Sungguh memperjuangkan hidupnya kegiatan literasi di satu
sekolah itu tidak mudah karena memerlukan kesamaan pikir dan visi untuk
menjalaninya.
Tidak jarang karena para guru tidak biasa membaca dan tidak biasa belajar
seumur hidup maka dia samakan siswa dengan dirinya, belajarlah apa adanya
sesuai tugas hari ini dan selesai.
Padahal sesungguhnya jika seorang guru tahu bahwa membiasakan
siswa membaca akan menjadi kenangan abadi bagi dirinya apalagi jika itu membuat
berubah menjadi seorang pebelajar seumur hidup yang senantiasa haus sukses dan
semakin bijaksana, tentu akan mengenang gurunya dulu bahwa karena gurunyalah
dirinya menjadi gemar membaca sekaligus gemar menulis.
Sebaiknya guru terbuka terhadap segala hal baru terkait
dengan kebiasaan membaca dan belajar, yang sebenarnya diperlukan kerjasama atau
kolaborasi. Tanamkan nilai pentingnya membaca pada siswa, insyaAllah buahnya
akan terasa nanti buahnya. Jangan bosan-bosan untuk menerapkannya membaca
setiap hari, syukur jika membaca dilanjutkan dengan menulis. Karena ada membaca
untuk menulis, Membaca untuk kesenangan, membaca senyap, membaca nyaring. Janganlah guru menyamakan dengan dirinya,
tetapi pandanglah siswa sebagai penerusnya yang tentu harus lebih tangguh
menghadapi masanya 10 – 20 tahun ke depan.
Baiknya kita resapi puisi tentang anak dari Kahlil Gilbran
berikut ini
Anakmu Bukan Milikmu ( Kahlil Gilbran)
Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.
@ Blitar,
14 Januari 2021
# salam literasi untuk semua guru dan siswa di sekolah di mana
saja dari Sabang sampai Merauke.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar