Malam ini acara Menulis
bersama Om Jay di WAG mendatangkan nara sumber Ibu Emi Sudarwati , ibu guru
dari Bojonegoro pemenang Inobel tingkat Nasional tahun 2016. Beliau hadir untuk
kesekian kali di acara bersama Om Jay namun senantiasa memberikan nuansa baru,
dan mengundang penanya aktif malam itu. Ya, Senin malam ini 1 Maret 2021 Ibu Emi
Sudarwati memberikan kejutan dengan menyuguhkan fakta salah satunya berhasil
menulis buku sejumlah 519 buku berbagai genre. Buku itu ditulis sejak tahun
2014. Karya pertama beliau adalah cerita anak, selebihnya adalah variasi dari
cerkak (cerita cekak = bahasa jawa cerita pendek), puisi, haiku, essey, pantun,
parikan, kisah inspiratif, novel
geguritan
Dari sinilah tak kurang
dari 17 penanya muncul malam itu. Semua dijawab dengan singkat padat dan jelas.
Sekitar bagaimana
triknya menulis buku sebanyak itu dalam waktu singkat ( sekitar 6 tahun) jika
dihitung hampir 90 buku terbit rata-rata pertahun. Ini karya seorang guru,
bukan seorang penulis sastrawan senior yang memang menghasilkan karya rutinnya,
Ini kisah seorang guru.
Inilah yang menarik.
Ternyata beliau menulis bersama dengan guru lain atau orang lain yang
mengajaknya di media sosial, yang tak jarang belum pernah kenal sebelumnya.
Beliau ibaratkan sehari menulis bersama teman tentang puisi 1 karya saja. Maka
sehari itu bisa menghasilkan buku antologi puisi. Begitu juga cerita anak, cerpen
dll, semua hanya membutuhkan 1 karya tulisan dan terbit dengan biaya patungan.
Menulis bersama siapa saja, termasuk lebih 300 karyanya bersama siswanya. Jika
dihitung dari 500 lebih buku itu sampai saat ini hanya ada 7 karya tunggalnya.
Beliau mempunyai banyak
grup menulis, sehingga terbiasa menulis dengan siapa saja, dengan siswa,dengan
guru, dengan sastrawan, budayawan, dll. Beliau menulis itu untuk memotivasi
guru baik di kotanya maupun guru seluruh Indonesia. Beliau juga mempunya
penerbit langganannya di kotanya sekitar 3 penerbit, sehingga memudahkan
menerbtkan buku, Salah satu pesannya untuk menjaga konsistensi menulis untuk
menjaga energi menulis maka bergaullah dengan sesama penulis. Selebihnya harus
dipaksa diawalnya, menulis, menulis dan menulislah setiap hari, dam buktikan
,....seperti kata Om Jay.
Beliau sudah konsisten
menulis dengan cara unik, yaitu cuma berkonsentrasi 10 menit di depan latop dan
paling membaca sebelumnya 20 menit. Sehingga waktu berharga 24 jam sehari itu
masih bisa digunakan untuk kegiatan lainnya.
Bagaimana menggali ide
agar selalu segar. Beliau mengaku setiap hari bertemu dengan 900 siswanya , itu
sumber ide. Selain itu diselingi membaca buku di perpustakaan pribadinya
sebanyak sekitar 1500 judul yang tersusun dalam 3 lemari besar di rumahnya.
Beliau seorang pegiat literasi keluarga juga. Namun jangan salah sangka beliau
juga mendirikan TBM di masyarakat yang tetap berjalan sampai sekarang.
Lengkaplah beliau pegiat literasi penggerak literasi baik di sekolah, di
rumah/keluarga maupun di masyarakat.
Salah satu motivasi
menulisnya adalah : karena ingin bisa keliling dunia dengan menuulis. Ya,
dengan karyanya sebenyak itu ternyata keinginannya itu telah terpenuhi dengan
pernah mendapat kesempatan shortcourse atas panggilan Kemndikbud ke negeri
Belanda. Selain mengunjungi 2 universitas terbaik di sana Leiden dan
Windesheim, juga ke sekolah terbaik Van Der Carpellen. Sempat sampai ke Brussel – Belgia. Sempat
keliling Bali, Batam dan Singapura.
Ketika menjawab
pertanyaan sekitar GLS, beliau menargetkan setiap siswa menulis buku 1 tahun 1
buku. Biasanya buku bersama. Kegiatan GLS di sekolah adalah membaca buku 15
menit sebelum pejaran dimulai. Tehnis yang biasa dilakukan adalah dengan cara
menyuruh salah satu siswa membacakan buku di depan kelas. Siswa yang lainnya
mendengarkan. Setelah kegiatan itu semua siswa membuat ringkaan ceritanya.
Hasilnya dengan kegiatan rutin itu, siswa menjadi terbiasa menulis. Pada akhir
tahun ajaran biasa karya mereka diterbitkan dalam bentuk buku.
Menjawab pertanyaa
seorang ibu malam itu, bagaimana triknya menulis selalu on fire, menghilangkan
moody. Jawabnya adalah : Tulis, tulis dan tulis jangan ragu jangan dihapus
dulu baru edit-edit-edit. Baru kirim ke
penerbit. Semua itu membutuhkan proses panjang, yang penting tetap baca-baca-baca.
Itulah jawaban
mengesankan malam itu yang sengaja saya garis bawahi. Semua itu adalah kunci
dari sebuah literasi. Kunci juga untuk sebuah gerakan literasi di sekolah juga
dikeluarga dan di masyarakat. Tidak bosannya menggelorakan membaca (bacabacabaca)
dan lalu diteruskan Menulis ( menulis, menulis, menulis) . Inilah rahasia yang
kelihatan sepele, namun jika berhasil hasilnya bisa dirasakan seperti contoh
malam ini.
Clossing Ibu Emi malam
ini yang juga sudah sering saya dengarkan sebelumnya adalah berkaitan dengan
menulis topik sejarah. Walaupun beliau aslinya berlatarbelakang kependidikan
Bahasa Daerah Jawa, namun semangat menulis sejarahnya luar biasa.Ini bisa
menjadi topik inspiratif, yaitu kegiatan lanjutan membaca adalah menulis
sejarah.
“Tulislah sejarah
sendiri, jangan menunggu orang lain menulis tentang kita.” Maka berakhirlah
kisah pembelajaran menulis bersama Om Jay malam itu. Semoga menngispirasi semua
guru di seluruh pelosok tanah air tercinta Indonesia. Aamiin. Terimakasih Ibu
Emi Sudarwati.
Blitar, 1 Maret 2021
Salam Literasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar