Sabtu, 06 Maret 2021

Sudahkah Sekolah Berbudaya Literasi ?

 

Ini mungkin pertanyaan yang sulit dijawab ? Masalahnya bisa jadi karena kita belum sepenuhnya melaksanakan kegiatan literasi dengan sebenarnya. Boleh jadi selama ini kata literasi hanya ada dijadwal pelajaran saja. Atau karena konsepnya terlalu luas sehingga sulit menjawabnya

Sebenarnya sudah banyak pedoman Literasi sekolah yang bisa kita dapatkan melalui web GLN kemndikbud. Bahkan disediakan bacaan dalam bentuk digital untuk siswa dan orang tua. Pedoman GLS dan GLN cukup lengkap.

Secara garis besar sekolah literat bisa dilihat dari tampilan fisik dan akademiknya. Dalam tampilan sekolah secara fisik akan terlihat (1) karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, (2) karya peserta didik dirotasi secara berkala, (3) buku dan materi bacaan lain tersedia di sudut baca semua ruang kelas, (4) buku dan materi lain tersedia untuk peserta didik dan orang tua, (5) kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk peserta didik, (6) kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah dan lingkungan sekitar sekolah.

 Sedangkan  secara lingkungan akademik (1) disediakan waktu khusus dan cukup banyak agar terwujud pembiasaan literasi, (2) waktu kegiatan literasi terjaga agar tidak terbuang untuk kepentingan lain, (3) disepakati waktu berkala membahas pelaksanaan GLS, (4) buku fiksi dan nonfiksi tersedia dalam jumlah cukup banyak, (5) ada buku wajib baca untuk warga sekolah, (6) ada kesempatan mengembangkan profesional tentang literasi untuk staf, (7) seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi.

           Nah, berdasarkan uraian tersebut, ternyata gerakan literasi sekolah dapat berjalan dengan baik jika ada keterlibatan peserta didik, guru, staf, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat. Sekolah tak akan mampu melaksanakan budaya baca di sekolahnya jika tak ada kesinergian kegiatannya dan dukungan dari pelaku literasi lainnya. Ketika dihadapkan pada suatau keadaan bahwa peserta didik harus terbiasa membaca dan ada output hasil membacanya, maka yang terbersit dalam pemikiran adalah membiasakan peserta didik untuk membaca di rumah, selanjutnya membaca di sekolah.

Jika sudah terbentuk kebiasaan membaca, maka secara tidak langsung literasi sudah berjalan dengan baik. Tolok ukurnya adalah adanya perilaku senang membaca dan menulis untuk menghasilkan sebuah karya tulis. Karya tulis yang diharapkan bukan hanya karya tulis literasi sastra saja, namun meliputi berbagai disiplin ilmu yang dimiliki peserta didik. Hal inilah yang perlu digarisbawahi. Jangan berhenti pada kegiatan membaca saja. Apalagi membaca dalam artian mengeja tanpa diiringi pemahaman atas isi dari bacaan .

Jika literasi gambar yang dimiliki peserta didik, maka peserta didik akan menghasilkan gambar yang bisa dipajang, dikliping, atau dikumpulkan jadi sebuah buku kumpulan gambar. Begitu juga, jika lierasi sejarah yang dikembangkan oleh peserta didik, maka peserta didik akan menghasilkan sebuah kisah sejarah di daerahnya atau di luar daerahnya bisa dalam bentuk artikel, buku, maupun kliping. Intinya literasi itu cakupan materinya amat luas dan tidak mengkotak-kotak pengetahuan pelaksana literasi.Dengan demikian kita tidak boleh berhenti pada kegiatan membaca saja. Kelanjutan dari membaca itu justeru lebih banyak ragam dan jenisnya. Justeru itulah tantangannya.

           Untuk memantapkan kegiatan gerakan literasi di sekolah, perlu dibentuk tim literasi sekolah (TLS). Tim ini hendaknya memiliki tujuan yang jelas dan terprogram dengan tepat sesuai kebutuhan dan kondisi sekolah dan warga sekolahnya. Selanjutnya tugasnya adalah mengawal program 15 menit membaca setiap hari, monitoring dan evaluasi internal, membangun jejaring dengan pihak eksternal, melibatkan publik dalam GLS, membangun sudut kelas, melaksanakan asesmen tiap minggu serta melaksanakan evaluasi tiap semester. Untuk itu kepala sekolah diharapkan mampu membentuk dan memilih guru yang dianggap dapat menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah, menetapkan TLS dan memberi kesempatan personel TLS untuk mengikuti pelatihan.

           Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan yang muncul adalah bagaimanakah suasana kelas yang mencerminkan budaya literasi? Budaya lierasi di kelas dikatakan berjalan baik jika kelas memiliki sudut baca yang memiliki koleksi buku sesuai dengan kemampuan pengetahuan peserta diidk. Koleksi buku dapat berasal dari karya peserta didik sendiri maupun koleksi perpustakaan.

Selain sudut baca di kelas, sekolah juga memiliki sudut baca di sekolah yang dapat dibuat di kebun sekolah, kantin sekolah, koridor, area tunggu orang tua maupun area yang lain. Sudut baca ini dapat dibuat dalam kondisi aman, menyenangkan yang dilengkapi dengan meja, kursi dan atap. Sedangkan koleksi buku dapat disimpan di gerobak buku atau rak beroda agar dapat dipindahkan dengan leluasa.

           Selanjutnya untuk mengisi sudut baca di kelas maupun di sekolah ada tips untuk memilih buku bacaan yang baik di antaranya identitas buku tepat, materi dan kualitas cetak buku terbaca dengan baik dan buku tidak mudah rusak, cerita pada buku fiksi dikemas dalam cerita yang menarik dan penuh dengan pesan moral dan bersifat multikultural, buku nonfiksi berasal dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan serta isinya sesuai sasaran pembaca, bahasa buku menggunakan bahasa baku yang mudah dipahami, ilustrasi buku dibuat yang menarik dan tidak melecehkan kelompok tertentu serta dapat dipertanggungjawabkan.

           Ketika dihadapkan pada pertanyaan bagaimanakah membiasakan peserta didik untuk membaca? Maka jawaban yang muncul adalah kegiatan tersebut bisa dilakukan melalui tahap  pembiasaan. Tahap pembiasaan yang dapat dilakukan adalah membiasakan membaca 15 menit setiap hari, namun guru tak perlu memberikan pertanyaan tiap hari, kegiatan bertanya tentang isi buku dapat dilakukan misalnya 2-3 minggu sekali dengan tanpa paksaan sedangkan guru dapat memberikan apresiasi atas jawaban peserta didik. Namun hal ini relaltif. Bagi penulis justeru penting memberikan pertanyaan kepada setiap siswaa setelah selesai membaca dan menuliskannya. Dalam tahap pembiasaan memang tidak perlu pertanyaan sulit. Tetapi jurnal untuk membuktikan siswa itu sudak membaca meliputi nama, kelas, absensi, judul buku, halaman awal, halaman akhir, jumlah halaman. Pertanyaan demikian itu bisa memberikan motiviasi bagi siswa. Apalagi TIM GLS kreatif dengan memberikan apresiasi bagi siswa yang rajin membaca.

Cara yang kedua adalah tahap pengembangan, guru dapat menggunakan tabel atau peta cerita sebagai kegiatan tindak lanjut yang tanpa melalui penilaian akademik, selanjutnya peserta didik dapat mengomunikasikan secara lisan tentang isi peta tersebut dan hal ini dapat digunakan sebagai penilaian nonakademik. Tahap selanjutnya adalah tahap pembelajaran, peserta didik sudah terbiasa dan rutinitas melaksanakan kegiatan membaca 15 menit, daftar pertanyaan dan peta cerita dapat dikembangkan menjadi bagian pembelajaran bahasa dan menjadi tagihan akademik.

           Untuk mendukung upaya pembiasaan positif ini, maka peserta didik diharapkan mampu memahami isi buku. Pemahaman isi buku ini dapat dicapai jika peserta didik mampu mengembangkan model membaca yang menjadi ciri khasnya.

Ada 4 cara membaca yang perlu dikembangkan yaitu membaca nyaring, membaca nyaring bertujuan mengembangkan literasi bunyi, kalimat dan gambar, mendemonstrasikan membaca sesuai konteks bacaan, membina minat baca, mendiskusikan buku bersama-sama, dengan media buku cerita yang bermateri variatif dilengkapi daftar pertanyaan.

Selanjutnya adalah membaca terpandu, membaca ini bertujuan menjadikan peserta didik lancar dan terampil membaca nyaring yang diharapkan mampu meningkatkan peserta didik dalam membaca melalui diskusi.

Media yang digunakan adalah buku bacaan dan alat bantu belajar khusus untuk belajar membaca (kartu kosa kata, kosakata bergambar, alat tulis).

Selanjutnya adalah membaca bersama. Membaca bersama ini dilakukan dengan cara, guru membacakan buku untuk peserta didik dengan nyaring dengan menggunakan buku besar atau teks yang dibuat besar agar terbaca oleh semua peserta didik. Tujuannya adalah membaca interaktif melalui demonstratsi membaca oleh guru, meningkatkan kelancaran membaca, membuat peserta didik belajar konsep membaca dan merasakan dirinya sebagai pembaca. Media yang digunakan adalah buku besar dengan topik berjenjang, kartu kosa kata, alat tunjuk bacaan.

Cara selanjutnya adalah membaca mandiri, dengan membaca mandiri peserta didik memilih bacaan sendiri sesuai dengan minat dan kemampuannya. Tujuan dari membaca mandiri adalah menumbuhkan minat membaca, meningkatkan kemampuan membaca, serta membangun ekosistem sekolah untuk gemar membaca. Media yang digunakan adalah buku bacaan dengan topik variatif, majalah, koran yang sesuai dengan jenjang kemampuan peserta didik.

Nah, pembaca yang budiman, dari uraian tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa apakah sekolah kita sudah berbudaya berliterasi, sekolah kita sedang berliterasi atau bahkan sekolah kita belum berliterasi.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Blitar, 6 Maret 2021

Sumber : Guru Berbagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar