Pedagang Sate
#Hariyanto_pentigraf
“Sate-sate......!” begitu khas
suaranya menawarkan sate kepada para pelanggannya. Kaos loreng ciri khasnya dan
berbaju hitam diluarnya, Betul dialah pak Udin penjual sate ayam di kampung
kami.
Ketika tidak di ujung kampung,
jalanan sepi dan gelap belum ada listrik sama sekali. Hanya ada dua rumah di ujung kampung itu. Satu di
sisi Kanan jalan dan satu di sisi kiri. Penerangan pun masih dari “ublik” yaitu
lentera kecil berbahan bakar minyak tanah. Jalanan pun masih tanah berdebu,
belum ada aspal.
Malam itu angin pun seperti enggan
bergerak. Suara serangga seperti belalang pohon nangka dan gangsir menjadi
lebih kentara. “Sate-Sate....!” suara itu seperti tertelan sepinya malam .
Udara dingin yang mulai menusuk kulitnya pada sekitar jam .09.00 malam membuat
bulu kuduk berdiri. Betul juga di saat Pak Udin hampir memasuki kampung, tiba-tiba pohon bambu
di sebelah kanan jalan merunduk persis di depannya. Pak Udin pun terkejut bukan
kepalang, lalu berlari sekuat tenaga. Tapak kakinya seolah berada di atas
tanah. Napasnya tidak teratur ketika sekelompok orang kampung memapahnya. Pak
Udin pingsan tidak ingat lagi sepikul satenya yang ditinggalkan di ujung kampung. Dia baru saja melewati ladang
kosong dengan serumpun bambu dekat kuburan kampung. Semua orang tua pasti ingat
cerita itu puluhan tahun lalu termasuk anak pak Udin yang sekarang menggiring
gerobak satenya.
Blitar, 30 Juni 2021
hariyanto
Flash back ya Pak? Mudah2n anak Pak Udin gak ngalamin hal2 seperti itu ya, Pak.🙂
BalasHapus