Minggu, 07 Februari 2021

Merancang Gerakan Literasi di Sekolah Dasar

 





Literasi tidak sekedar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Literasi merupakan keterampilan penting dalam hidup. Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik memengaruhi tingkat keberhasilannya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.

Hal yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan membaca. Keterampilan membaca merupakan fondasi untuk mempelajari berbagai hal lainnya. Kemampuan ini penting bagi pertumbuhan intelektual peserta didik. Melalui membaca peserta didik dapat menyerap pengetahuan dan mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi kehidupannya.   Membaca memberikan pengaruh budaya yang amat kuat terhadap perkembangan literasi peserta didik. Sayangnya, sampai saat ini prestasi literasi membaca peserta didik di Indonesia masih rendah, berada di bawah rata-rata skor internasional. Dari laporkan hasil studi yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain, diperoleh informasi bahwa kemampuan literasi Indonesia berada pada peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei (Jakarta Post, 2016).    

Dilain pihak kita juga menghadapi problem aliterasi, bentuk lain dari krisis literasi; yakni, orang bisa dan  mampu membaca, namun mereka tidak mau membaca. Aliterasi dianggap sebagai fenomena umum, bahkan di negara-negara maju dengan tingkat literasi yang tinggi yang dalam hal ini ketersediaan buku tidak menjadi masalah. Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak faktor berkontribusi terhadap permasalahan literasi pada masyarakat. Selain keterbatasan akses terhadap buku di seluruh Indonesia, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini memprihatinkan karena pada era teknologi informasi saat ini, peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan reflektif.

Kebijakan GLS di Sekolah Dasar yakni  wajib baca mempunyai tujuan yang sangat luas dan mendasar yakni : a) membentuk budi pekerti luhur; b) mengembangkan rasa cinta membaca; c) merangsang tumbuhnya kegiatan membaca di luar sekolah; d) menambah pengetahuan dan pengalaman; e) meningkatkan intelektual; f ) meningkatkan kreativitas; g) meningkatkan kemampuan literasi tinggi.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Di dalamnya dimuat tentang kegiatan Literasi yaitu budaya membaca buku 15 menit sebelum pembelajaran. Jika hal itu dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh semua pihak Guru, Kepala Sekolah, Komite, Siswa maka GLS tentu akan semakin berhasil. Kenyataan di lapangan sering terjadi GLS hanya jalan di tempat.

Hal ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama masih banyak guru menganggap literasi sebagai tugas guru Bahasa Indonesia saja, padahal kegaiatn membaca adalah tugas semua guru. Tentu saja di SD hal ini sudah mahfum. Namun masih terjadi guru yang kurang memiliki semangat membaca untuk menambah pengetahuan. Sehingga program literasi ini terabaikan. Kedua,  kegiatan literasi dianggap beban baru dan merasa sudah melaksanakan dengan memberikan tugas membaca buku pelajaran padan siswa. Padahal sejatinya dalam Permendikbud Gerakan Literasi ini dengan tujuan membangun budi pekerti, dengan membaca buku selama 15 menit sebelum pembelajaran adalah buku non pelajaran. Wujudnya bisa  buku cerita atau pun buku pengayaan, Jadi bukan buku paket pelajaran reguler. Ketiga, Kebiasaan membaca dianggap kegiatan kurang penting karena menyamakan dirinya yang sudah berumur, padahal siswa memerlukan pengetahuan untuk masa depannya. Keempat, kegiatan membaca merupakan rutinitas belaka sehingga cukup sekedar memenuhi tugasnya sebagai guru. Padahal langkah keberhasilan kebiasaan membaca ini adalah langkah awal dari satu Gerakan Literasi Sekolah.

Karena itu dibutuhkan perubahan mindset guru dan seluruh warga untuk kegiatan membiasakan membaca. Meskipun sulit,dalam satu sekolah setidaknya ada pelopor atau pegiat literasi. Terlebih jika itu dilakukan oleh seorang guru muda. Tentu sudah sangat tepat karena biasanya sudah melek tehnologi sekaligus biasa berliterasi.

Dalam menanggapi GLS ini memang ada sekolah yang sudah sangat maju, bahkan sering mendapatkan penghargaan Literasi dari berbagai pihak. Bahkan guru yang literat, sudah biasa memberikan perhatian khusus terhadap kegiatan literasi bersama siswanya bahkan sesama guru. Sehingga setiap tahunnya menghasilkan produk literasi berupa buku kumpulan karya siswa, atau kumpulan nulis bersama guru. Bahkan juga guru mampu membuat modul dan buku pembelajaran sendiri.

Bagi sekolah yang belum melaksanakan atau bahkan sekedar melaksanakan GLS, tentu upayanya perlu diperbaiki ke depannya. Bukan saja harus mengembalikan semangay berliterasi, namun juga karena kebutuhan, Apalagi saat ini kemendikbud menetapkan adanya AKM yang sangat menjurus pada ketrampilan literasi dan numerasi.

Pembelajaran jarak jauh  menjadi alternatif pendidikan di seluruh dunia saat ini dalam menyikapi adanya Pandemi Covid 19. PJJ adalah pembelajaran dilakukan oleh peserta didik dengan bantuan media, perangkat ajar dan sumberbelajar yang dibutuhkan, serta pendampingan orangtua atau orang dewasa untuk memfasilitasi interaksi peserta didik dengan guru.

Karena itu jika menerapkan GLS di sekolah harus tetap berlandaskan prinsip PJJ. Setidaknya penggunaan media dan kerjasama dengan orangtua sangat dibutuhkan. Literasi tehnologi dan visual menjadi hal penting dalam bagian ini. Karena PJJ menggunakan media yang perlu disepakati penggunaannya oleh semua pihak.

Ketika peserta didik dalam berliterasi tidak lepas dari kontribusi guru, guru harus berupaya menjadi fasilitator yang berkualitas. Guru yang malas membaca dan menulis serta gagap teknologi akan melahirkan peserta didik yang kurang baik dalam berliterasi. Oleh karena itu literasi harus menjadi gerakan bersama yang menempatkan warga sekolah sebagai subjek.

Bagaimana merancang GLS dimasa Pandemi ?

Penulis mencoba menguraikan dengan langkah sederhana, sesuai pengalaman di lapangan. Ada 3 langkah yang perlu diambil untuk memulainya :

1)    Persiapan termasuk didalamnya sosialisasi program. Konsulidasi dengana guru-guru yang sudah mempunyai minat literasi, lalu menyatukan kesamaan persepsi

2)    Pelaksanaan awal, dengan memberdayakan penggunaan web sekolah atau web tim literasi sekolah, yang bisa digunakan untuk memberikan tugas maupun memuat hasil tugas siswa.

3)    Evaluasi terus menerus. Untuk melihat perkembangan program terutama reaksi siswa dan orangtua terhadap program yang diadakan melalui android.

Dengan 3 langkah ini , secara bertahap program akan dikembangkan sesuai tahapan dan kemampuan siswa beradaptasi.

Bagaimana program literasi ini tetap berjalan walaupun tidak bersentuhan langsung dengan siswa :

 

Pertama, program dirancang menggunakan sistem jarak jauh atau daring. Program bisa dirancang dengan kegiatan membaca buku cerita, membaca buku kitab suci, dan survey karakter. Untuk semua program akan dievaluasi dan akan ditambah dengan program lainnya jika memungkinkan.

Kedua,  Setelah Tim literasi dibentuk, terdiri dari gabungan warga sekolah dan dipelopori tim IT yaitu guru muda yang bisa menggunakan IT serta mampu menjawab permasalahan tehnis di lapangan. Tim berkoordinasi dengan semua walikelas untuk membagikan tugas membaca melalui form. Tim juga memberikan sejumlah bacaan buku cerita dalam bentuk pdf dan dimuat di web sekolah untuk dibaca siswa. Setelah kegiatan membaca, siswa diminta mengisi jumlah halaman buku yang dibaca dengan data buku lainnya.

Pada pembacaan kita suci siswa juga mengisi form hasil kegiatannya.  Wali kelas ikut meotivasi kegiatan membaca buku kepada siswanya.

Ketiga, Tim IT harus mereka hasil kerja setiap hari dan melaporkannya atau mengshare link ke siswa. Hasilnya juga diumumkan di web sekolah yang bisa dilihat oleh semua pihak termasuk orang tua.

 

Dari hasil ini maka nantinya akan terlihat siswa yang aktif membaca dan selalu mengikuti program literasi sekolah dengan yang tidak aktif. Biasanya orangtua siswa akan menegur putranya yang tidak aktif.

 

Demikian ide gagasan GLS di SD yang sudah kami coba memulainya. Penulis sangat berterimakasih kepada Mr. Bams, panggilan Bambang Purwanto, penggerak GLS di SMP TarunaBakti Bandung, Dari kegiatan beliau telah memberikan inspirasi untuk mengadopsinya sesuai keadaan di sekolah kami SDM Turi 1 kota Blitar. Kami sudah mengawali sejak tanggal 29 Januari 2021 lalu dengan program membaca kitab Suci. Lalu survey karakter, dan Senin sampai Kamis membaca buku cerita anak. Hasilnya bisa dilihat di blog https://hariyanto17.blogspot.com/2021/02/hasil-kegiatan-literasi-siswa-sdn-turi.html

Mohon doanya dan dukungan dari seluruh pembaca dan pegiat literasi di seluruh tanah air semoga program kami berjalan dengan lancar . Aamiin.

Semoga bermanfaat.

 

Blitar, 7 Februari 2021

 

 

Oleh . Hariyanto

NPA PGRI 13170200445

2 komentar: