Literasi tidak sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi merupakan keterampilan penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik memengaruhi tingkat keberhasilannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.
Hal yang paling
mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan membaca. Keterampilan membaca
merupakan fondasi untuk mempelajari berbagai hal lainnya. Kemampuan ini penting
bagi pertumbuhan intelektual peserta didik. Melalui membaca peserta didik dapat
menyerap pengetahuan dan mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi
kehidupannya. Membaca memberikan
pengaruh budaya yang amat kuat terhadap perkembangan literasi peserta didik.
Sayangnya, sampai saat ini prestasi literasi membaca peserta didik di Indonesia
masih rendah, berada di bawah rata-rata skor internasional. Dari laporkan hasil
studi yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain,
diperoleh informasi bahwa kemampuan literasi Indonesia berada pada peringkat 60
dari 61 negara yang disurvei (Jakarta Post, 2016).
Dilain pihak kita juga
menghadapi problem aliterasi, bentuk lain dari krisis literasi; yakni, orang
bisa dan mampu membaca, namun mereka
tidak mau membaca. Aliterasi dianggap sebagai fenomena umum, bahkan di
negara-negara maju dengan tingkat literasi yang tinggi yang dalam hal ini ketersediaan
buku tidak menjadi masalah. Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak faktor
berkontribusi terhadap permasalahan literasi pada masyarakat. Selain keterbatasan
akses terhadap buku di seluruh Indonesia, pemerintah juga menghadapi rendahnya
motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena pada
era teknologi informasi saat ini, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan
membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan reflektif.
Kebijakan GLS di
Sekolah Dasar yakni wajib baca mempunyai
tujuan yang sangat luas dan mendasar yakni : a) membentuk budi pekerti luhur; b)
mengembangkan rasa cinta membaca; c) merangsang tumbuhnya kegiatan membaca di
luar sekolah; d) menambah pengetahuan dan pengalaman; e) meningkatkan
intelektual; f ) meningkatkan kreativitas; g) meningkatkan kemampuan literasi
tinggi.
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan
Budi Pekerti. Di dalamnya dimuat tentang kegiatan Literasi yaitu budaya membaca
buku 15 menit sebelum pembelajaran. Jika hal itu dilakukan dengan sungguh-sungguh
oleh semua pihak Guru, Kepala Sekolah, Komite, Siswa maka GLS tentu akan
semakin berhasil. Kenyataan di lapangan sering terjadi GLS hanya jalan di
tempat.
Hal ini terjadi karena
beberapa sebab. Pertama masih banyak
guru menganggap literasi sebagai tugas guru Bahasa Indonesia saja, padahal
kegaiatn membaca adalah tugas semua guru. Tentu saja di SD hal ini sudah
mahfum. Namun masih terjadi guru yang kurang memiliki semangat membaca untuk
menambah pengetahuan. Sehingga program literasi ini terabaikan. Kedua, kegiatan literasi dianggap beban baru dan
merasa sudah melaksanakan dengan memberikan tugas membaca buku pelajaran padan
siswa. Padahal sejatinya dalam Permendikbud Gerakan Literasi ini dengan tujuan
membangun budi pekerti, dengan membaca buku selama 15 menit sebelum
pembelajaran adalah buku non pelajaran. Wujudnya bisa buku cerita atau pun buku pengayaan, Jadi
bukan buku paket pelajaran reguler. Ketiga,
Kebiasaan membaca dianggap kegiatan kurang penting karena menyamakan dirinya
yang sudah berumur, padahal siswa memerlukan pengetahuan untuk masa depannya. Keempat, kegiatan membaca merupakan
rutinitas belaka sehingga cukup sekedar memenuhi tugasnya sebagai guru. Padahal
langkah keberhasilan kebiasaan membaca ini adalah langkah awal dari satu
Gerakan Literasi Sekolah.
Karena itu dibutuhkan
perubahan mindset guru dan seluruh warga untuk kegiatan membiasakan membaca. Meskipun
sulit,dalam satu sekolah setidaknya ada pelopor atau pegiat literasi. Terlebih
jika itu dilakukan oleh seorang guru muda. Tentu sudah sangat tepat karena
biasanya sudah melek tehnologi sekaligus biasa berliterasi.
Dalam menanggapi GLS
ini memang ada sekolah yang sudah sangat maju, bahkan sering mendapatkan
penghargaan Literasi dari berbagai pihak. Bahkan guru yang literat, sudah biasa
memberikan perhatian khusus terhadap kegiatan literasi bersama siswanya bahkan
sesama guru. Sehingga setiap tahunnya menghasilkan produk literasi berupa buku
kumpulan karya siswa, atau kumpulan nulis bersama guru. Bahkan juga guru mampu
membuat modul dan buku pembelajaran sendiri.
Bagi sekolah yang belum
melaksanakan atau bahkan sekedar melaksanakan GLS, tentu upayanya perlu
diperbaiki ke depannya. Bukan saja harus mengembalikan semangay berliterasi,
namun juga karena kebutuhan, Apalagi saat ini kemendikbud menetapkan adanya AKM
yang sangat menjurus pada ketrampilan literasi dan numerasi.
Pembelajaran jarak jauh
menjadi alternatif pendidikan di seluruh
dunia saat ini dalam menyikapi adanya Pandemi Covid 19. PJJ adalah pembelajaran
dilakukan oleh peserta didik dengan bantuan media, perangkat ajar dan sumberbelajar
yang dibutuhkan, serta pendampingan orangtua atau orang dewasa untuk
memfasilitasi interaksi peserta didik dengan guru.
Karena itu jika
menerapkan GLS di sekolah harus tetap berlandaskan prinsip PJJ. Setidaknya
penggunaan media dan kerjasama dengan orangtua sangat dibutuhkan. Literasi
tehnologi dan visual menjadi hal penting dalam bagian ini. Karena PJJ
menggunakan media yang perlu disepakati penggunaannya oleh semua pihak.
Ketika peserta didik
dalam berliterasi tidak lepas dari kontribusi guru, guru harus berupaya menjadi
fasilitator yang berkualitas. Guru yang malas membaca dan menulis serta gagap
teknologi akan melahirkan peserta didik yang kurang baik dalam berliterasi. Oleh
karena itu literasi harus menjadi gerakan bersama yang menempatkan warga
sekolah sebagai subjek.
Bagaimana merancang GLS
dimasa Pandemi ?
Penulis mencoba menguraikan dengan langkah sederhana,
sesuai pengalaman di lapangan. Ada 3 langkah yang perlu diambil untuk
memulainya :
1) Persiapan
termasuk didalamnya sosialisasi program. Konsulidasi dengana guru-guru yang
sudah mempunyai minat literasi, lalu menyatukan kesamaan persepsi
2) Pelaksanaan
awal, dengan memberdayakan penggunaan web sekolah atau web tim literasi
sekolah, yang bisa digunakan untuk memberikan tugas maupun memuat hasil tugas
siswa.
3) Evaluasi
terus menerus. Untuk melihat perkembangan program terutama reaksi siswa dan orangtua
terhadap program yang diadakan melalui android.
Dengan 3 langkah ini , secara
bertahap program akan dikembangkan sesuai tahapan dan kemampuan siswa
beradaptasi.
Bagaimana program literasi ini
tetap berjalan walaupun tidak bersentuhan langsung dengan siswa :
Pertama,
program dirancang menggunakan sistem jarak jauh atau daring. Program bisa
dirancang dengan kegiatan membaca buku cerita, membaca buku kitab suci, dan
survey karakter. Untuk semua program akan dievaluasi dan akan ditambah dengan
program lainnya jika memungkinkan.
Kedua,
Setelah Tim literasi dibentuk, terdiri dari
gabungan warga sekolah dan dipelopori tim IT yaitu guru muda yang bisa
menggunakan IT serta mampu menjawab permasalahan tehnis di lapangan. Tim
berkoordinasi dengan semua walikelas untuk membagikan tugas membaca melalui
form. Tim juga memberikan sejumlah bacaan buku cerita dalam bentuk pdf dan
dimuat di web sekolah untuk dibaca siswa. Setelah kegiatan membaca, siswa
diminta mengisi jumlah halaman buku yang dibaca dengan data buku lainnya.
Pada pembacaan kita suci siswa juga
mengisi form hasil kegiatannya. Wali
kelas ikut meotivasi kegiatan membaca buku kepada siswanya.
Ketiga,
Tim IT harus mereka hasil kerja setiap hari dan melaporkannya atau mengshare
link ke siswa. Hasilnya juga diumumkan di web sekolah yang bisa dilihat oleh
semua pihak termasuk orang tua.
Dari hasil ini maka nantinya akan
terlihat siswa yang aktif membaca dan selalu mengikuti program literasi sekolah
dengan yang tidak aktif. Biasanya orangtua siswa akan menegur putranya yang
tidak aktif.
Demikian ide gagasan GLS di SD yang
sudah kami coba memulainya. Penulis sangat berterimakasih kepada Mr. Bams,
panggilan Bambang Purwanto, penggerak GLS di SMP TarunaBakti Bandung, Dari
kegiatan beliau telah memberikan inspirasi untuk mengadopsinya sesuai keadaan
di sekolah kami SDM Turi 1 kota Blitar. Kami sudah mengawali sejak tanggal 29
Januari 2021 lalu dengan program membaca kitab Suci. Lalu survey karakter, dan
Senin sampai Kamis membaca buku cerita anak. Hasilnya bisa dilihat di blog https://hariyanto17.blogspot.com/2021/02/hasil-kegiatan-literasi-siswa-sdn-turi.html
Mohon doanya dan dukungan dari
seluruh pembaca dan pegiat literasi di seluruh tanah air semoga program kami
berjalan dengan lancar . Aamiin.
Semoga bermanfaat.
Blitar, 7 Februari 2021
Oleh . Hariyanto
Sukses selalu dengan program-programnya, Pak
BalasHapusTerimakasih Bu.... aamiin
Hapus