MATI SATU TUMBUH SERIBU
Oleh. Hariyanto
Kejadian di
lapangan ini persis dengan perumpamaan itu. Satu banner diturunkan hari ini ,
muncullah besok banner lainnya. Seolah saling berlomba, siapa yang akan menang
dalam bongkar pasang banner berisi “protes” itu. Peternak ayam protes melalui
tulisan di banner. Isi tulisan itu terkesan curhat. Sehingga terkadang
terdengar lucu. Seperti, Pak Presiden, kami sudah tidak kuat lagi untuk
beternak. Kami serahkan semua nggih! Atau membandingkan Presiden saat ini dengan
yang dulu, Enak zamanku mbiyen tho ?
Harus
diakui, krisis peternak unggas kali ini telah menggulung ratusan usaha kelompok
masyarakat. Belum termasuk usaha pribadi. Harga telur yang cenderung di bawah
harga, ditambah pakan mahal membuat para peternak “mati suri.” Bagai kerakap di atas batu, hidup segan mati
tak mau. Bagi peternak besar, bahkan pemilik perusahaan pakan ini jelas bukan
masalah.
Di
sebuah apel pagi. Seorang bawahan melaporkan kepada atasannya, bahwa dirinya belum
berani menurunkan banner karena ada gambar komandan. Tentu saja komandan sangat
terkejut mendengarnya. Sesuai laporan banner hari ini hanya berisi ucapan
Selamat Ulang Tahun untuk komandan. “ Saya sampai lupa hari ini ulang tahun.
Ini pasti ulah anakku.!” Apel pagi pun berakhir dengan kegaduhan kecil, suara
riuh ucapan selamat anak buahnya. Dia tahu anaknya termasuk peternak yang
bernasib sama dengan para pendemo damai ini.
# pentigraf peribahasa
Blitar, 20/02/2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar