Kamis, 04 Februari 2021

PJJ dan Kebebasan Berkreasi Berkolaborasi

 

gbr. mediaindonesia.com

Di saat Pandemi Covid 19 ini dunia pendidikan sibuk dengan usaha Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan melibatkan banyak pihak, guru, siswa dan orangtua. Terjadilah banyak kebingungan dalam pelaksanaannya, karena seperti menghadapi situasi baru yaitu belajar secara daring (dalam jaringan) menggunakan alat tehnologi.  Bahkan juga dengan luring (luar jaringan) karena tidak ada jaringan internet, serta campuran antara daring dan luring.

Belajar mengenai PJJ kadang kita salah menafsirkan sebagai belajar yang terpisah oleh jarak saja. Padahal  ada kelanjutannya dengan dijembati media untuk pembelajaran, termasuk usaha pertemuan dengan siswa dan orangtua dengan protokol kesehatan dalam kurun waktu tertentu.

Ciri PJJ menurut salah satu pendapat :

1) Guru dan siswa terpisah oleh jarak (sering di anggap ciri satu-satunya)

2) PJJ berbeda dengan pendidikan informal, otodidak atau belajar sendiri. PJJ

mempersyaratkan adanya pengelola proses pembelajaran.

3) Penggunaan media sebagai perantara yang mempertemukan guru dengan peserta didik dan membawa isi pembelajaran.

4) PJJ menggunakan sarana komunikasi dua arah.

5) PJJ meski terpisah jarak, namun memungkinkan dalam kesempatan tertentu untuk bertemu (konsultasi, tutorial dll)

6) PJJ merupakan proses yang panjang: mulai dari  mendesain, mengembangkan, memproduksi, mendistribusikan,  memfasilitasi pembelajaran, memberikan feedback, memperbaiki rancangan dst.

7)PJJ menjadi alternatif bagi negara berkembang untuk meningkatkan akses, partisipasi serta pemerataan kesempatan dalam pendidikan. 

( Atwi Suparman, Pendidikan Jarak Jauh, Teori dan Praktek, 2004)

Kesimpulannya : Pembelajaran jarak jauh dilakukan oleh peserta didik dengan bantuan media, perangkat ajar dan sumber  belajar yang dibutuhkan, serta pendampingan orangtua atau orang dewasa untuk memfasilitasi interaksi peserta didik dengan guru.

Ada kata kunci yang penting adalah terpadunya media,dan pendampingan orangtua, siswa dan guru. Titik pertemuan itu bisa sukses jika ada gerakan, bebas belajar, bebas membelajarkan, bebas berkreasi, bebas berinovasi

Menengok ciri PJJ di atas khususnya point 1 – 5 tersurat dan tersirat bahwa adanya jarak jauh, lalu adanya penggunaan media pembelajaran yang harus digunakan oleh guru. Khusus bagi daerah perkotaan dan daerah yang terpenuhi jaringan internetnya, maka ada istilah Guru Kreatif. Guru yang bisa mengatasi jarak dengan penggunaan media secara maksimal. Guru yang demikian selalu mengadakan pembelajaran interaktif dan menyenangkan.

Namin AB Ibnu Solihin, founder motivatorpendidikan.com   menjadi salah satu nara sumber dalam seminar virtual beberapa waktu lalu bersama PGRI. Beliau memberikan gambaran seorang guru kreatif di era New Normal sebagai  berikut :

1) Memiliki kemampuan menulis, 2) Memiliki blog, 3) MemilikiAkun medsos IG, FB Twitter dll, 4) Memiliki media pembelajaran on line, 5) Memiliki akun You Tube, 6) Menggunakan PPt kreatif, 7) Menggunakan reward.

            Lebih penting lagi menjalin kerjasama/kolaborasi dengan orangtua dan siswa untuk menggunakan berbagai media yang telah disepakati. Penggunaan media dengan penuh kesadaran, dan dengan saling mematuhi aturan menjadi kunci suksesnya PJJ. Apa artinya media semisal HP android canggih, jika gurunya tidak menguasai, sebaliknya hanya dengan WA saja terkadang pembelajaran berjalan dengan sangat bagus karena dikelola dengan baik. Misalnyanya dengan pembimbingan interaktif video melalui WA grup kecil. Karena yang terjadi WA selama ini kurang maksimal jika hanya digunakan untuk mengirim soal atau tugas saja.

Beberapa salah tafsir di lapangan adalah PJJ antara lain  memberi pembelajaran hanya dengan menugaskan siswa mengerjakan soal saja. Tidak ada usaha guru memberikan materi untuk menjelaskan ke siswa secara interaktif.

Mengapa hal itu terjadi ?

Pertama,  Guru menganggap dirinya sudah tua dan tidak perlu belajar lagi termasuk mempelajari tehnologi baru pembelajaran. Cirinya mudah mengeluh dan mudah berputus asa. Kedua, Guru masih enggan memberikan teladan berliterasi, yaitu membaca buku non pelajaran dan memberikan contoh kepada siswanya.  Ketiga, masih menganggap campur tangan orangtua sebagai sesuatu yang salah. Padahal dalam PJJ mutlak diperlukan kerjasama yang bagus dalam membimbing putranya. Sebenarnya sudah banyak solusi yaitu adanya program guru belajar di Kemendikbud, yang semua bisa diikuti melalui daring. Dan dalam skala kecil di sekolah bisa memelopori program Gerakan  Literasi Sekolah.

Dalam situasi baru saat ini kebebasan itu ditanggapi dengan baik oleh kemendikbud dengan istilah “merdeka belajar.” Guru bebas berkreasi, bebas menilai, bebas memadu kerjasama dengan orangtua dan berbagai pihak untuk satu tujuan kesuksesan siswa/anak dalam belajar. 

Sudahkah kita sebagai guru, siswa dan orangtua merasa bebas saat ini ?

Sudahkah para guru bebas berkreasi ?

Sudahkah para guru menjalin kerjasama yang bagus dengan para orangtua ?

Saat ini juga telah dirintis adanya Sekolah Penggerak, Guru Penggerak, Pengawas Penggerak. Semoga pendidikan benar-benar bergerak cepat ke arah kemajuan seperti diharapkan. Aamiin.

 

Blitar, 4 Februari 2021

 

 


 

Oleh Hariyanto

NPA  NPA. 13170200445

Tidak ada komentar:

Posting Komentar