Senin, 01 Maret 2021

Menulis 3 Kali, Edit 3 Kali, Membaca 3 Kali

 

Malam ini acara Menulis bersama Om Jay di WAG mendatangkan nara sumber Ibu Emi Sudarwati , ibu guru dari Bojonegoro pemenang Inobel tingkat Nasional tahun 2016. Beliau hadir untuk kesekian kali di acara bersama Om Jay namun senantiasa memberikan nuansa baru, dan mengundang penanya aktif malam itu. Ya, Senin malam ini 1 Maret 2021 Ibu Emi Sudarwati memberikan kejutan dengan menyuguhkan fakta salah satunya berhasil menulis buku sejumlah 519 buku berbagai genre. Buku itu ditulis sejak tahun 2014. Karya pertama beliau adalah cerita anak, selebihnya adalah variasi dari cerkak (cerita cekak = bahasa jawa cerita pendek), puisi, haiku, essey, pantun, parikan, kisah inspiratif, novel  geguritan

Dari sinilah tak kurang dari 17 penanya muncul malam itu. Semua dijawab dengan singkat padat dan jelas.

Sekitar bagaimana triknya menulis buku sebanyak itu dalam waktu singkat ( sekitar 6 tahun) jika dihitung hampir 90 buku terbit rata-rata pertahun. Ini karya seorang guru, bukan seorang penulis sastrawan senior yang memang menghasilkan karya rutinnya, Ini kisah seorang guru.

Inilah yang menarik. Ternyata beliau menulis bersama dengan guru lain atau orang lain yang mengajaknya di media sosial, yang tak jarang belum pernah kenal sebelumnya. Beliau ibaratkan sehari menulis bersama teman tentang puisi 1 karya saja. Maka sehari itu bisa menghasilkan buku antologi puisi. Begitu juga cerita anak, cerpen dll, semua hanya membutuhkan 1 karya tulisan dan terbit dengan biaya patungan. Menulis bersama siapa saja, termasuk lebih 300 karyanya bersama siswanya. Jika dihitung dari 500 lebih buku itu sampai saat ini hanya ada 7 karya tunggalnya.

Beliau mempunyai banyak grup menulis, sehingga terbiasa menulis dengan siapa saja, dengan siswa,dengan guru, dengan sastrawan, budayawan, dll. Beliau menulis itu untuk memotivasi guru baik di kotanya maupun guru seluruh Indonesia. Beliau juga mempunya penerbit langganannya di kotanya sekitar 3 penerbit, sehingga memudahkan menerbtkan buku, Salah satu pesannya untuk menjaga konsistensi menulis untuk menjaga energi menulis maka bergaullah dengan sesama penulis. Selebihnya harus dipaksa diawalnya, menulis, menulis dan menulislah setiap hari, dam buktikan ,....seperti kata Om Jay.

Beliau sudah konsisten menulis dengan cara unik, yaitu cuma berkonsentrasi 10 menit di depan latop dan paling membaca sebelumnya 20 menit. Sehingga waktu berharga 24 jam sehari itu masih bisa digunakan untuk kegiatan lainnya.

Bagaimana menggali ide agar selalu segar. Beliau mengaku setiap hari bertemu dengan 900 siswanya , itu sumber ide. Selain itu diselingi membaca buku di perpustakaan pribadinya sebanyak sekitar 1500 judul yang tersusun dalam 3 lemari besar di rumahnya. Beliau seorang pegiat literasi keluarga juga. Namun jangan salah sangka beliau juga mendirikan TBM di masyarakat yang tetap berjalan sampai sekarang. Lengkaplah beliau pegiat literasi penggerak literasi baik di sekolah, di rumah/keluarga maupun di masyarakat.

Salah satu motivasi menulisnya adalah : karena ingin bisa keliling dunia dengan menuulis. Ya, dengan karyanya sebenyak itu ternyata keinginannya itu telah terpenuhi dengan pernah mendapat kesempatan shortcourse atas panggilan Kemndikbud ke negeri Belanda. Selain mengunjungi 2 universitas terbaik di sana Leiden dan Windesheim, juga ke sekolah terbaik Van Der Carpellen.   Sempat sampai ke Brussel – Belgia. Sempat keliling Bali, Batam dan Singapura.

Ketika menjawab pertanyaan sekitar GLS, beliau menargetkan setiap siswa menulis buku 1 tahun 1 buku. Biasanya buku bersama. Kegiatan GLS di sekolah adalah membaca buku 15 menit sebelum pejaran dimulai. Tehnis yang biasa dilakukan adalah dengan cara menyuruh salah satu siswa membacakan buku di depan kelas. Siswa yang lainnya mendengarkan. Setelah kegiatan itu semua siswa membuat ringkaan ceritanya. Hasilnya dengan kegiatan rutin itu, siswa menjadi terbiasa menulis. Pada akhir tahun ajaran biasa karya mereka diterbitkan dalam bentuk buku.

Menjawab pertanyaa seorang ibu malam itu, bagaimana triknya menulis selalu on fire, menghilangkan moody. Jawabnya adalah : Tulis, tulis dan tulis jangan ragu jangan dihapus dulu  baru edit-edit-edit. Baru kirim ke penerbit. Semua itu membutuhkan proses panjang, yang penting tetap baca-baca-baca.

Itulah jawaban mengesankan malam itu yang sengaja saya garis bawahi. Semua itu adalah kunci dari sebuah literasi. Kunci juga untuk sebuah gerakan literasi di sekolah juga dikeluarga dan di masyarakat. Tidak bosannya menggelorakan membaca (bacabacabaca) dan lalu diteruskan Menulis ( menulis, menulis, menulis) . Inilah rahasia yang kelihatan sepele, namun jika berhasil hasilnya bisa dirasakan seperti contoh malam ini.

Clossing Ibu Emi malam ini yang juga sudah sering saya dengarkan sebelumnya adalah berkaitan dengan menulis topik sejarah. Walaupun beliau aslinya berlatarbelakang kependidikan Bahasa Daerah Jawa, namun semangat menulis sejarahnya luar biasa.Ini bisa menjadi topik inspiratif, yaitu kegiatan lanjutan membaca adalah menulis sejarah.

“Tulislah sejarah sendiri, jangan menunggu orang lain menulis tentang kita.” Maka berakhirlah kisah pembelajaran menulis bersama Om Jay malam itu. Semoga menngispirasi semua guru di seluruh pelosok tanah air tercinta Indonesia. Aamiin. Terimakasih Ibu Emi Sudarwati.

 

Blitar, 1 Maret 2021

Salam Literasi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar