gbr. mediaindonesia.com
Di saat Pandemi Covid 19 ini dunia pendidikan sibuk dengan
usaha Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan melibatkan banyak pihak, guru, siswa
dan orangtua. Terjadilah banyak kebingungan dalam pelaksanaannya, karena
seperti menghadapi situasi baru yaitu belajar secara daring (dalam jaringan)
menggunakan alat tehnologi. Bahkan juga
dengan luring (luar jaringan) karena tidak ada jaringan internet, serta
campuran antara daring dan luring.
Belajar mengenai PJJ kadang kita salah menafsirkan sebagai
belajar yang terpisah oleh jarak saja. Padahal
ada kelanjutannya dengan dijembati media untuk pembelajaran, termasuk
usaha pertemuan dengan siswa dan orangtua dengan protokol kesehatan dalam kurun
waktu tertentu.
Ciri PJJ menurut salah satu pendapat :
1) Guru dan siswa terpisah oleh jarak (sering di anggap ciri
satu-satunya)
2) PJJ berbeda dengan pendidikan informal, otodidak atau
belajar sendiri. PJJ
mempersyaratkan adanya pengelola proses pembelajaran.
3) Penggunaan media sebagai perantara yang mempertemukan guru
dengan peserta didik dan membawa isi pembelajaran.
4) PJJ menggunakan sarana komunikasi dua arah.
5) PJJ meski terpisah jarak, namun memungkinkan dalam
kesempatan tertentu untuk bertemu (konsultasi, tutorial dll)
6) PJJ merupakan proses yang panjang: mulai dari mendesain, mengembangkan, memproduksi,
mendistribusikan, memfasilitasi pembelajaran,
memberikan feedback, memperbaiki rancangan dst.
7)PJJ menjadi alternatif bagi negara berkembang untuk meningkatkan
akses, partisipasi serta pemerataan kesempatan dalam pendidikan.
( Atwi Suparman, Pendidikan
Jarak Jauh, Teori dan Praktek, 2004)
Kesimpulannya : Pembelajaran
jarak jauh dilakukan oleh peserta didik dengan bantuan media, perangkat ajar
dan sumber belajar yang dibutuhkan,
serta pendampingan orangtua atau orang dewasa untuk memfasilitasi interaksi peserta
didik dengan guru.
Ada kata kunci yang penting adalah
terpadunya media,dan pendampingan orangtua, siswa dan guru. Titik pertemuan itu
bisa sukses jika ada gerakan, bebas belajar, bebas membelajarkan, bebas
berkreasi, bebas berinovasi
Menengok ciri PJJ di atas khususnya point 1 – 5 tersurat dan
tersirat bahwa adanya jarak jauh, lalu adanya penggunaan media pembelajaran
yang harus digunakan oleh guru. Khusus bagi daerah perkotaan dan daerah yang
terpenuhi jaringan internetnya, maka ada istilah Guru Kreatif. Guru yang bisa
mengatasi jarak dengan penggunaan media secara maksimal. Guru yang demikian
selalu mengadakan pembelajaran interaktif dan menyenangkan.
Namin AB Ibnu Solihin, founder motivatorpendidikan.com menjadi salah satu nara sumber dalam seminar
virtual beberapa waktu lalu bersama PGRI. Beliau memberikan gambaran seorang
guru kreatif di era New Normal sebagai berikut
:
1) Memiliki kemampuan menulis, 2) Memiliki blog, 3)
MemilikiAkun medsos IG, FB Twitter dll, 4) Memiliki media pembelajaran on line,
5) Memiliki akun You Tube, 6) Menggunakan PPt kreatif, 7) Menggunakan reward.
Lebih
penting lagi menjalin kerjasama/kolaborasi dengan orangtua dan siswa untuk
menggunakan berbagai media yang telah disepakati. Penggunaan media dengan penuh
kesadaran, dan dengan saling mematuhi aturan menjadi kunci suksesnya PJJ. Apa
artinya media semisal HP android canggih, jika gurunya tidak menguasai,
sebaliknya hanya dengan WA saja terkadang pembelajaran berjalan dengan sangat
bagus karena dikelola dengan baik. Misalnyanya dengan pembimbingan interaktif video
melalui WA grup kecil. Karena yang terjadi WA selama ini kurang maksimal jika
hanya digunakan untuk mengirim soal atau tugas saja.
Beberapa salah tafsir di lapangan adalah PJJ antara lain memberi pembelajaran hanya dengan menugaskan
siswa mengerjakan soal saja. Tidak ada usaha guru memberikan materi untuk
menjelaskan ke siswa secara interaktif.
Mengapa hal itu terjadi ?
Pertama, Guru menganggap dirinya sudah tua dan tidak
perlu belajar lagi termasuk mempelajari tehnologi baru pembelajaran. Cirinya
mudah mengeluh dan mudah berputus asa. Kedua,
Guru masih enggan memberikan teladan berliterasi, yaitu membaca buku non
pelajaran dan memberikan contoh kepada siswanya. Ketiga,
masih menganggap campur tangan orangtua sebagai sesuatu yang salah. Padahal
dalam PJJ mutlak diperlukan kerjasama yang bagus dalam membimbing putranya. Sebenarnya
sudah banyak solusi yaitu adanya program guru belajar di Kemendikbud, yang
semua bisa diikuti melalui daring. Dan dalam skala kecil di sekolah bisa
memelopori program Gerakan Literasi
Sekolah.
Dalam situasi baru saat ini kebebasan itu ditanggapi dengan
baik oleh kemendikbud dengan istilah “merdeka belajar.” Guru bebas berkreasi,
bebas menilai, bebas memadu kerjasama dengan orangtua dan berbagai pihak untuk
satu tujuan kesuksesan siswa/anak dalam belajar.
Sudahkah kita sebagai guru, siswa dan orangtua merasa bebas
saat ini ?
Sudahkah para guru bebas berkreasi ?
Sudahkah para guru menjalin kerjasama yang bagus dengan para
orangtua ?
Saat ini juga telah dirintis adanya Sekolah Penggerak, Guru
Penggerak, Pengawas Penggerak. Semoga pendidikan benar-benar bergerak cepat ke
arah kemajuan seperti diharapkan. Aamiin.
Blitar, 4 Februari 2021
Oleh Hariyanto
NPA NPA. 13170200445
Tidak ada komentar:
Posting Komentar