekatkan dirimu kepada Allah. Jadilah guru tangguh
berhati cahaya. Guru yang tak mudah mengeluh dengan berbagai ujian dan cobaan.
Hari kesebelas puasa di bulan Ramadhan membuat saya menjadi lebih
sabar dan bijaksana. Tidak mudah marah dan menyalahkan orang lain. Banyak
hikmah yang saya dapatkan dari hasil membaca tulisan orang lain. Saya pun
mengucapkan selamat hari buku internasional. Kelak buku digital akan menjadi
buku yang akan semakin banyak dibaca orang banyak dan ada dalam ponsel pintal
masyarakat digital.
Mental seorang penulis akan diuji dengan karya terbaiknya. Biarkan tulisanmu
menemui takdirnya. Proses tidak akan pernah mengkhianati hasil. Sebab proses
selalu menemani dalam suka maupun duka. Kesabaran dan komitmen adalah kunci
untuk meraih kesuksesan.
Hari kesebelas di bulan Ramadhan sudah kita lalui. Perjalanan menuju
takwa baru sepuluh langkah pertama. Masih ada 2 langkah lagi menuju kemenangan
di hari yang Fitri. Taklukan dirimu dan taklukan hawa nafsumu dari kesombongan
dan kepongahan.
Ingatlah selalu ilmu padi. Kian berisi kian merunduk. Seperti para ulama yang
berilmu dan beradab. Mereka selalu belajar untuk menjadi orang yang Sholeh
Demikianlah resume kali ini semoga bermanfaat.
Aamiin.
Blitar, 29 April 2021
By. Hariyanto
Resume ke : 9 gelombang ke 18
Nara sumber : Ditta Widya Utami,
S.Pd, Gr
Disampaikan : Jumat, 23 April 2021
jam 13.00 – 15.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar