Rabu, 03 Februari 2021

Mengapa Saya Menulis Lagi ?

 


Menulis bukan sebuah cita-cita, karena dulu saya ingin menjadi Guru. Seperti Ibuku seorang guru SD maka cita-cita itu hanya melihat yang terdekat. Menulis di SD belum begitu kukenal, hanya saya ingat ketika mendapat hukuman dari Pak Guru setelah bertengkar dengan teman, menulis satu kalimat, agar tidak mengulang perbuatan itu sampai satu buku tulis penuh.

            Ketika di SMP sempat ikut belajar menulis puisi karena sahabatku Langgeng Ria Pambudi berhasil berkarya di majalah. Namun belum berhasil. Begitu pula ketika ingin mencoba mengirim naskah cerita anal ke Bobo. Selalu mendapat amplop dari Pos bersetempel mereh menyala. “ Mohon maaf Tulisan Anda belum bisa dimuat, dan dikembalikan.”

            Ketika di SPG di tahun 1980 – 1983 bersyukur bertemu seorang guru Agama, Ibu Badriyah sempat memberikan hadiah 2 majalah anak, setelah melihat karya pidato saya menang di sekolah. Pak Moersodo juga guru saya yang mengesankan karena sering bercerita dan memberikan pentunjuk cara menyusun puisi praktis.

            Ketika di IKIP Malang tahun 80 –an  saya bergabung dalam komunitas penulis HMP (Himpunan Mahasiswa Penulis). Berbagai pelatihan dasar sampai lanjutan yang diadakan oleh HMP  saya ikuti tuntas. Semua sosok idola kakak kelas jurusan saat itu berprofesi  wartawan senior di harian Kompas dan Jawa Pos dan Surabaya Post.  Sebut saja Anwar Hudiono  (Kompas) dan Heru YogiSurabaya Post ) dan Baehaqi (Jawa Post) semua itu membangkitkan semangat saya menulis. Saya pun  sempat ikut terjun dalam jajaran reporter lepas di Koran kampus “Komunikasi”.

             Bertapa senangnya mendapati tulisan pertama di muat di Koran, walau pun Koran kampus. Apalagi saat itu ternyata juga mendapat honor yang “kecil” tapi bernilai saat itu sekitar 5 ribu rupiah potong pajak  jadi 4 ribu rupiah. Bandingkan di media lokal “Suara Indonesia” yang terbit di kota Malang saat itu honor tulisan pertamsaya juga lumayan 10 ribu potong pajak menjadi Rp.8.500,-. Ada kebanggan tersendiri sebagai mahasiswa berhasil menulis di media kampus dan media lokal.

            Satu kenangan manis juga masih saya ingat sampai sekarang. Hal itu terjadi saat ada seminar yang mengundang nara sumber  wartawan senior dari  Jawa Pos Dahlan Iskan di kampus. Sebagai peserta seminar  saya mencatat semua materi dengan sungguh-sungguh , dan malamnya langsung saya tulis reportase. Paginya dengan PD nya saya serahkan kepada Pimpinan Redaksi “Komunikasi”   Muhajir Effendi ( mantan Mendikbud era Presiden Jokowi, saat itu sebagai salah satu dosen saya) di  kantor redaksi. Saya mengetuk ruangannya dan permisi, setelah dipersilakan saya menyerahkan amplop berisi naskah reportaseku. “ Pak, mohon maaf saya mengirimkan naskah reportase seminar kemarin apa bisa.?” .”Silakan di teruh saja disini!” jawabnya singkat. “Tapi saya bukan reporter pak “. “ Nanti kita lihat dulu.”

            Surprise,… dalam beberapa hari kemudian Koran ‘Komunikasi” terbit, dan tulisanku termasuk terpampang dengan megahnya diantara tulisan  reporter resmi kampus. “Alhamdulillah” itu tulisan saya terpanjang dan terlengkap meliput sebuah acara di kampus, dan tulisannya tidak beda jauh dengan reporter resminya.

            Lulus IKIP Malang tahun 1988 akhir saya disibukkan dengan mencari pekerjaan dan praktis kegiatan menulisku “vakum”. Praktis sampai 1990 saya berhenti menulis. Mendaftar kerja diterima sebagai Sarjana Pengerak di Pedesaaan (SP 3 ) proyek Depdikbud dan diterima di Mataram NTB, bersama 25 pelamar lainnya. Pada saat itu di  Mataram baru muncul penerbitan Koran “Suara Nusa.”  Minat menulis bangkit kembali, dan selama bertugas di NTB 1990 – 1992 saya berhasil menulis artikel di “Suara Nusa” Mataram sebanyak 4 kali. Hanya sayang kondisi surat kabar saat itu tidak sebaik di Jawa, Koran di daerah tidak memberikan honor insentif bagi penulis artikel lepas sepertiku ini. Karena tulisannya sering diisini kontributor  diambil dari koran induknya.

            Tahun 1992 akhir saya pindah ke Papua tepatnya di kota Mimika, dekat kota  Tembagapura.  Karena mempunyai ijazah SPG , saya pun menjadi guru PNS SD disana sampai 17 tahun disana sebelum akhirnya kembali kekota asal Blitar di tahun 2010.Bersamaan dengan berkembanganya pembangunan infrastruktur disana muncullah penerbitan koran lokal “ Timika Pos” di Timika. Saya pun mencoba mengirim tulisan disana. Alhamdulillah ada sekitar 5 artikelku termuat di koran tersebut. Beberapa tahun kemudian muncul penerbitan koran lainnya  kalau tidak salah “Suara Timika”. Namun kedua penerbitan koran itu pun tidak bisa memberikan “honor” berupa uang seperti di Jawa. Kesimpulanku Koran di daerah belum bisa menjanjikan layaknya di Jawa semasa mahasiswa dulu. Sungguh hal yang sangat memprihatinkan di tahun 2000 an.

            Alhamdulillah saya merasakan menapaki puncak prestasiku tatkala memenangi lomba menulis guru se Kabupaten Mimika yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Perusahaan PT Freeport Indonesia tahun 2001. Saya berhasil menjadi pemenang 2 menuliskan pembelajaran IPA di sekolahku SD Inpres Timika IX. Hadiahnya fantasis saat itu, yaitu tabungan senilai 3 juta rupiah plus wisata Tambang mengunjungi Tambang Grassberg. Setelah itu tidak ada kegiatan penting lainnya dalam dunia kepenulisanku, karena detik selanjutnya saya menjalaninya sebagai guru di tengah belantara Papua. Sekolah yang kanan kirinya beberapa rumah penduduk, namun kampungnya di tengah hutan Belantara. Minat menulisku kusimpan rapi dalam jiwa ini.

Di tahun 2020 naluri kepenulisanku bangkit kembali, setelah berkenalan dengan website “Gurusiana” yang menyediakan web gratis bagi guru seluruh Indonesia untuk menulis disana. Di web itu saya sudah menulis lebih dari 200 artikel berbagai jenis, dari artikel, puisi, pentigraf, kolom. Disana pula saya berkenalan dengan beberapa guru dan berhasil membuat beberapa buku bersama Antologi.

Pengalaman menulis di blog sebenarnya sudah sejak di Timika 2010 silam namun karena akses internet sulit saat itu, blognya tenggelam lagi.  Saya membuat blog lagi di tahun 2017, ”hariyanto.2017.blogspot.com”  setelah timbul tenggelam saya berusaha hidupkan seiring tantangan lomba blog Oktober 2020 oleh Om Jay.            

            Dunia kepenulisannya dalam blog kembali berkembang setelah berkenalan dengan Om Jay, yaitu seorang guru, motivator, blogger nasional terkenal. Beliau juga seorang pengurus PGRI mengundang guru untuk mengikuti seminar virtual dengan tema “ Seminar Nasional Guru Blogger PGRI, Membuat PJJ tidak lagi Membosankan.” Itu terjadi di bulan pada 28 Oktober 2020 yang diselenggarakan oleh PGRI bersama Om Jay, Penerbit Andi, IG TIK PGRI. Disana om Jay mengumumkan adanya lomba Blog dalam rangka bulan Bahasa. Saya pun dengan modal pas-pasan ikut serta lomba blog nasional tersebut, walau pun deadlinenya malam itu juga karena baru mengetahui pengumumannya.

Walau pun tidak menjadi pemenang, setidaknya  memperoleh sahabat  blogger berpengalaman dari seluruh Indonesia. Blog yang lama di tahun 2017 saya aktifkan kembali saat itu, dan langsung ikut lomba untuk pertama kalinya. Hasilnya luar biasa. Dari kegiatan itu terhimpunlah pesertanya terdiri dari para guru dari berbagai tingkatan dan pengalaman. Sementara yang sudah berpengalaman selalu siap berbagi membentuk wadah dalam  dalam WAG  “ Legerunal” akronim dari Cakarawala Blogger Guru Nasional. Dari sana kegiatan menulis blog jadi lebih terjaga, karena sesama anggota saling menyemangati dan berlatih rutin dengan jadwal tertentu.  

Om Jay yang terkenal dengan salah satu judul bukunya “ Menulislah Setiap Hari dan Buktikan  Apa yang Terjadi,” telah membagikan bukunya dalam bentuk digital di blognya. Bukunya sangat bagus, sangat menginspiratif. Beliau betul-betul sangat memperhatikan para guru untuk selalu menulis. Melalui perkenalan setelah mengikuti lomba blog itu, saya pun dimasukkan oleh beliau dalam sebuah grup belajar menulis on line melalui WA “ Belajar Menulis Bersama Om Jay.” Kegiatan itu masih saya ikuti sampai sekarang dan sangat menginspiratif. Kegiatan itu terus menampilkan nara sumber pilihan yaitu guru-guru penulis dan berprestasi. Mereka berbagi dengan ikhlas dan kita anggota grup meresume kegiatan tersebut. Hasil dari resume tersebut dituliskan dalam blog masing-masing, dan terakhir setelah 20 resume dijadikan sebuah buku. Sudah puluhan buku lahir dari kegiatan tersebut.  Saya pun berharap bisa berhasil pada satu saat nanti.

 Saat ini beliau mengembangkan program Belajar Berbicara  secara online lewat WA. Program yang sangat bagus ini masih berlangsung sampai saat  ini. Program ini sudah disusun jadwalnya dengan bagus dengan narasumber pilihan. Program gratis yang bisa diikuti oleh semua guru di seluruh Indonesia ini benar-benar bisa membuat guru lebih berdaya. Kegiatan yang diikuti oleh para guru ini diikuti oleh guru luar biasa. Banyak diantara mereka pegiat literasi di daerahnya, di sekolahnya bahkan secara Nasional. Mengikuti kegiatan Om Jay jiwa kita serasa dilecut untuk selalu maju, baik dalam bidang menulis, maupun berbicara, termasuk bidang literasi.

Dari grup WA “Legerunal” kami bisa berhimpun untuk selalu meningkatkan ketrampilan menulis. Dari kegiatan ini juga terlahir banyak buku Antologi misalnya bersama Ibu Kanjeng, Ibu Rita, Ibu saya telah ikut 3 buku Antologi. Saya bersyukur bertemu dengan sahabat guru di seluruh Indonesia, yang semuanya giat berliterasi. Niat saya menulis saat ini agar bisa memberikan manfaat bagi banyak orang, terutama bisa menjadi contoh teladan bagi siswa agar rajin membaca lalu menulis.

Semoga kegiatan seperti ini memberikan inspirasi baik untuk para guru  dan pembaca lainnya. Semoga, Aamiin.

 

Blitar, 3 Februari 2021



Oleh : Hariyanto

NPA. 13170200445

Tidak ada komentar:

Posting Komentar