Kata membaca dan menulis adalah bagai saudara saling
membutuhkan. Kalimat membaca dan menulis menunjukkan betapa proses belajar
berjalan dengan semestinya. Bagi guru kegiatan seperti itu adalah pekerjaan
rutinnya. Jadi sudah menjadi pekerjaan sehari-hari sejak dahulu sampai
sekarang. Jika saat ini guru dibekali dengan seperangkat alat canggih tehnologi,
maka guru zaman dulu hanya berbekal pensil dan pena.
Ibu saya seorang guru SD yang saya temukan dokumen masa
lalunya adalah tumpukan catatan harian seorang guru. Persiapan mengajar seorang
guru zaman dulu benar-benar ditulis abcd nya, dengan catatan tangannya sendiri.
Berbeda dengan saat ini tentunya hal itu sudah diambil alih dengan keyboard,
atau bahkan dengan kotak HP Android. Sunting sana-sini cetak jadilah RPP
sebagai pedoman guru belajar bersama siswa. Bahkan jika ingin membuat RPP yang
penuh dengan kreasi pembelajaran, sesama guru dari segala penjuru bisa saling
belajar. Inilah hikmahnya tehnologi untuk membantu pembelajaran.
Jika seorang guru berliterasi, setidaknya mampu mempersiapkan
diri untuk selalu belajar. Bisa dengan aktivitas membaca, dilanjutkan menulis
lebih dikhususkan “bersama” siswa aktivitas tersebut dilakukan. Inilah
pentingnya keteladanan untuk siswa, hal yang paling mudah bagi siswa
menirukannya.
Guru ingin belajar terus sepanjang hayat. Itulah prinsip
utama yang harus ditularkan kepada siswanya. Dalam situasi apa pun seperti saat
ini misalnya guru belajar dapat dilakukan dari mana saja, asal ada koneksi
internet. Jarak sudah tidak menjadi persoalan utama. Di portal kemendikbud
banyak sekali fasilitas yang bisa digali seperti guru berbagai, guru penggerak,
buku digital, bahkan web khusus GLN, GLS
( Gerakan Literasi Nasional – Gerakan Literasi Sekolah)
Salah satu hasil penelitian sering ditampilkan tentang
rendahnya minat baca sehingga muncullah GLS pada tahun 2015. Gerakan itu mulai
berjalan di tahun 2016 dengan berbagai langkah, satunya membaca buku (non
pelajaran) selama 15 menit sebelum pembelajaran. GLS ini hingga saat ini belum begitu
nampak keberhasilannya, sehingga perlu digalakkan secara terus menerus.
Ada satu hal yang membuat para siswa sulit sekali membaca
soal atau bacaan yang panjang lalu menemukan intisarinya. Ini terkait rendahnya
minat baca sehingga ketrampilan membaca untuk memahami isinya menjadi persoalan.
Jika diruntut mengapa minat baca siswa rendah sekali ? Ini
akan membawa persoalan jauh ke arah keluarga. Jika di rumah kebiasan membaca
tidak tertanamkan dengan baik , maka akan berakibat sama di sekolah.Faktor
orangtua dan guru adalah salah satunya, belum memberikan teladan ke arah
kegiatan tersebut.
Persoalan berikutnya adalah persepsi yang salah dari guru dan
orangtua mengenai kebiasaan membaca. Hal yang sering digalakkan adalah
kemampuan membaca siswa di kelas rendah. Sehingga dengan cara apa pun sering
diupayakan pembelajaran membaca. Namun ironisnya, pembelajaran membaca ini
tidak lagi dipentingkan seketika siswa menginjak di kelas tinggi, 4, 5, 6.
Membaca untuk pemahaman ditinggalkan. Padahal kebiasaan membaca belum juga
tertanam pada siswa. Ini sungguh satu ironi yang berkepanjangan. Siswa menjadi malas membaca, apalagi
menyentuh buku bacaan. Perpustakaan sekolah menjadi sepi, dan rak berjajar rapi
penuh dengan buku yang beredisi lama tapi sampul masih baru.
Mengatasi hal tersebut seorang guru literat sedikitnya harus
mengenal dan memahami praktik baik literasi di sekolah. Harapannya GLS bisa sukses.
Menurut Beers (2009), praktik-praktik
yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai
berikut.
a. Perkembangan literasi berjalan sesuai
tahap perkembangan yang dapat diprediksi. Tahap perkembangan anak dalam belajar
membaca dan menulis saling beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap
perkembangan literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi
pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan
mereka.
b. Program literasi yang baik bersifat
berimbang Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa
tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi
membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan
jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan
memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan
remaja.
c. Program literasi terintegrasi dengan
kurikulum Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab
semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun
membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan
profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata
pelajaran.
d. Kegiatan membaca dan menulis
dilakukan kapanpun Misalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca
untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
e. Kegiatan literasi mengembangkan
budaya lisan Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai
kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas.
Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat
agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk
menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati
perbedaan pandangan.
f. Kegiatan literasi perlu mengembangkan
kesadaran terhadap keberagaman Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui
kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu
merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajang pada
pengalaman multikultural.
Untuk kondisi saat ini, terus galakkan
usaha membaca ke semua siswa. Dengan PJJ maka siswa diarahkan kepada membaca
buku cerita atau pengayaan dalam bentuk digital yang bisa diakses dengan HP
Android. Jika masih ada peluang PJJ luring maka perlu diberdayakan perpustakaan
sekolah.
Jadikan kebiasaan membaca sebagai hal
yang menyenangkan. Membaca lalu menulis judul dan jumlah halaman buku yang
dibacanya dalam satu jurnal atau form. Melaporkan hasilnya, secara hari demi
hari dikembangkan membuat resume atau kalimat dalam jumlah tertentu. Kegiatan
ini sejatinya adalah kegiatan membaca yang diteruskan dengan menulis. Jika hal
ini dilakukan dengan sadar dan terus menerus didampingi guru dan dikontrol
sampai menjadi budaya baca, maka selebihnya ingatlah tulisan Om Jay, “
Menulislah setiap hari dan buktikan (keajaiban) apa yang terjadi.”
Selamat berjuang Guru Literat seluruh
Nusantara.
Salam Literasi.
Blitar, 22 Februari 2021
Oleh Hariyanto – Blitar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar