Untuk menggairahkan kembali semangat berliterasi, berikut
saya mencoba menuliskan “praktek baik” Guru dalam Gerakan Literasi Sekolah di
beberapa sekolahnya. Setidaknya dengan keberhasilannya walaupun skala sekolah
harapannya ada langkah-langkah yang bisa diterapkan di sekolah masing-masing.
Terlebih lagi untuk praktek GLS di masa sulit menghadapi Pandemi Covid 19 ini.
Seperti
biasa GLS ini diterapkan di Indonesia sejak tahun 2016, dengan dasar Permendikbud
No. 23 Tahun 2015 tentang Budi Pekerti yang sekaligus mengatur pelaksanaan
literasi sekolah dengan membaca buku selama 15 menit sebelum pembelajaran. Prakteknya
tidak mudah, karena disamping persoalan medan, kurangnya buku, juga SDM yang cenderung belum memberikan contoh baik dalam
berliterasi.
GLS didasari oleh persoalan bangsa kita ketika
ditemukan fakta data evaluasi Programme
for International Student Assesment (PISA tahun 2012) menunjukkan bahwa
kemampuan peserta didik Indonesia dalam membaca, matematika, dan sains masih
tertinggal dari negara lain. Survei ini mengevaluasikemampuan membaca peserta
didik Indonesia yang berusia 15 tahun, dan menemukan bahwa kemampuan membaca
mereka menempati urutan ke-60 dari 64 negara yang berpartisipasi dalam PISA.
Kemampuan matematika peserta didik Indonesia berada di urutan 64 dari 65
negara, sedangkan dalam bidang sains, mereka menempati urutan 64 dari 65 negara. Selain itu, hasil tes
Progress International Reading Literacy Study (PIRLS) tahun 2011 yang
mengevaluasi kemampuan membaca peserta didik kelas IV menempatkan Indonesia
pada posisi ke-42 dari 45 negara peserta dengan skor 428, di bawah nilai rata-rata
500. Data ini selaras dengan temuan UNESCO terkait kebiasaan membaca masyarakat
Indonesia, bahwa hanya 1 dari 1.000 orang masyarakat Indonesia yang membaca.
Pada akhirnya pemerintah mengeluarkan strategi khusus agar program di sekolah dapat
ditindaklanjuti atau diintegrasikan dengan kegiatan di keluarga dan masyarakat.
Hal ini untuk memastikan keberlanjutan intervensi kegiatan literasi sekolah
agar dampaknya dapat dirasakan di masyarakat. Singkatnya program GLS akan
berhasil jika ada sinergi dan dukungan dari masyarakat dan keluarga. Sehingga
langkah lanjutannya adanya TBM : Taman Bacaan Masyarakat, dan Literasi
Keluarga.
Di bawah ini ada beberapa contoh
GLS yang telah dilakukan oleh guru-guru yang kreatif. Praktek baik ini selain
saya dapatkan dari kenalan sesama guru juga dari kegiatan webinar beberapa
waktu lalu.
Pertama, dari sekolah Dasar ada Ibu Rince Wiki Utami dari SDIT
Darul Maza Jatiasih di Bekasi Jawa Barat.
Beliau adalah seorang Kepala Sekolah yang karyanya masuk nominasi 20 besar
Nasional tahun 2020 kemarin . Beliau berhasil menggerakkan Literasi Sekolah di SD
diawali di tahun 2017 dengan membuat
pojok baca, baca lima belas menit, pohon geulis, kartu baca, jurnal harian,
berbagai teknik review, sagu sabu (satu minggu satu buku),baca kitab, baca
simak, baca nyaring, baca senyap, storytelling, read dan maraton membaca buku
secara senyap dalam waktu 42 menit (redaton) dan reading record.
Beberapa aneka lomba terkait literasi seperti membuat
dan membaca puisi, membuat pantun, pupuh sunda dan lain-lain di dalam
sekolah kerap dilaksanakan sebagai sarana aktualisasi dan motivasi siswa.
Program “RAMPES wujudkan Gerobak Cerdas dalam GLiterS” mulai
saya gulirkan sejak tahun 2019 dalam acara bulan Bahasa sekaligus memperingati
hari pahlawan. Melalui strategi RAMPES yang merupakan akronim dari kata
Rencana, Aksi, Monitoring, Publikasi, Evaluasi, dan Swot analisis menjadi
pendekatan untuk mewujudkan Gerakan Olah Buku Anak Ceria dan berprestasi
(Gerobak Cerdas) dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLiterS).
Program Gerobak Cerdasnya tetap berlangsung sampai sekarang
dengan capaian prestasi antara lain, tahun 2020 berupa buku yang sudah
diterbitkan dan mengisi toko buku Gramedia dengan judul buku “Putri
Hanifah Penyelamat Lingkungan” ditulis oleh Ananda Thahira kelas 3, dan “Si Kum
Kum” ditulis Ananda Arkan Andalusia kelas 6. Program “Gerobak Cerdas” yang
sedang dilaksanakan dan terus berlanjut berupa nulis bareng (nubar) yang
diikuti siswa yang berminat serta sekolah menjadi duta literasi dengan
mengikuti berbagai tantangan dalam “Gareulis Jabar”. Belakangan ada
program menulis bareng bersama beberapa orangtua siswa. Semua warga sekolah
terlibat, semua mempunyai tantangan, bauk guru, siswa , KS maupun orangtua
dalam misalnya membuat buku antologi maupun best practice.
Kedua, Bapak Bambang Purwanto, seorang guru SMP TarunaBakti
di Bandung yang dikenal dengan nama Mr. Bams. Beliau juga dikenal sebagai seorang guru TIK, pegiat literasi,
pendongeng, blogger, support IT Kelas Online dan aktifis masyarakat. Karena
perjuangannya merintis TBM sejak 2011 dengan nama Lebak wangi juga sukses. Kali
ini perjuangannya sebagai Ketua Tim GLS di sekolahnya juga sukses.
Untuk sukses
dalam GLS di sekolah, sebenarnya tidak ada langkah khusus, selain menjalankan
program Kepala Sekolah sejak tahun 2015. Program itu adalah program seperti
digariskan dalam Permendikbud saat itu GLS, gerakan membaca buku 15 menit
sebelum pembelajaran. Program ini terus dilaksanakan sampai saat ini dan
mendapatkan respon positip dari seluruh siswa, yang jumlahnya 600
lebih.dari 24 kelas.
Ke 24 kelas
itu benar-benar terkontrol kegiatan literasinya setiap hari, dan laporan
hasilnya juga setiap hari dapat dilihat di blog literasi sekolah. Bagaimana
cara menilai program literasi siswa dan memberikan pointnya. Dengan bermodalkan
program di excel dan mengelola website literasi sekolah semua dapat berjalan
lancar.
Untuk menilai
program literasi sekolah dan siswanya beliau juga sudah membagikannya dalam
youtube berikut : https://youtu.be/V7iQ--vRMxE
Apa saja
program literasi di sekolahnya ?
Program Literasi
di sekolah untuk mingguan
1. Senin Membaca Kitab Suci (SMKS)
2. Selasa-Kamis : membaca buku non
pelajaran
3. Jumat Ayo Menulis (JAM)
Tehnik di
lapangan siswa mengisi form setelah menyelesaikan tugas literasinya.
Dalam
perkembangannya juga ada acara Bincang Literasi, Acara Obrolan Santai yang
ditayangkan di Youtube setiap Selasa dan Jumat.
Dalam acara
tertentu juga siswa disuruh menuliskan kalimat bahagia, yang berisi kalimat
positip menulis dengan kata-kata sendiri.
Awalnya memang dipaksa. Beliau diawal selalu datang ke 24 kelas menanyakan
siapa yang tadi pagi di Jam Literasi membaca. Lalu beliau tulis manual, dan
direkap lalu diinfokan di grup WA dan dilaporkan kepada Kepala Sekolah. Sebuah
program di sekolah akan berhasil apabila dilakukan terus menerus dan adanya
monitoring. Beliau punya data setiap harinya kelas ini yang baca berapa orang ?
Nama yang baca buku siapa saja. Sehingga Wali kelas bisa mengingatkan bagi
siswa yang belum membaca. Setiap akhir semester kami berikan sertifikat untuk
Jura 1,2 dan 3.
Ketiga,
Ibu Fransisca Setyatun, guru IPS SMP Fransiskus BandarLampung yang
merancang Program GLS dengan strategi Cerdas Literasi Fransita yaitu 1) Kegiatan
pembiasaan seperti membaca buku tidak hanya 15 menit bisa 2 jam, 2) Membangun
jati diri siswa dan guru, 3) Bersinergi dengan orangtua, 4) Jejaring dengan
masyarakat, 5) Menggali dan mengembangkan talenta siswa , 6) Kreativitas dan
Inovasi.
Hasil dari aksi cerdas Literasi Fransita antara lain beberpa buku
diterbitkan, ada kebersamaan dengan orangtua dalam berkarya, ada Bazaar, expo
dan konser serta beberapa penghargaan.
Keempat, Bapak Burhani Guru SMAN Titian Teras
Jambi. Beliau berhasil menghidupkan literasi dengan berbagai kegiatan
diantaranya dalam penelitian tentang lingkungan hidup. Lingkungan hidup
dijadikan sumber penelitian sekaligus sumber belajar. Menerbitkan tabloid GIATT
dan melibatkan siswa untuk mengisi tabloid versi online. Karenanya beliau
sempat memperoleh Juara International Research di Malaysia, Juara I Lomba
Grafika Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepri, Menulis 5 buku solo dan
beberapa buku antologi, menerbitkan beberapa artikel ilmiahnya di Jurnal
Nasional.
Ada 3 prinsip dalam menggerakkan GLS nya di masa Pandemi ini yaitu, 1)
Gesit dan Giatt, 2) Gerakan Meneliti, 3) Kenali Lingkungan.
Kelima, Ibu Sri Dewi Rokhimah, Guru SMP Negeri
Kuta Selatan Badung Bali, yang terkenal dengan program GLS Maze Literasi, yaitu
dengan membentuk satgas literasi, pelatiham , kunjungan berkala, Berbagi
membaca dan menulis, Team focus. Kegiatannya lengkap meliputi Story telling,
Orasi 1 menit, Pidato, Mapidarto B. Bali, Lontar, Mengarang , Debat, Poster
dll.
Keenam, Bapak Martin Kepala Sekolah SMAN i Lembah Gumadi Kab., Solok
Sumatera Barat. Beliau berkomitmen berliterasi dengan memajukan perpustakaan,
membangun web sekolah, Duta Lierasi sekolah, dengan berbagai langkah, seperti
membangun Mou dengan Waega sekolahm Akreditasi perpustakaan, Studi Tiru, ikut
lomba guru dan penggunaan dan Bos untuk buku.
Demikian beberapa geliat para guru dalam memajukan Literasi Sekolahnya.
Dapat ditarik benang merahnya bahwa keberhasilan mereka tidak lepas dari
dukungan Kepala Sekolah dan seluruh warga sekolahnya. GLS memang tidak bisa
dijalankan sendirian, membutuhkan kolaborasi kerja sama yang apik dengan
berbagai pihak termasuk orangtua, dan stakeholder lainnya. Semoga tulisan ini
bisa menginspirasi sekolah lainnya, Aamiin.
Blitar, 14 Februari 2021
Oleh Hariyanto
NPA PGRI 13170200445
WA 089518958898
Keren luar biasa. Semoga program GLS bisa ditiru oleh KS dan guru yang belum menjalankan.
BalasHapusAamiin. Terimakasih atas kunjungannya Pak M. Bajuri. Salam literasi
HapusTerima kasih pak, sekolah kami maauk tulisan Bpk, apa yg km lakukan blm apa2, semoga GLS, GLk, GLM dg TBM terus bertumbuh di bumi tercinta Indonesia, aamiin..
BalasHapusAamiin. Terimakasih Bu Rince Wiki Utami, SD dan kegiatan literasinya sangat menarik, sangat inspiratif.
Hapus