Senin, 14 Juni 2021

Menulis PENTIGRAF : Kisah Berbeda dari Sumber Sama

 

sumber gambar :  tribunnews

Menulis Pentigraf : Kisah Berbeda dari Sumber Sama

 @ Hariyanto


Ini bicara tentang mengolah IDE. Sebuah ide bisa banyak ditemukan jika kita memiliki ilmu tentang satu hal. Baik ilmu menulis, maupun ilmu tentang hal yang akan ditulis. Jika kita ingin menulis tentang kisah pencurian kayu, maka setidaknya kita mengetahui tentang sedikit situasi hutan kampung, beberapa orang yang berperan, dan sisi pencurinya. Lalu ada trigger atau pemantik terhadap ide itu yaitu adanya kasus benaran, maka timbullah ide memadukan fakta menjadi sebuah cerita.

Bicara pentigraf, maka ide menuangkan kisah itu akan disusun dalam 3 paragraf, yang berisi adanya tokoh, alur cerita , konflik dan efek kejutan. Bagaimana menguraikan ide menjadi tulisan yang memikat itu menjadi persoalan tersendiri. Perlu formula khusus...

Setidaknya ada faktor penentunya yang membuat cerita menarik. 1)Pengetahuan tentang hal yang akan ditulis, 2) mengolah atau membumbui cerita dengan berbagai tehnik, alur, tokoh, konflik dan ending. Bahkan pertanyaan endingnya bagaimana, ikut menentukan cerita itu. Efek kejutan yang ada apa dibagian akhir nanti, itulah pentigraf.

Contoh di bawah ini adalah 2 pentigraf dari 2 penulis dari satu sumber IDE yang sama, yaitu adanya “berita” tentang hutan di wilayah kami telah dicuri  beberapa batang dalam 1 malam. Ketika dicek ke warga, tentang siapa pelakunya, warga enggan memberikan jawabannya.  Maka eksekusi IDE menjadi pentigraf menjadi sangat berbeda.

Hal itu bisa dijelaskan banyak  penyebabnya salah satunya adalah perbedaan pendalaman ilmu atas kasus tersebut, dan tentu saja “pengalaman” seorang penulisnya.

Disini penulis mempunyai pandangan sama, bahwa kisah “pencurian” harus ada sisi pelajaran yang bisa dipetik yaitu adanya azas manfaat. Mengapa mereka mencuri, maka akan ada motif di belakangnya yaitu kepentingan pribadi atau kelompok  ( pada kisah “ Kapak Bertuah”) atau  kepentingan kemanusiaan yaitu menolong mereka yang susah ( pada kisa “Colong” karya Ken Agnibaya). Dari sini kisah itu bisa diuraikan dengan sangat menarik dengan tampilan beberapa tokoh.

Saya mengakui masih perlu belajar lagi dalam hal termasuk point mengeksekusi IDE. Pengalaman dan jam terbang seseorang menjadi titik krusialnya. Proses tidak mengkhianati hasilnya. Dalam menuliskan pentigraf ini saya membutuhkan waktu sekitar 5 hari baru bisa plong dengan catatan revisi. Sedangkan seorang pentigrafis senior Ken Agnibaya mampu mengeksekusi IDE tersebut  kurang  dari 10 menit. Hasilnya luar biasa.

Disinilah pentingnya pengalaman ( baik membaca maupun berlatih) menulis dengan efektif. Sehingga proses eksekusi IDE menjadi efektif pula.

Saya bersyukur dapat bertukar pikiran belajar bersama Ken Agnibaya dan dapat mempertemukan karya saya dengan karyanya beliau disini. Agak ke PD an juga saya berani menyndingkan karya saya ini. Dan saya berterimakasih sekali atas kemurahan beliau dalam memberikan arahan dan masukan langsung (via telephon). Semua itu sangat membantu saya menemukan formulanya.

Inilah 2 karya tersebut untuk  pembelajaran bersama disini , bahwa IDE yang sama menghasilkan tulisan  berbeda. Rasakan bedanya, nikmati sensasinya. Silakan........

 

(1)   KAPAK BERTUAH 

@pentigraf_hariyanto

 

Kisah hilangnya beberapa batang kayu dari hutan kampung menyimpan banyak misteri. Bagaimana mungkin 10 batang kayu hilang dalam semalam. Siapa pelakunya dan alat apa saja digunakan.

Kepala Desa geram sekali mendengar kabar itu. Seluruh staf desa dikumpulkan dan dimintai keterangan tentang raibnya kayu-kayu tersebut. Tetapi rapat kecil itu menjengkelkan hati Kepala Desa. “Bagaimana bisa ketemu semua diam, warga diam , semua tidak tahu ?” Tangan Pak Kades menggebrak mejanya.” Awas  jika ada yang terlibat saya lepas tangan.”

Sebuah  mobil memasuki halaman Kantor Desa dan seorang warganya keluar dari mobil. Diikuti beberapa orang berseragam dan cepak rambutnya. Pak Parto keluar dengan sebuah kapak tua di tangan. Dia tidak diborgol namun seperti jadi pemandu beberapa orang itu. Dialah pemilik kapak bertuah, yang matanya tajam  menatap semua pohon di kampungnya. Suasana ruangan mendadak mencekam,” Selamat siang Pak Kades, harap semuanya tidak ada yang keluar ruangan.”  Mulut Pak Kades tercekat, beberapa diantara mereka pucat.

 

Blitar, 2 Juni 2021

Oleh . hariyanto

 

 

(2)   COLONG

(pinjam ide Pak Hariyanto)

@pentigraf _ Ken Agnibaya

 

Saat Sukoco datang para warga memilih cuek. Beberapa kali Kades terpilih itu berjanji hendak memprioritaskan membangun rumah Mak Tonah si janda tua sebatang kara yang hampir roboh, namun tak pernah ada wujudnya. "Paling yo lamis maneh. Wes apal aku,¹" gumam Tarjo geram.

 

Tikno tersenyum saja mendengar gerutuan Tarjo. Kedua lelaki itu memandang sinis ke arah Sukoco. Beberapa saat kemudian Sang Kades menghampiri mereka dan bertanya menyelidik, "Kayu-kayu ning alas dicolongi. Mesti reti to, kowe?²"

 

Tak ada jawaban dari kedua lelaki itu. Mungkin ini sudah kali kesepuluh Sukoco menanyai warga tapi tak pernah ada jawaban. Ia mengendarai motor menyusuri jalan desa. Tiba-tiba Sukoco berhenti di sebuah pertigaan. Peluh lelaki itu menetes sejagung-jagung saat matanya menatap sebuah rumah kayu berdiri kokoh. Serasa mendapat jawaban, dengan gusar Sukoco menghampiri rumah itu. "Eh, wonten Pak Kades. Monggo pinarak,³" Mak Tonah muncul dari balik pintu sambil tersenyum ramah.

 

Yogyakarta, akhir Mei. 2021

Catatan:

1. Paling janji manis lagi. Udah hafal aku (terj. bebas - Jawa)

2. Kayu-kayu di hutan pada dicuri. (Kalian) tahu (siapa pencurinya) kan? (terj. bebas - Jawa)

3. Eh, ada Pak Kades. Mari silahkan mampir. (terj. bebas - Jawa)

 

Blitar, 14 Juni 2021

Oleh. Hariyanto

 

13 komentar:

  1. Efek kejutan yang selalu menarik dari sebuah pentigraf.
    Mantap Pak...

    BalasHapus
  2. Wah mantul. Pak Hariyanto ini ide pentigrafnya menjamur sekali. Sukses terus Pak 👍🏻 1 ide ditulis dua kepala, 2 pandangan menghasilkan karya yang berbeda. Keren.

    BalasHapus
  3. Tulisan guru literasi seperti Pak Haryanto ini sungguh memukau. Boleh saya tepuk tanagn sambil berdiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh Pak D....tuh kelihatan sudah. Salam literasi nggih. Ya Kita saling melambai tangan

      Hapus
  4. Saya menikmati membacanya...
    Serta perlu lebih mempelajari lagi pentigraf, agar bisa cepat medapatkan twist nya diakhir kalimat.
    Terimakasih Pak, sukses selalu

    BalasHapus
  5. Semakin banyak belajar pentigraf. Terima kasih Pak informasinya.

    BalasHapus
  6. Wah, menarik nih! Saya belum pernah membuat pentigraf. Karangan yang hanya terdiri dari tiga paragraf. Menyatukan pengantar, konflik, dan resolusi konflik di masing-masing paragraf.

    Pada dasarnya, menulis dengan dibatasi tempat itu memang menyenangkan. Misalnya cerpen. Pastilah cerpen itu dibatasi halamannya. Tidak akan mungkin cerpen akan sepanjang novel. Nah, dari halaman yang terbatas itu, bagaimana seorang penulis meramu cerita. Mungkin idenya banyak. Mungkin yang mau diceritakan banyak, tetapi yang mana mau dipilih, ini menjadi tantangan tersendiri.

    Dan, hadir pentigraf sebagai bentuk mini dari cerpen. Makin menantang untuk membuat cerita. Ayo, siapa yang mau menulis lagi nih? Ditunggu karyanya ya!

    BalasHapus