Satu kali beberapa
guru mempersoalkan dasar hukum GLS dalam praktik di sekolah. Mereka masih saja
meragukan keabsahan menggerakkan minat baca di kalangan siswa dan warga sekolah
lainnya. Mereka masih beranggapan bahwa Gerakan Literasi Sekolah adalah program
tambahan yang memberatkan guru dan siswa. Program itu tidak ada dalam kurikulum
dan anggapan lainnya yang intiya pragram GLS ini kurang penting.
Di tengah gencarnya kami menggerakkan literasi sekolah masih
saja ada beberapa guru bertanya demikian, tentu ini satu “mental block” yang
perlu diselesaikan. Hal ini dapat melemakhkan gerakan literasi sekolah yang
sudah berjalan bahkan yang baru akan dimulai. Semua harus klirr. Guru harus
yakin, secara fisik maupun mental.
Untuk menjelaskan persoalan ini kepada guru sebenarnya mudah
saja. Karena sebenarnya GLS ini sudah sering disosialisasikan bersama Kurikulum
2013 beberapa tahun lalu. GLS menjadi
program yang menempel dalam penerapan Kurikulum 2013. Kurukulum yang adaptif
terhadap perubahan dan mengantisipasi perubahan zaman terutama di abad 21.
Rerata guru sudah mendapatkan materi
tentang Kurikulum 2013 tersebut.
Namun justeru itu menunjukkan bahwa kenyataan bahwa dalam
Kurikulum menempel juga Gerakan Literasi Sekolah dan Karakter tidak banyak
diketahui oleh para guru. Mungkin ini disebut “Kurikulum Ngumpet.” Namun karena
ada permendibud dan selipan karakter dari Nawa Cita serta muatan karakter
Pancasila, semua jelas tertulis, dan terbukti tidak “ngumpet.”
Sebenarnya awal mula adanya GLS adalah terbitnya Permendikbud No. 23 Tahun 2013
Tentang Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) yang di dalamnya juga mengatur tentang
membaca bukunon pelajaran 15 menit sebelum pembeljaran, dalam rangka
menggalakkan minat baca dan menjalankan ada progran literasi baca-tulis. Selanjutnya dalan Revisi Kurikulum 2013
akhrinya dicantumkan Pendidikan Karakter dan Gerakan Literasi Sekolah sebagai
satu kesatuan program yang ada di K 13 tersebut.
Bertemunya GLS dan Pendidikan Karakter dalam satu wadah
Kurikulum 2013 bukan tanpa alasan. Masih dengan hasil temuan PIRLS dan PISA
2009 dan 2012 menemukan bahwa ketrampilan memahami bacaan menunjukkan
kompetensi siswa tergolong rendah. Penelitian tahun 2016 pada kelas IV juga
menunjukkan hasil sama. Itu jadi alasan
utamanya. Alasan kedua adalah rekomendasi dari kesuksesan seseorang di abad ke
21 diperlukan ketrampilan baru antara lain : 4 K yaitu : Berpikir kritis,
Kreativitas, Komunikasi, Kolaborasi. Berpadunya unsur literasi yang terdiri
dari 6 macam literasi dan ketrampilan abad 21 serta pembentukkan karakter baik
tersusun menjadi 16 rekomendasi dari
World Economic Forum (2016) untuk menjadikan perubahan kearah lebih
baik.
Keenam belas kecakapan itu tersusun dalam tabel berikut :
Sumber :
Desin Induk GLS, 2019
Jadi secara filosofi GLS itu sangat
kuat landasannya. Karena bertujuan untuk mengangkat martabat siswa. Membimbing
siswa pada membaca untuk mamahami isi bacaan pada gilirannya akan melahirkan
generasi kritis. Yang mampu memecahkan persoalan hidupnya.
Secara hukum Permendikbud no 23 Tahun 2015 menjadi peraturan
yang sangat jelas bahwa untuk mendorong tumbuhkan minat baca siswa diadakan
gerakan membaca buku non pelajaran 15 menit sebelum pembelajaran.
Pertanyaannnya sudahkah para guru sadar akan pentingnya
membaca buku 15 menit tersebut. Semoga pemahaman ini akan mendorong guru lebih
rajin lagi menggerakkan literasi sekolah. Aamiin.
Bagi jiwa seorang pendidik,
sudah saatnya meyakini bahwa ada hubungan erat kegiatan membaca buku dan
ketrampilan menulis yang pada akhirnya mengarah pada pemahaman pada isi
bacaan. Itu saja sudah cukup untuk
membantu siswa mendorong siswa membaca dengan senang hati.
Blitar, 29 Maret 2021
By. Hariyanto
Masih sangat minim sekali kesadaran untuk membaca, terutama membaca buku. Blog adalah salah satu solusi untuk mngktkn literasi membaca warfa sekolah krn hanya dengan sekali klik saja.
BalasHapusLiterasi ada 6 poin, tapi untuk menggiatkan literasi baca tulis saja susahnya memang ampun-ampunan
BalasHapusMaster Hariyanto, trimks share ilmunya mantap. Betul sekali literasi sangat membantu murid2 kita lebih mengenal ttg dunia yg bertambah modern di Era Milineal 4.0
BalasHapusGLS sudah di upayakan dan alhamdulilah sudah di jalankan di sekolah kami 15 mnit sebelum pelajaran di mulai. Namun sayang slm BDR hal tersebut tidak berjalan sesuai yang fi harapkan..tidak semua guru mnetyskn prigram tersebut. Sangat di sayangkan padahal banyak sekali manfaat yang di dapat dari GLS ini..
BalasHapusGLS sudah berjalan, namun memang untuk konsisten perlu kesadaran dari setiap individu untuk sabar menerapkannya.
BalasHapusGLS, harus menarik jika diterapkan di TK saya pak...
BalasHapusSatu tahun program GLS terbengkalai. Walauoun sebenarnya melalui tugas khusus. Namun kasihan juga beban siswa bila ditambah lagi tugas khusus. Sebenarnya dg belajar mandiri di masa Pandemi literasi siswa sudah diasah. Bukankah siswa harus banyak membaca alih2 mendwngarkan penjelasan dari guru? Tanpa membaca pasti akan sulit bagi mereka memahami materi pelajaran. Hakikatnya itu sudah mengasah literasi walaupun tidak langsung disebut GLS kan?
BalasHapusModal awal adalah konsisten,,,
BalasHapusharus ekstra sabar utk menumbuhkan minat baca anak2
BalasHapusKesadaran membaca harus ditingkatkan jika mau berfikir kritis dan out of the box.
BalasHapusSetuju sekali itu, kegiatan GLS sepertinua harus dijadikan program wajib di sekolah
BalasHapus