Menulis Pentigraf : Kisah Berbeda dari Sumber Sama
Ini bicara tentang mengolah IDE.
Sebuah ide bisa banyak ditemukan jika kita memiliki ilmu tentang satu hal. Baik
ilmu menulis, maupun ilmu tentang hal yang akan ditulis. Jika kita ingin
menulis tentang kisah pencurian kayu, maka setidaknya kita mengetahui tentang
sedikit situasi hutan kampung, beberapa orang yang berperan, dan sisi pencurinya.
Lalu ada trigger atau pemantik terhadap ide itu yaitu adanya kasus benaran,
maka timbullah ide memadukan fakta menjadi sebuah cerita.
Bicara pentigraf, maka ide
menuangkan kisah itu akan disusun dalam 3 paragraf, yang berisi adanya tokoh,
alur cerita , konflik dan efek kejutan. Bagaimana menguraikan ide menjadi
tulisan yang memikat itu menjadi persoalan tersendiri. Perlu formula khusus...
Setidaknya ada faktor penentunya
yang membuat cerita menarik. 1)Pengetahuan tentang hal yang akan ditulis, 2)
mengolah atau membumbui cerita dengan berbagai tehnik, alur, tokoh, konflik dan
ending. Bahkan pertanyaan endingnya bagaimana, ikut menentukan cerita itu. Efek
kejutan yang ada apa dibagian akhir nanti, itulah pentigraf.
Contoh di bawah ini adalah 2
pentigraf dari 2 penulis dari satu sumber IDE yang sama, yaitu adanya “berita”
tentang hutan di wilayah kami telah dicuri beberapa batang dalam 1 malam.
Ketika dicek ke warga, tentang siapa pelakunya, warga enggan memberikan
jawabannya. Maka eksekusi IDE menjadi
pentigraf menjadi sangat berbeda.
Hal itu bisa dijelaskan banyak penyebabnya salah satunya adalah perbedaan pendalaman ilmu atas kasus tersebut, dan tentu
saja “pengalaman” seorang penulisnya.
Disini penulis mempunyai pandangan
sama, bahwa kisah “pencurian” harus ada sisi pelajaran yang bisa dipetik yaitu
adanya azas manfaat. Mengapa mereka mencuri, maka akan ada motif di belakangnya
yaitu kepentingan pribadi atau kelompok
( pada kisah “ Kapak Bertuah”) atau kepentingan kemanusiaan yaitu menolong mereka
yang susah ( pada kisa “Colong” karya Ken Agnibaya). Dari sini kisah itu bisa
diuraikan dengan sangat menarik dengan tampilan beberapa tokoh.
Saya mengakui masih perlu belajar
lagi dalam hal termasuk point mengeksekusi IDE. Pengalaman dan jam terbang
seseorang menjadi titik krusialnya. Proses tidak
mengkhianati hasilnya. Dalam menuliskan pentigraf ini saya membutuhkan waktu
sekitar 5 hari baru bisa plong dengan catatan revisi. Sedangkan seorang pentigrafis
senior Ken Agnibaya mampu mengeksekusi IDE tersebut kurang
dari 10 menit. Hasilnya luar biasa.
Disinilah pentingnya pengalaman (
baik membaca maupun berlatih) menulis dengan efektif. Sehingga proses eksekusi
IDE menjadi efektif pula.
Saya bersyukur dapat bertukar
pikiran belajar bersama Ken Agnibaya dan dapat mempertemukan karya saya dengan
karyanya beliau disini. Agak ke PD an juga saya berani menyndingkan karya saya
ini. Dan saya berterimakasih sekali atas kemurahan beliau dalam memberikan
arahan dan masukan langsung (via telephon). Semua itu sangat membantu saya
menemukan formulanya.
Inilah 2 karya tersebut untuk pembelajaran bersama disini , bahwa IDE yang sama menghasilkan tulisan berbeda. Rasakan
bedanya, nikmati sensasinya. Silakan........
(1)
KAPAK BERTUAH
@pentigraf_hariyanto
Kisah hilangnya
beberapa batang kayu dari hutan kampung menyimpan banyak misteri. Bagaimana
mungkin 10 batang kayu hilang dalam semalam. Siapa pelakunya dan alat apa saja
digunakan.
Kepala Desa geram
sekali mendengar kabar itu. Seluruh staf desa dikumpulkan dan dimintai
keterangan tentang raibnya kayu-kayu tersebut. Tetapi rapat kecil itu
menjengkelkan hati Kepala Desa. “Bagaimana bisa ketemu semua diam, warga diam ,
semua tidak tahu ?” Tangan Pak Kades menggebrak mejanya.” Awas jika ada yang terlibat saya lepas tangan.”
Sebuah mobil memasuki halaman Kantor Desa dan
seorang warganya keluar dari mobil. Diikuti beberapa orang berseragam dan cepak
rambutnya. Pak Parto keluar dengan sebuah kapak tua di tangan. Dia tidak
diborgol namun seperti jadi pemandu beberapa orang itu. Dialah pemilik kapak
bertuah, yang matanya tajam menatap
semua pohon di kampungnya. Suasana ruangan mendadak mencekam,” Selamat siang
Pak Kades, harap semuanya tidak ada yang keluar ruangan.” Mulut Pak Kades tercekat, beberapa diantara
mereka pucat.
Blitar, 2 Juni 2021
Oleh . hariyanto
(2) COLONG
(pinjam ide Pak Hariyanto)
@pentigraf _ Ken Agnibaya
Saat Sukoco datang para warga memilih cuek. Beberapa
kali Kades terpilih itu berjanji hendak memprioritaskan membangun rumah Mak
Tonah si janda tua sebatang kara yang hampir roboh, namun tak pernah ada
wujudnya. "Paling yo lamis maneh. Wes apal aku,¹" gumam Tarjo geram.
Tikno tersenyum saja mendengar gerutuan Tarjo. Kedua
lelaki itu memandang sinis ke arah Sukoco. Beberapa saat kemudian Sang Kades
menghampiri mereka dan bertanya menyelidik, "Kayu-kayu ning alas
dicolongi. Mesti reti to, kowe?²"
Tak ada jawaban dari kedua lelaki itu. Mungkin ini
sudah kali kesepuluh Sukoco menanyai warga tapi tak pernah ada jawaban. Ia
mengendarai motor menyusuri jalan desa. Tiba-tiba Sukoco berhenti di sebuah
pertigaan. Peluh lelaki itu menetes sejagung-jagung saat matanya menatap sebuah
rumah kayu berdiri kokoh. Serasa mendapat jawaban, dengan gusar Sukoco
menghampiri rumah itu. "Eh, wonten Pak Kades. Monggo pinarak,³" Mak
Tonah muncul dari balik pintu sambil tersenyum ramah.
Yogyakarta,
akhir Mei. 2021
Catatan:
1. Paling janji manis lagi. Udah hafal aku (terj.
bebas - Jawa)
2. Kayu-kayu di hutan pada dicuri. (Kalian) tahu
(siapa pencurinya) kan? (terj. bebas - Jawa)
3. Eh, ada Pak Kades. Mari silahkan mampir. (terj.
bebas - Jawa)
Blitar, 14 Juni 2021
Oleh. Hariyanto
Efek kejutan yang selalu menarik dari sebuah pentigraf.
BalasHapusMantap Pak...
Iya pak. Salam literasi
HapusMantab
BalasHapusTerimakasih Cak inin
HapusWah mantul. Pak Hariyanto ini ide pentigrafnya menjamur sekali. Sukses terus Pak 👍🏻 1 ide ditulis dua kepala, 2 pandangan menghasilkan karya yang berbeda. Keren.
BalasHapusTerimakasih Bu Ditta
HapusTulisan guru literasi seperti Pak Haryanto ini sungguh memukau. Boleh saya tepuk tanagn sambil berdiri?
BalasHapusBoleh Pak D....tuh kelihatan sudah. Salam literasi nggih. Ya Kita saling melambai tangan
HapusSaya menikmati membacanya...
BalasHapusSerta perlu lebih mempelajari lagi pentigraf, agar bisa cepat medapatkan twist nya diakhir kalimat.
Terimakasih Pak, sukses selalu
Terimakasih bung Indra.... salam literasi
HapusSemakin banyak belajar pentigraf. Terima kasih Pak informasinya.
BalasHapusTerimakasih Bu Salam literasi
HapusWah, menarik nih! Saya belum pernah membuat pentigraf. Karangan yang hanya terdiri dari tiga paragraf. Menyatukan pengantar, konflik, dan resolusi konflik di masing-masing paragraf.
BalasHapusPada dasarnya, menulis dengan dibatasi tempat itu memang menyenangkan. Misalnya cerpen. Pastilah cerpen itu dibatasi halamannya. Tidak akan mungkin cerpen akan sepanjang novel. Nah, dari halaman yang terbatas itu, bagaimana seorang penulis meramu cerita. Mungkin idenya banyak. Mungkin yang mau diceritakan banyak, tetapi yang mana mau dipilih, ini menjadi tantangan tersendiri.
Dan, hadir pentigraf sebagai bentuk mini dari cerpen. Makin menantang untuk membuat cerita. Ayo, siapa yang mau menulis lagi nih? Ditunggu karyanya ya!