Kamis, 11 Februari 2021

Mencari Pahlawan Literasi Masa Kini

 




Arti Pahlawan dalam KBBI adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Dalam konteks itu masih terasa pahlawan secara umum. Jika berpikir di masa perjuangan kemerdekaan dulu, tentunya mereka yang berjuang mengangkat senjata, guna mempertahankan bangsa. Berperang melawan penjajah negri ini dengan sekuat tenaga, dalam hal ini juga yang berjuang lewat diplomatik, dengan pena, dengan organisasi dsb.

Jika dihubungkan dengan pahlawan kekinian, konteksnya menjadi meluas, yaitu mereka siapa saja yang berjuang dengan sungguh-sungguh dalam segala bidang, untuk bangsa dan negaranya. Dia memperjuangkan sesuatu untuk perubahan ke arah yang positif. Pahlawan membawa pengaruh bagi perubahan hidup banyak orang. Pengaruh itu tentu saja adalah pengaruh yang positif sehingga mampu diteladani orang lain.

Berbicara mengenai pahlawan literasi, maka dalam beberapa artikel media digital, antara lain disebutkan

 (1) Ridwan Sururi, yang terkenal dengan kuda pustakanya, si kuda pustaka dari kaki gunung slamet. Kita patut bangga pada sosok Ridwan Sururi Bersama kuda kesayangannya yang bernama Luna. Ridwan dengan ciri khas menggunakan topi lebar ala seorang koboi, pria berusia 43 tahun ini menyusuri jalanan terjal di lereng gunung selamet, dengan membawa kuda, yang tumpangi boks/kotak tempat buku-buku disimpan untuk di bagikan pada para pembacanya. 

 (2) Mbah Topo, dengan nama lengkap Fransiskus Xaverius Sutopo, di usia yang ke 70 tahun. Yang terkenal dengan becak Pustaka. Mbah Topo, walau usia tua, tetapi berjiwa muda, dia seorang penarik becak yang ada di jogyakarta, yang telah mengubah becaknya menjadi "wadah untuk menampung pengetahuan", dengan puluhan buku-buku yang disusun di becaknya, yang dipilah dan pilih untuk menyirami pengetahuan  masyarakat/warga yang tak berkesempatan untuk membeli buku atau membaca di perpustakaan. 

 (3) Muhammad Fauzi, seorang pejuang literasi dari Sidoarjo, Jawa Timur, yang terkenal dengan  menjajakan jamu pake speda motor. Cara  Fauzi,  ini cukup unik selain membawa botol-botol jamu, dia  membawa buku-buku pengetahuan, untuk dilayankan pada warga yang miskin informasi, supaya terbuka wawasan pengetahuannya. Para pembaca yang menggunakan buku-buku yang dibawa fauzi, ini adalah kaum buruh di daerah Sidoarjo, Jawa Timur.

(4) Sutiono Hadi, seorang pejuang literasi dari Jakarta, yang menyulap bemonya, menjadi bemo pustaka, dengan bemonya dia membawa buku-buku, buku cerpen, buku cerita bergambar dan buku lainnya buat bacaan anak-anak.

Menurut Alberta Literasi adalah kemampuan untuk menulis, membaca, dan memperkaya pengetahuan dengan mengedepankan pemecahan masalah secara efektif. Kemampuan ini diharapkan dapat dikomunikasikan dengan cara yang efisien guna berkontribusi dalam hidup masyarakat luas.

Saat ini jika menyebutkan Pahlawan Literasi tentu tidak lepas dari kiprah seseorang dalam bidang ini. Sedikitnya ada  6 jenis literasi ; literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, literasi budaya dan kewargaan.  Siapa pun yang berkiprah untuk kemajuan bangsanya dalam bidang-bidang tersebut tentunya siap disebut sebagai pahlawan. Terlepas pahlawan resmi yang diberikan gelar oleh pemerintah maupun tanpa gelar.

Siapa saja mereka ? Setidaknya guru penulis, yang mempunyai karya buku dan mampu menggerakkan komunitasnya, termasuk menggerakkan siswanya untuk rajin membaca dan menulis. Mereka yang mampu memanfaatkan tehnologi bersama masyarakatnya untuk meningkatkan ketrampilan dalam banyak hal termasuk finansial. Mereka yang senantiasa bergerak penuh semangat berliterasi bersama banyak pihak.

Selanjutnya siapa lagi  ? Tentu saja Pegiat Literasi di seluruh penjuru tanah air ini, yang menyadari pentingnya baca tulis untuk kemajuan pribadi dan bangsanya. Contoh pada tahun 2019 lalu Syarifudin Yunus, Penggagas GEBERBURA sekaligus pegiat literasi TBM Lentera Pustaka.

Seorang dosen saat itu yang rela datang seminggu sekali ke daerah Kaki Gunung Salak dari Jakarta untuk membimbing tradisi baca 65 anak di TBM Lentera Pustaka, yang saat itu rata-rata sudah membaca 5 – 10 buku per minggu. Menurut beliau budaya literasi bukan sekedar tradisi membaca dan menulis , tetapi juga soal cara “memahami dan memampukan,” diri dalam berbagai situasi zaman now. Makanya menurut beliau untuk membangun literasi harus dari hati, punya komitmen dan konsisten menjalaninya.”

Saat ini sudah banyak TBM ( Taman Bacaan Masyarakat) di berbagai daerah, Banyak komunitas pegiat literasi, namun harus selalu diingatkan. Persoalan bangsa saat ini bukan hanya pada terhambatnya literasi baca tulis. Persoalannya meski pun   banyak yang sudah mampu membaca, namun minat membacanya sangat rendah.

Contoh beberapa pegiat Literasi di atas, bahkan juga disebutkan penulisnya sebagai pahlawan literasi, adalah mereka yang gigih memberikan dorongan agar bangsa ini rajin membaca. Keyakinan mereka kuat bahwa dengan membaca pintu ilmu pengetahuan akan terbuka. Daya pikir kritis terjadi, mampu memahami pesan dan tulisan sekaligus menghilangkan banyaknya hoax di masyarakat. Mereka yakin bahwa kegiatan itu mampu meningkatkan minat baca. Meski pun seperti mbah Topo pengayuh Becak usianya lebih dari 70 tahun.

Ketika situasi seperti ini terjadi pada sebagian besar siswa dan generasi muda kita, maka akan tetap dicari Pahlawan Literasi Masa Kini.  Semoga tulisan ini membangkitkan minat terhadap persoalan ini. Semoga. Aamiin.

 

Oleh. Hariyanto - Blitar

NPA PGRI  12170200445  WA 089518958898

1 link YPTD ; https://terbitkanbukugratis.id/hariyanto/02/2021/mencari-pahlawan-literasi-masa-kini/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar